Tanggul Laut Raksasa Tak Bisa Selamatkan Jakarta

Tanggul Laut Raksasa Tak Bisa Selamatkan Jakarta

JAKARTA – Pembangunan tembok raksasa di laut untuk menghindari terjangan kenaikan muka air laut justru akan makin membuat Jakarta banjir. Penyelamatan sebaiknya dilakukan dengan perluasan lahan hijau dan pengerukan sungai secara berkala. “ Tanggul raksasa atau giant sea wall akan melahirkan sejumlah masalah baru yang merugikan masyarakat dan pemerintah,” ungkap Mida Saragih, Koordinator Nasional Forum Masyarakat Sipil untuk keadilan iklim  (CSF-CJI), selasa (17/9).

Menurutnya, pembangunan tanggul praktis memperlambat arus debit air 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta, dan memacu pendangkalan sungai. Bila hal ini berlangsung, pemerintah harus mengeruk sungai secara teratur supaya tidak mengakibatkan banjir.

“pemerintah semestinya serius menyiapkan perluasan ruang terbuka hijau sampai dengan 30 persen guna memberikan perlindungan terhadap kualitas udara dan iklim mikro,” ujar Mida.

Menurut kajian Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA), memburuknya kualitas ekosistem pesisir Jakarta berlangsung dengan sangat cepat, dan tidak memperhatikan implikasinya terhadap penurunan daya dukung lingkungan. Di antaranya, mangrove seluas 1.134 hektare (ha) pada 1960 , kini tersisa tidak lebih dari 15 persen saja. Salah satu penyebab utamanya adalah alih fungsi lahan dengan cara pengurugan tanah untuk perluasan lahan atau reklamasi. Dengan izin pemerintah, sejumlah perusahaan properti dan pergudangan melaksanakan reklamasi tersebut.

Selamet Daroyni, Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan KIARA menegaskan, proyek pembangunan giant sea wall merupakan bagian dari MP3EI yang hanya mendorong terjadinya pembangunan fisik berupa pelabuhan, jalan tol yang bertujuan untuk meningkatkan mobilitas barang dan jasa.

“Pembangunan fisik tersebut tidak memperhatikan kemampuan daya dukung lingkungan hidup dan sumber daya alam. Proyek giant sea wall juga merupakan bentuk perampasan ruang hidup masyarakat pesisir dan abai terhadap masa depan Jakarta,” urai Selamet.

Dengan model pengelolaan pesisir yang karut-marut itu, kondisi Jakarta diperkirakan akan makin buruk . kenaikan permukaan air laut Teluk Jakarta mencapai rata-rata 0,57 cm per tahun. Ini berpotensi merendam kawasan pantai antara 0,28 – 4,17 meter pada 2050. Semua ini terungkap dalam penelitian Armi Susandi (2007) bertajuk “ Pengaruh perubahan iklim di Jakarta dengan menghitung laju kenaikan temperature  di Jakarta dan kenaikan muka air laut”.

Dalam penelitian itu, beberapa daerah di antaranya Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, Cilincing, dan Bandara Soekarno –Hatta bakal terendam air . Dari aspek sosial dan ekonomi, salah urus pengelolaan pesisir akan menggusur setidaknya 14.316 jiwa masyarakat yang tersebar di enam kampung nelayan (Sulung Prasetyo).

Sumber:http://cetak.shnews.co/web/read/2013-09-  18/18249/tanggul.laut.raksasa.tak.bisa.selamatkan.jakarta#.UjpyxH-Fb0e