Upaya Penyejahteraan Nelayan dan Perempuan Nelayan Butuh Kerjasama dan Kesungguhan Pemerintah Kabupaten Lembata
Siaran Pers Bersama
Kelompok Petani Penyangga Abrasi Laut dan Darat (KLOMPPALD)
WALHI Nusa Tenggara Timur
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
Upaya Penyejahteraan Nelayan dan Perempuan Nelayan
Butuh Kerjasama dan Kesungguhan Pemerintah Kabupaten Lembata
Lewoleba, 26 Maret 2014. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) bekerjasama dengan Kelompok Petani Penyangga Abrasi Laut dan Darat (KLOMPPALD) dan WALHI Nusa Tenggara Timur menyelenggarakan rangkaian kegiatan lanjutan “Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan Hidup Pesisir Berbasis Perempuan Nelayan” di Lewoleba, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, pada tanggal 25-26 Maret 2014. Kegiatan pertama dilakukan pada Februari 2014.
Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh KIARA bersama dengan KLOMPPALD, di antaranya: (i) penelitian dampak perubahan iklim dan daya adaptasi masyarakat pesisir Pulau Lembata; (ii) pelatihan pengolahan ikan; (iii) penanaman dan pelatihan mengolah mangrove; dan (iv) sekolah iklim dan penyusunan peraturan desa tentang pengelolaan wilayah pesisir.
Dari penelitian berjudul “Perubahan Iklim dan Upaya Adaptasi di Pulau Lembata” yang dilakukan KIARA (Maret 2014) melalui investigasi lapangan dan foto satelit, ditemui fakta bahwa: pertama, Pulau Lembata memiliki ekosistem pesisir yang lengkap (mangrove, lamun, dan terumbu karang); kedua, modal alami berupa ekosistem pesisir yang lengkap ini terancam hilang akibat aktivitas manusia yang merusak. Imbasnya, tutupan mangrove tinggal 1,2% dari luas Pulau Lembata (berkurang 40%) dan tutupan karang tinggal 20%. Sementara lamun masih berkisar 95% baik; dan ketiga, adanya 51 jenis benih pangan lokal yang sudah dikembangkan di kebun contoh milik KLOMPPALD yang berlokasi di Desa Merdeka, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata, di antaranya sorgum, jewawut, jelai, umbi-umbian, kacang-kacangan dan padi-padian.
Dalam kaitannya dengan perubahan iklim, parameter kunci kerentanan perubahan iklim di Pulau Lembata serta upaya adaptasi upaya adaptasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat pesisir bersama dengan Pemerintah Kabupaten Lembata sebagai berikut:
Parameter |
Dampak |
Upaya Adaptasi |
Variabilitas angin muson | Angin ekstrim dan gelombang serta berdampak pada abrasi pantai | Memperkuat modal alami (penanaman kembali mangrove yang dikonversi), akses informasi dan infrastruktur (transportasi, energi dan listrik) |
Kenaikan Suhu Permukaan Laut | Kekeringan | Memperkuat modal alami, seperti ketahanan pangan (pusat benih) dan pelestarian lingkungan pesisir untuk pangan dari pesisir dan laut. Memperkuat modal sosial (kelompok tani dan nelayan), peraturan desa. |
Pengasaman laut | Perusakan karang jangka panjang | Memperkuat modal sosial (sanksi adat dan pengelolaan perikanan) |
Temuan di atas merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah untuk memperbaiki ekosistem pesisir dan laut, menyejahterakan masyarakat nelayan dan melibatkan perempuan nelayan di dalam program-program pemberdayaan keluarga yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebagian masyarakat sudah berpartisipasi aktif dalam pelestarian mangrove dan penyediaan pangan lokal khas pesisir, seperti yang dilakukan oleh Kelompok Petani Penyangga Abrasi Laut dan Darat (KLOMPPALD). Tinggal komitmen politik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Kabupaten Lembata, di mana salah satu programnya adalah pengembangan potensi kelautan, perikanan, dan pariwisata, serta kesediaannya untuk bekerjasama dan bersungguh-sungguh menyejahterakan masyarakatnya.***
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:
Siti Rofiah, Ketua KLOMPPALD
di +62 813 3710 0158
Yustinus Besu Dharma, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut WALHI NTT
di +62 821 4678 2463
Abdul Halim, Sekjen KIARA
di +62 815 53100 259