KIARA: Sejahterakan Perempuan Nelayan Lewat Kebijakan Anggaran

KIARA: Sejahterakan Perempuan Nelayan Lewat Kebijakan Anggaran

JAKARTA, SACOM – KIARA mendesak pemerintah agar secepatnya sejahterakan perempuan nelayan lewat kebijakan anggaran.

Bersama-sama Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), menyuarakan hal itu, di Jakarta (18/05).

“Kesejahteraan dan perlindungan perempuan nelayan di Indonesia bisa tercapai dengan kebijakan anggara, baik nasional maupun daerah,” tegas Sekjen KIARA, Abdul Halim.

Dalam skala internasional, FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) saja sudah mengakui pentingnya peranan penting perempuan nelayan di dalam aktivitas perikanan skala kecil/tradisional.

Laut Indonesia, lanjutnya, sesungguhnya adalah masa depan bangsa Indonesia. Tidak menganggap hal itu sama saja dengan mencelakakan anak-anak bangsa.

Ironisnya, nelayan tradisional terus dimiskinkan, sementara pengusaha asing justru mendapat fasilitas.

Sementara itu menurut Sekjen PPNI, Masnuah, 48 persen penghasilan keluarga nelayan berasal dari perempuan. “Mayoritas perempuan nelayan bekerja lebih dari 17 jam sehari,” tegasnya.

PPNI sendiri di berbagai daerah sudah melaksanakan ekonomi kreatif. Sayangnya dukungan pemerintah pusat dan daerah masih minim.

Dalam kesempatan yang sama, KIARA dan PPNI menyelenggarakan menyelenggarakan Festival Negeri Bahari di Menteng, Jakarta Pusat.

Sekaligus diadakannya Festival ini untuk mengajak masyarakat agar menyadari bahwa laut adalah masa depan bangsa.

Sumber: http://suaraagraria.com/detail-20418-kiara-sejahterakan-perempuan-nelayan-lewat-kebijakan-anggaran.html

KIARA: 48 % Penghasilan Keluarga Nelayan Di Pundak Perempuan

KIARA: 48 % Penghasilan Keluarga Nelayan Di Pundak Perempuan

RIMANEWS – Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat mendesak pemerintah segera merevisi Undang-undang Perikanan Nomor 45 tahun 2009, tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 2004, dengan memberi penegasan serta pengakuan peran penting nelayan perempuan.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim melalui keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (21/5), mengatakan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) saja sudah mengakui pentingnya keberadaan dan peran penting perempuan nelayan di dalam aktivitas perikanan skala kecil atau tradisional.

“Hal ini dibuktikan dengan prioritas rekomendasi dilakukannya penelitian secara mendalam mengenai jumlah, sebaran dan peran perempuan nelayan di dunia pasca perundingan Komisi Perikanan FAO tentang Perdagangan Ikan di Norwegia, Februari 2014 lalu,” ujarnya.

Kiara mencatat peran penting perempuan nelayan terbukti dari data bahwa 48 persen penghasilan keluarga nelayan berasal dari perempuan. Untuk menghasilkan kontribusi itu, menurut Kiara, mayoritas perempuan nelayan bekerja lebih dari 17 jam dalam sehari.

Sementara itu, Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) menyatakan pemerintah belum mendukung secara maksimal kegiatan pengembangan ekonomi kreatif yang telah dilakukan komunitasnya di 15 kabupaten atau kota.

Desakan kepada pemerintah tersebut hasil pertemuan bertema “Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia” yang diinisiasi PPNI dan Kiara. Pertemuan itu bertujuan mendesak pemerintah mengakui keberadaan perempuan nelayan, baik di dalam aktivitas perikanan skala kecil maupun keluarga.

Selain itu, pertemuan tersebut juga menjadi sarana pertukaran wawasan dan pengalaman pengembangan ekonomi kreatif seperti pengolahan mangrove, produksi ikan dan kain tenun khas pesisir antarkelompok dan lainnya.

