Mangrove Masih Isu Pinggiran

Mangrove Masih Isu Pinggiran

Stok Karbon Lebih Tinggi daripada di Hutan

 

Penelitian Pusat Penelitian Kehutanan International menunjukan, ekosistem mangrove menyimpan stok karbon lima kali lipat dibandingkan dengan hutan hujan tropis. Namun, perlindungan ekosistem mangrove dari deforestasi dan degradasi belum menjadi prioritas dalam pembangunan ataupun program REDD+.

“Kalau ekosistem mangrove dihancurkan, mustahil mengembalikan lagi,” kata Daniel Murdiyarso, peneliti pada Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (Cifor), yang juga anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Rabu (30/4), di Jakarta. Ia menjadi salah satu pembicara dalam diskusi “Perubahan Iklim dan Keanekaragaman Hayati dalam Pengelolaan Lahan Basah Kawasan pesisir” oleh AIPI.

Indonesia dengan belasan ribu pulau punya luas hutan mangrove terbesar di dunia(23 persen). Namun, luasan itu dari tahun ke tahun berkurang dengan laju 52.000 hektar per tahun untuk lahan tambak, pemukiman, infrastruktur, dan kebun sawit.

Saat ini, luas huan mangrove tak lebih dari 2,8 juta hektar, jauh berkurang dibandingkan 20 tahun lalu yang mencapai 5 juta hektar. “Saat ini belum ada aturan kuat terkait perlindungan mangrove,” kata dia.

Dari sisi stok karbon, ekosistem mangrove pada tutupan atas sekitar 150 ton per hektar, terpaut sedikit dibandingkan stok karbon hutan tropis sebesar 200 ton per hektar.

Namun, saat dihitung stok karbon pada bagian substrat mangrove, nilainya lebih dari 1.000 ton per hektar. Substrat mangrove terbentuk dari serasah yang terjebak dan terakumulasi dalam kondisi rendah/tanpa oksigen (anaerob). Kedalamannya bisa mencapai 3 meter.

Menurut Daniel yang juga guru besar di IPB, pembukaan tambak dapat membongkar substrat membuat karbon terlepas ke udara. Itu menyumbang emisi tinggi yang berdampak memperparah perubahan iklim.

Pembicara lain, Deputi Badan Pengelola REDD+ William Sabandar dan Direrktur Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kementerian Kehutanan Herudjojo Tjiptono , mengatakan,ekosistem mangrove masih terpinggirkan. Bahkan, Heru tidak membantah. Ekosistem mangrove terkesan masih dianaktirikan dalam pengelolaan hutan.

Menjadi Korban

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan pernah menegaskan, dualisme pengelolaan ekosistem mangrove oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengorbankan benteng alam daratan dari abrasi. Terkait hal itu, Herudjojo mengatakan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengarahkan, mulai tahun 2015 Kemenhut hanya mengelola ekosistem mangrove di dalam kawasan hutan (Hutan Negara), sedangkan KKP mengelola ekosistem diluaar kawasan hutan.

William menyebutkan, ekosistem mangrove ada dalam Strategi Nasional REDD+ 2012. “Perhatian masih ke gambut. Padahal, mangrove menyimpan stok karbon tinggi,” kata dia.

Sumber: Kompas, Jumat, 2 Mei 2014