KIARA Serahkan Petisi Desak Penghentian Utang Konservasi dan Dukung Kearifan Lokal Mengelola Sumber Daya Laut ke Presiden SBY

Siaran Pers

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan

www.kiara.or.id

 

KIARA Serahkan Petisi Desak Penghentian Utang Konservasi

dan Dukung Kearifan Lokal Mengelola Sumber Daya Laut ke Presiden SBY

Jakarta, 1 Agustus 2013. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyerahkan Petisi Bersama “Lestarikan Laut dengan Kearifan Lokal, Bukan Hutang/Bantuan Asing” kepada Presiden Republik Indonesia melalui Sekretaris Negara di Jl. Veteran No. 17–18, Jakarta 10110. Petisi yang diluncurkan selama 21 hari (11-31 Juli 2013) melalui media jejaring sosial, telah didukung sedikitnya 123 organisasi dan atau individu.

Kementerian Keuangan mencatat hutang Indonesia mencapai Rp 2.036 triliun per Mei 2013. Ironisnya, sebagian dana hutang tersebut diperoleh melalui pemasaran sumber daya laut Indonesia ke lembaga finansial internasional, di antaranya program konservasi terumbu karang dan perluasan kawasan konservasi perairan.

Sebagaimana sudah dilansir oleh Pusat Data dan Informasi KIARA (Mei 2013) bahwa: pertama, pada periode 2004-2011 hutang luar negeri untuk program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP II) mencapai lebih dari Rp1,3 triliun, sebagian besarnya bersumber dari hutang luar negeri Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB); dan kedua, Pemerintah AS memberikan bantuan hibah kepada Indonesia senilai USD 23 juta atau Rp. 235,4 Miliar. Rencananya, dana hibah diberikan dalam jangka waktu empat tahun yang terdiri dari kawasan konservasi senilai USD 6 juta dan penguatan industriliasasi perikanan senilai USD 17 juta.

Ironisnya, dalam pelaksanaan program konservasi terumbu karang justru terbukti gagal/tidak efektif dan terjadi kebocoran dana berdasarkan Laporan BPK 2013. Salah satunya adalah penyelewengan dana COREMAP II sebesar Rp11, 4 Miliar. Indikasi tersebut berdasarkan Hasil Pemeriksaan BPK di bulan November-Desember 2012, yang mengidentifikasi kebocoran penggunaan dana COREMAP II.

Di samping itu, praktek konservasi laut juga telah memberikan dampak negatif terhadap masyarakat nelayan tradisional. Pusat Data dan Informasi KIARA (Desember 2012?) mendapati sedikitnya 20 orang nelayan tradisional meninggal dunia dan hilang di laut akibat tertembak peluru tajam oleh aparat keamanan di kawasan konservasi laut sejak 1980-2012.

Sudah terbukti gagal, Pemerintah Indonesia (baca: Kementerian Kelautan dan Perikanan) malah ingin melanjutkan proyek COREMAP III periode 2014-2019 dengan menambah utang konservasi baru sebesar US$ 80 juta dari Bank Dunia dan ADB. Setali tiga uang, penetapan kawasan konservasi perairan juga memicu konflik horisontal.

Atas fakta-fakta tersebut di atas, KIARA mendesak Presiden Republik Indonesia untuk: (1) Menghentikan skema utang luar negeri dalam penyelenggaraan program konservasi sumber daya laut; (2) Memberikan dukungan penuh terhadap inisiatif lokal yang telah dijalankan secara turun-temurun oleh 92 persen nelayan tradisional dan masyarakat adat, seperti Sasi di Maluku, Bapongka di Sulawesi Tengah, Panglima Laot di Aceh, Awig-awig di Bali dan Nusa Tenggara, serta Mane’e di Sulawesi Utara.***

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:

Abdul Halim, Sekretaris Jenderal KIARA

di +62 815 53100 259