KIARA: Batalkan Kenaikan BBM Bersubsidi
Siaran Pers Bersama
Perhimpunan Nelayan Kecil, Kalimantan Timur
Lembaga Pemberdayaan Sumber Daya Nelayan (LPSDN), NTB
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI)
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan
KIARA: Batalkan Kenaikan BBM Bersubsidi
Jakarta, 23 Mei 2013. Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi, yakni Rp2.000 untuk premium dan Rp1.000 untuk solar, per Juni 2013 tanpa disertai perbaikan kinerja pemerintah untuk menjamin kemudahan akses dan ketersediaan alokasi bagi nelayan sebaiknya ditinjau-ulang. Apalagi, sepanjang tahun 2010-2013 anggaran subsidi BBM jenis tertentu terus meningkat sebesar 182 persen.
Meski anggaran BBM bersubsidi meningkat (lihat Tabel 1), namun nelayan tradisional tidak mendapatkan haknya. Padahal, untuk turun ke laut, nelayan harus menyiapkan sedikitnya 60-70 persen dari total ongkos produksinya. Hal ini berimbas pada sulitnya keluarga nelayan untuk hidup sejahtera. Karena di saat harga BBM naik dan harga sembako juga meningkat drastis.
Tabel 1. Anggaran Subsidi BBM Jenis Tertentu 2010-2013
No | Tahun Anggaran | Jumlah Anggaran |
1 | 2010 | Rp68.726.700.000.000 |
2 | 2011 | Rp95.914.180.000.000 |
3 | 2012 | Rp123.599.674.000.000 |
4 | 2013 | Rp193.805.213.000.000 |
Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (Mei 2013)
KIARA mendapati fakta bahwa kesulitan akses dan kesinambungan pasokan BBM bersubsidi di 237 unit SPBN di Indonesia (2011) menjadikan nelayan tradisional sebagai masyarakat yang paling dirugikan. Terlebih, kenaikan harga solar sebesar Rp.200 di tahun 2012 melalui Perpres Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu sudah terbukti kian membebani. Belum lagi, penyimpangan pemakaian BBM bersubsidi juga marak terjadi di SPBN. Misalnya di Kota Tarakan, Kalimantan Timur, dan sebagainya.
Tabel 2. Potret Akses BBM Bersubsidi Nelayan Tradisional di 4 Kabupaten/Kota/Provinsi
No | Kabupaten/Kota/Provinsi | Keterangan |
1 | Gresik, Jawa Timur | Sekitar 5.000 nelayan tradisional setempat harus hidup serba prihatin agar terus survive. Karena harga solar sebesar Rp.4.500 sudah sangat memberatkan.
Untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, nelayan tradisional Gresik harus bekerja ekstra agar mendapatkan penghasilan alternatif. Imbasnya, menabung untuk kebutuhan pendidikan dan kesehatan adalah mimpi yang sulit dilakukan. |
2 | Langkat, Sumatera Utara | Sekitar 17.350 nelayan tradisional Langkat sering kali kesulitan mengakses BBM bersubsidi. Karena mereka harus menunggu tiap 10 hari sekali.
Di Langkat, tersedia 6 SPBN dan hanya 4 di antaranya yang beroperasi. Pasokan yang tidak teratur berimbas pada tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh nelayan tradisional. Karena harga solar di pedagang BBM eceran naik menjadi Rp.5.500 – Rp.6.500/liter. |
3 | Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat | Kelangkaan BBM bersubsidi terjadi di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Walhasil, nelayan tradisional harus membeli solar dengan harga Rp.5.000 -5.500 per liter.
Kelangkaan dan tingginya harga solar menyebabkan nelayan harus mengurangi waktu melaut. Dampaknya, penghasilan berkurang dan hutang menumpuk. |
4 | Tarakan, Kalimantan Timur | Untuk mendapatkan solar seharga Rp4.500/liter, nelayan dibatasi sebanyak 200 liter dan hanya mencukupi kebutuhan melaut selama 4 hari. Ironisnya, dalam sebulan SPBN hanya beroperasi 2 hari saja. Selebihnya, nelayan harus merogoh kocek sebesar Rp.7.000-Rp.10.000/liter di pedagang eceran.
Kondisi ini mengakibatkan nelayan terlilit hutang agar agar tetap bisa menafkahi keluarga. |
Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (Mei 2013), dihimpun dari nelayan tradisional di Gresik (Jawa Timur), Langkat (Sumatera Utara), Tarakan (Kalimantan Timur), dan Lombok (Nusa Tenggara Barat)
Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah untuk membatalkan kenaikan harga BBM bersubsidi sebelum membenahi fungsi SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan) dan menjamin akses dan ketersediaan pasokan BBM bersubsidi bagi nelayan tradisional, serta menindaktegas pelaku (pemilik SPBN dan pengguna) penyimpangan BBM bersubsidi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.***
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:
Abdul Halim, Sekretaris Jenderal KIARA
di +62 815 53100 259
Selamet Daroyni, Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan KIARA
di +62821 1068 3102
Rustan, PNK, Kalimantan Timur
di +62 813 4946 9011
Tajrudin Hasibuan, KNTI Sumatera
di +62 813 7093 1995
Amin Abdullah, LPSDN Lombok, NTB
di +62 818 0578 5720
Sugeng Nugroho, KNTI Jawa Timur
+62 812 3146 4979