PERMEN USAHA PERIKANAN TANGKAP No.30/2012: MELANGGAR UU PERIKANAN
Siaran Pers KIARA.
Jakarta, 30 April 2013. Pada tanggal 27 Desember 2012 lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan RI menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No. 30 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap. Pada Permen No. 30 Tahun 2012 yang terdiri dari 94 pasal ini, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menemukan pasal-pasal yang bertentangan dengan UU Perikanan No. 45 Tahun 2009.
Pasal-pasal dalam Permen No. 30 Tahun 2012 yang bertentangan dengan UU Perikanan tersebut dapat disimak pada Tabel berikut.
PERATURAN MENTERI KELAUTAN PERIKANAN NO. 30 TAHUN 2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP |
UU PERIKANAN NO. 45 TAHUN 2009 |
Alih Muatan (Transhipment) Pasal 69 Permen No. 30 Tahun 2012 (1) Setiap kapal penangkap ikan dapat melakukan transhipment ke kapal penangkap ikan dan/atau ke kapal pengangkut ikan. (3) Dalam pelaksanaan transhipment, ikan wajib didaratkan di pelabuhan pangkalan sesuai SIPI atau SIKPI dan tidak dibawa keluar negeri, kecuali bagi kapal penangkap ikan yang menggunakan alat penangkapan ikan purse seine berukuran diatas 1000 (seribu) GT yang dioperasikan secara tunggal.
Pasal 88 Permen No. 30 Tahun 2012 Kapal penangkap ikan berukuran diatas 1.000 (seribu) GT dengan menggunakan alat penangkapan ikan purse seine yang dioperasikan secara tunggal di WPP-NRI dapat mendaratkan ikan di luar pelabuhan pangkalan, baik pelabuhan di dalam negeri maupun pelabuhan di luar negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal, dengan ketentuan sebagai berikut:
|
Pasal 41 ayat (3) UU Perikanan No. 45/ 2009: “Setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan harus mendaratkan ikan tangkapan di pelabuhan perikanan yang ditetapkan atau pelabuhan lainnya yang ditunjuk.”
Pasal 41 ayat (4): “Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan yang tidak melakukan bongkar muat ikan tangkapan di pelabuhan perikanan yang ditetapkan atau pelabuhan lainnya yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin, atau pencabutan izin.”
Penjelasan Pasal 41 ayat (4): “Yang dimaksud dengan “bongkar muat ikan” adalah termasuk juga pendaratan ikan.”
Pasal 25B ayat (2) UU Perikanan No. 45/ 2009: “Pengeluaran hasil produksi perikanan ke luar negeri dapat dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri telah dipenuhi.” |
Pasal 69 Permen No. 30 Tahun 2012 bertentangan dengan Pasal 41 UU Perikanan. Pasal 69 membolehkan setiap kapal penangkap ikan guna melakukan alih muatan di atas perairan (transhipment) ke kapal penangkap ikan dan/atau ke kapal pengangkut ikan. Pasal yang sama juga memberikan pengecualian kepada kapal penangkap ikan yang berukuran di atas 1.000 (seribu) GT untuk bisa melakukan alih muatan serta mendaratkan ikan langsung ke luar negeri atau di luar dari pelabuhan yang ditunjuk dalam izin.
Padahal sebelumnya, Pasal 41 UU Perikanan sudah mewajibkan setiap kapal penangkapan dan pengangkut ikan mendaratkan ikan tangkapan di pelabuhan perikanan yang telah ditunjuk dalam izin. Pelaku yang melanggar kewajiban tersebut mendapat sanksi administrasi berupa peringatan, pembekuan izin dan pencabutan izin.
Selanjutnya Pasal 88 Permen No. 30 Tahun 2012 memberi kelonggaran kepada kapal-kapal penangkap ikan di atas 1.000 GT yang beroperasi di laut zona ekonomi ekslusif untuk mendaratkan ikan di pelabuhan luar negeri. Aturan ini bertolak belakang dengan Pasal 25B ayat (2) UU Perikanan yang menetapkan pemenuhan ikan dalam negeri sebagai prioritas.
Pasal 69 dan Pasal 88 membuktikan Permen No. 30/ 2012 melanggar substansi hukum UU Perikanan No. 45 Tahun 2009.
Mida Saragih, Koordinator Pengelolaan Pengetahuan KIARA menegaskan, “KIARA menyayangkan kemunduran kualitas kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan yakni Permen No. 30/ 2012 yang malah mengizinkan kapal-kapal asing melakukan eksploitasi ikan secara terus menerus, bahkan membolehkan penjualan ikan secara gelondongan ke negara lain. Permen 30/ 2012 dapat memacu kekurangan stok ikan untuk konsumsi dan kebutuhan industri domestik. Dengan begitu, hilirisasi pengolahan ikan sulit terwujud dan lantas mempersempit lapangan pekerjaan di sektor perikanan. Padahal sebelumnya sudah ada UU Perikanan No. 45 Tahun 2009 yang memiliki semangat pemenuhan kebutuhan ikan dalam negeri.”
“Permen No. 30/ 2012 juga berpihak kepada kapal-kapal asing. Pasal 69 Ayat 3 dan Pasal 88 aturan yang sama membolehkan kapal berbobot di atas 1.000 GT untuk mendaratkan dan membawa ikan ke luar negeri. Keuntungan di balik aturan ini adalah terbukanya pintu penjarahan ikan di laut Indonesia dan legitimasi untuk melakukannya. Pihak yang mendapat keuntungan dari Permen No. 30/ 2012 adalah negara-negara yang memiliki kapal-kapal bertonase di atas 1.000 GT seperti Prancis, Jepang dan Spanyol. Sementara Indonesia tidak bakal menikmati keuntungan serupa karena cuma memiliki kapal-kapal berbobot 800 GT ke bawah dan sumber daya ikannya akan dihabisi,” tegas Mida.
Permen No. 30/ 2012 berpeluang memperburuk tata kelola perikanan nasional. Menteri Kelautan dan Perikanan RI punya pekerjaan rumah agar lekas merevisi pasal-pasal dalam Permen No. 30 Tahun 2012 tersebut, dengan tujuan supaya sejalan dengan semangat pengelolaan perikanan yang lestari, serta pemenuhan ikan domestik sebagaimana dalam UU Perikanan No. 45 Tahun 2009 ***
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:
Mida Saragih, Koordinator Pengelolaan Pengetahuan
Di +628 13223 0667 3
Selamet Daroyni, Koordinator Divisi Pendidikan dan Penguatan Jaringan
di +62 815 8419 7713
A. Marthin Hadiwinata, Koordinator Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan
Di +62 856 2500 181
Sekretariat Nasional Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan
Jl. Lengkeng Blok J-5 Perumahan Kalibata Indah Jakarta 12750 Indonesia
Telp. +62 21 7989522/ Faks. +6221 7989543. Email. kiara@kiara.or.id / Website. www.kiara.or.id