Nelayan Miskin Masih Tersebar Di Pesisir
Nelayan Miskin Masih Tersebar Di Pesisir
Aktivis Kiara Soroti Program Kementerian Kelautan
RMOL. Kekayaan laut Indonesia yang melimpah rupanya tidak membuat nelayan dan masyarakat pesisir menjadi sejahtera. Hingga saat ini, kaum nelayan Indonesia masih identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan.
Demikian pemaparan yang disampaikan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dalam ‘Proyeksi 2014 Kelautan dan Perikanan‘di Jakarta, kemarin.
Menurut Sekjen KIARA, Abdul Halim, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dipimpin Menteri Syarif Cicip Sutardjo, tidak memiliki visi yang jelas dam pembangunan di sektor kelautan dan perikananan.
“Anggaran kelautan dan perikanan terus meningkat, tapi ironisnya ini justru memperlebar jurang kemiskinan, di mana nelayan dan pembudidaya kecil diposisikan sebagai buruh, sementara pemilik kapal atau lahan selalu kecipratan dana program pemerintah,” ungkapnya.
Menurut Halim, pemerintah tidak memiliki kreativitas dalam menentukan program-program pembangunan kelautan dan perikanan. “Kreativitas pemerintah sudah mentok, bahkan mekanisne anggaran hanya sekedar ganti angka, akibatnya program-program pemerintah banyak yang tidak efektif dan tidak tepat sasaran,” ujarnya.
Manfaat anggaran, lanjutnya, juga tidak dirasakan oleh nelayan nasional. Nelayan di Indonesia juga masih kesulitan mengakses kebutuhan utamanya untuk melaut, seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
“Anggaran kelautan dan perikanan tidak terhubung kepada nelayan, pada 2014 ini dari anggaran yang mencapai Rp 5,6 triliun hanya 0,01 persen yang digunakan untuk pengembangan usaha penangkapan ikan dan pemberdayaan nelayan skala kecil,” ujarnya.
Permasalahan lain yang dihadapi nelayan di Indonesia adalah minimnya perlindungan. “Saat ini nelayan Indonesia melaut tanpa perlindungan, jumlah nelayan yang hilang dan meninggal di laut akibat dampak perubahan iklim terus meningkat,” sebutnya.
Tak hanya itu, ancaman bencana seperti gempa, banjir bandang, banjir rob, gelombang tinggi, dan angin kencang juga berakibat pada tidak dapatnya nelayan untuk pergi melaut. “Namun informasi yang disediakan BMKG mengenai cuaca ekstrim tidak dijadikan sebagai panduan bagi pemerintah untuk melindungi nelayan,” keluhnya.
KIARA juga mencatat, saat ini banyak kebijakan negara yang malah mengebiri hak-hak nelayan, sejumlah kepala daerah diberikan predikat tidak ramah nelayan.
“Sedikitnya ada 50 kepala daerah memberlakukan kebijakan yang tidak ramah terhadap nelayan, mereka terdiri dari 4 gubernur, 26 bupati, dan 10 walikota,” terang Halim.
Pemerintah juga dinilai lebih pro kepada korporat ketimbang nelayan kecil. “Menyamakan perlakuan antara petambak skala besar/industri dengan petambak skala kecil mandiri sama saja dengan mendiskriminasi dan mematikan nelayan kecil,” katanya. Dia menekankan, dibutuhkan pemimpin yang memiliki visi kelautan agar kekayaan laut Indonesia dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
Anggota Dewan Pakar KIARA, Alan F Koropitan menyebutkan, permintaan dunia atas produk perikanan terus meningkat, tapi keadaan ini tidak mampu dimanfaatkan pemerintah. “Kenaikan permintaan ikan dunia mencapai 45 persen pertahunnya tapi market share Indonesia baru 3,7 persen,” katanya.
Produksi perikanan nasional mencapai 5,81 juta ton, tapi anehnya Indonesia tidak masuk sepuluh besar negara eksportir produk perikanan di dunia. “Nelayan Indonesia masih berkutat dengan kemiskinan dan ketertinggalan, tak hanya itu kita bisa lihat nelayan di perairan Indonesia Timur masih sangat jauh tertinggal,” katanya.
Alan melihat potensi perikanan di Indonesia tidak kunjung dikelola dengan baik oleh pemerintah. “Contohnya potensi perikanan budidaya di Indonesia, dari potensi wilayah perikanan budidaya yang mencapai 10 juta hektar baru ternyata yang baru dimanfaatkan hanya sekitar seratus ribuan hektar,” jelasnya.
Selain itu, sumber daya manusia di sektor perikanan masih terbatas, dimana jumlah penyuluh perikanan dan lulusan sekolah tinggi perikanan masih sangat kurang.
“Nelayan Indonesia masih banyak yang belum bersentuhan dengan perbankan, padahal total nilai ekonomi industri perikanan saja sudah setara APBN dan nilai itu terus meningkat,” katanya.
Sumber: http://ekbis.rmol.co/read/2014/01/08/139207/Nelayan-Miskin-Masih-Tersebar-Di-Pesisir-