Dari pertemuan itu, selain desakan kepada pemerintah untuk merevisi UU Perikanan, PPNI dan Kiara juga sepakat meminta pemerintah lebih memperhatikan pengelolaan sumber daya ikan yang menghubungkan sektor hulu dan hilir di kampung-kampung perempuan nelayan, agar bisa bersaing di saat pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

Kemudian, PPNI dan Kiara juga meminta pemerintah memprioritaskan kebijakan anggaran nasional dan daerah untuk menyejahterakan dan melindungi perempuan nelayan. (rim/lee)

Sumber: http://m.rimanews.com/read/20140521/152384/kiara-48-penghasilan-keluarga-nelayan-di-pundak-perempuan

Pemerintah Diminta Prioritaskan Nelayan Perempuan

Pemerintah Diminta Prioritaskan Nelayan Perempuan

Yanuar Jatnika

KOALISI Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) mendesak pemerintah memprioritaskan perempuan nelayan dalam kebijakan penganggaran.

“Prioritaskan kesejahteraan dan perlindungan perempuan nelayan di Indonesia dalam kebijakan anggaran nasional dan daerah,” kata Ketua Dewan Presidium Kiara, Armand Manila di Jakarta, Minggu.

Sementara, Sekjen Kiara, Abdul Halim, mengingatkan, FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) yang menjadi himpunan 189 negara anggota sudah mengakui pentingnya keberadaan dan peran penting perempuan nelayan di dalam aktivitas perikanan skala kecil/tradisional.

Hal itu, ujar Halim, dibuktikan dengan prioritas rekomendasi dilakukannya penelitian secara mendalam mengenai jumlah, sebaran dan peran perempuan nelayan di dunia pascaperundingan Komisi Perikanan FAO tentang Perdagangan Ikan di Norwegia, Februari 2014.

Guna mendukung upaya pelestarian ekosistem pesisir dan menyejahterakan masyarakat perempuan nelayan, Kiara meluncurkan program “Donasi Mangrove untuk Kehidupan” dan mengundang masyarakat untuk berkontribusi senilai Rp10.000/batang mangrove.

Kiara bersama dengan PPNI juga mendesak pemerintah merevisi UU Perikanan untuk mengakui dan melindungi keberadaan dan peran perempuan nelayan, serta mendorong hadirnya negara dalam pengelolaan sumber daya ikan yang menghubungkan sisi hulu-hilir kampung nelayan agar kompetitif di dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Sekjen PPNI, Masnuah, mengemukakan, tercatat 48 persen penghasilan keluarga nelayan berasal dari perempuan dan untuk peran tersebut mayoritas perempuan nelayan bekerja lebih dari 17 jam sehari.

“Berbekal dorongan untuk memajukan gerakan perempuan nelayan, berbagai kreasi ekonomi kreatif telah dilakukan oleh komunitas PPNI di 15 kabupaten/kota,” ujarnya.

Masnuah menyatakan, gerakan itu sebagian besar belum mendapat dukungan maksimal pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Aktivitas itu, ujar dia, kemudian memacu kaum perempuan nelayan untuk mengenali hak-hak dasar mereka.

Abdul Halim mengatakan, saat ini nelayan tradisional terus dimiskinkan sementara asing justru difasilitasi, di antaranya melalui Perubahan Undang-Undang (UU) Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Permen Nomor 30 Tahun 2013 tentang Usaha Perikanan Tangkap.

Oleh karena itu, lanjutnya, pemimpin nasional periode 2014–2019 harus membalikkan fakta tersebut sehingga nelayan tradisional bisa hidup sejahtera.

Sabtu pekan lalu, Kaum perempuan nelayan yang tergabung dalam Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) bersama Kiara menggelar Festival Negeri Bahari untuk mengajak masyarakat meyadari laut sebagai masa depan bangsa.

Masnuah, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, mengatakan, festival yang digelar Taman Menteng ini menjadi ruang bagi kelompoknya memperkenalkan potensi ekonomi dari laut kepada masyarakat.

Berbagai olahan mangrove, ikan, dan kain tenun yang diproduksi dari desa-desa pesisir di 15 kabupaten dan kota diperkenalkan kepada masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan.Yanuar Jatnika/Ant

Sumber: http://www.jurnas.com/halaman/29/2014-05-19/301123