REVISI UU PESISIR, Laut Jangan Dikapling

REVISI UU PESISIR
Laut Jangan Dikapling


JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat diminta untuk tidak mengulangi kesalahan, yakni membuka pengaplingan laut dalam revisi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil. Privatisasi oleh dunia usaha lokal dan asing dikhawatirkan memarjinalkan masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya perairan dan pesisir.

Hal itu dikemukakan Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritime Suhana serta Sekretari Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Abdul Halim, secara terpisah, di Jakarta, Minggu (15/9).

Pada hari Senin ini, Komisi IV DPR dijadwalkan menggelar rapat dengar pendapat umum dengan mengundang Kementrian Kelautan dan Perikanan serta kalangan masyarakat untuk membahas rancangan revisi Undang-Undang (UU) No 27 Tahun 2007.

Suhana mengingatkan Panitia Khusus Komisi IV DPR tentang revisi UU No 27/2007 merupakan kelanjutan dari dibatalkannya tentang pengusahaan perairan pesisir (HP3) dalam undang-undang tersebut oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pembatalan itu karena aturan HP3, yang memberikan peluang bagi privatisasi sumber daya pesisir, dinilai MK mengakibatkan pengaplingan wilayah perairan dan hilangnya hak-hak masyarakat adat/tradisional yang bersifat turun-temurun.

Abdul Halim mengemukakan, RUU No 27/2007 masih memiliki semangat pengaplingan dan komersialisasi wilayah perairan dan pesisir, serta mengkriminalissi nelayan dan masyarakat adat.
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS, Nabil Al-Musawwa, mengingatkan pemerintah tidak mengulang regulasi yang membuka liberalisasi pesisir. (LKT)

Sumber: Kompas, Senin 16 September 2013

REVISI UU PESISIR, Laut Jangan Dikapling

REVISI UU PESISIR
Laut Jangan Dikapling


JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat diminta untuk tidak mengulangi kesalahan, yakni membuka pengaplingan laut dalam revisi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil. Privatisasi oleh dunia usaha lokal dan asing dikhawatirkan memarjinalkan masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya perairan dan pesisir.

Hal itu dikemukakan Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritime Suhana serta Sekretari Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Abdul Halim, secara terpisah, di Jakarta, Minggu (15/9).

Pada hari Senin ini, Komisi IV DPR dijadwalkan menggelar rapat dengar pendapat umum dengan mengundang Kementrian Kelautan dan Perikanan serta kalangan masyarakat untuk membahas rancangan revisi Undang-Undang (UU) No 27 Tahun 2007.

Suhana mengingatkan Panitia Khusus Komisi IV DPR tentang revisi UU No 27/2007 merupakan kelanjutan dari dibatalkannya tentang pengusahaan perairan pesisir (HP3) dalam undang-undang tersebut oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pembatalan itu karena aturan HP3, yang memberikan peluang bagi privatisasi sumber daya pesisir, dinilai MK mengakibatkan pengaplingan wilayah perairan dan hilangnya hak-hak masyarakat adat/tradisional yang bersifat turun-temurun.

Abdul Halim mengemukakan, RUU No 27/2007 masih memiliki semangat pengaplingan dan komersialisasi wilayah perairan dan pesisir, serta mengkriminalissi nelayan dan masyarakat adat.
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS, Nabil Al-Musawwa, mengingatkan pemerintah tidak mengulang regulasi yang membuka liberalisasi pesisir. (LKT)

Sumber: Kompas, Senin 16 September 2013