Mutu Garam Membaik, Petani Minta Tutup Kran Impor

Mutu Garam Membaik, Petani Minta Tutup Kran Impor

Kamis, 18 September 2014 20:44

SURYA Online, SURABAYA – Mutu dan kualitas garam produksi petani garam rakyat di pesisir pantai Indonesia mulai membaik dengan adanya teknologi baru yang diberikan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan. Meski baru musim pertama, teknologi berupa geo membran inipun sudah memberi harapan petani untuk mampu menghasilkan garam berkualitas tinggi sekaligus meningkatkan harga pokok petani (hpp) garam.

“Tak hanya itu, harapan kedepannya lagi, Kementrian Perdagangan dan Kementrian Perindustrian, juga memberi dukungan untuk menutup kran impor garam baik untuk garam konsumsi maupun garam industri,” kata Sarli, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perkumpulan Petambak Garam Indonesia (PPGI), Kamis (18/9/2014), saat jumpa pers seusai menggelar seminar dan lokakarya nasional “Garam Indonesia dan Kendala Kesejahteraan Petambaknya”.
Kegiatan seminar dan lokakarya itu sendiri digelar di Pondok Pesantren Annuqayah, Sumenep, sejak Senin (15/9/2014) hingga Kamis lalu.

Didampingi dua anggota Dewan Presidium PPGI, Waji Fatah Fadhillah dan Rokib, Sarli menyebutkan, meski teknologi geo membran ini baru dipakai di musim garam tahun 2014 ini, pihaknya sudah mendapatkan kenyataan bila 11 titik sentra penghasil garam di Indonesia, harus mendapat perlindungan untuk bisa mencukupi kebutuhan lokal Indonesia.

Saat ini kebutuhan garam Indonesia, untuk garam konsumsi mencapai 1,24 juta  ton di tahun 2013. Sementara produksi untuk garam konsumsi sudah mencapai 1,31 juta ton. Sementara untuk garam industri mencapai 1,3 juta ton.

“Kami sendiri mencatat produksi garam baik untuk konsumsi maupun industri sudah mencapai 2,4 ton. Sehingga kami perkirakan kebutuhan garam industri dan konsumsi sudah bisa dipenuhi oleh hasil petani,” tambah Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), sebagai penyelenggara seminar dan lokakarya.
Tapi kenyataannya, pemerintah masih melakukan impor garam dari Australia, Jerman, Amerika Serikat (AS), dan India untuk memenuhi pasar garam indurstri. Sehingga harga garam di HPP masih lebih rendah dari kententuan Kementrian Perdagangan yang menetapkan harga ada di Rp 750 per kilogram (kg).

Sementara dari importir, garam industri sudah berharga Rp 1000 per kg. “Sementara yang ada di lapangan, harga garam dari petani hanya berkisar antara Rp 200 per kg hingga Rp 500 per kg,” tambah Halim.

Untuk teknologi yang mendukung peningkatan mutu dan kualitas garam petani, juga sudah diberi bantuan dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupa alat geo membran. Yaitu penggunaan lapisan semacam terpal untuk memberi batasan antara tanah dan air asin atau air laut yang akan menjadi garam. Dengan terpal ini bisa memisahkan tanah yang biasanya tercampur dengan garam saat digaruk atau dipanen.

Meski baru dipakai, Sarli yang juga petani garam asal Indramayu ini menyebutkan bila hasilnya sudah mampu menunjukkan. “Dalam satu petak, perbandingan antara yang pakai geo membran dan non geo membran, ada pada jumlah produksi. Bila yang non geo, satu petak dengan luas sama hanya dapat 25 zak ukuran 25 kg. Sementara dengan geo membran sudah bisa menghasilkan 40 zak ukuran sama,” ungkap Sarli.

Teknologi membran inipun sudah dimanfaatkan oleh PT Garam. Terpisah Direktur Produksi PT Garam M Zainal Alim menjelaskan sebelum menggunakan teknologi Gio membrane, produksi garam kelas premium maksimal hanya mencapai 29.000 ton (Januari-Agustus 2013), tetapi tahun ini bisa memproduksi 53.000 ton per Agustus 2014.

“Meningkatnya produksi garam berkualitas 1 ini disebabkan oleh pemakaian Geomembrane. Selama ini lebih banyak menghasikan garam dengan kualitas 2 dan 3 yang harga jualnya sangat rendah yakni Rp700/kg di wilayah Jawa Timur,” jelas Zainal.

Geomembrane high density polyethylene (HDPE) merupakan lapisan lembar HDPE yang dihamparkan pada lahan garam dan berfungsi sebagai pembatas yang waterproof antara tanah dan bagian lainnya.

“Penggunaan geomembrane ini dilakukan secara efektif pada 2012, dan pada 2011 dilakukan penelitian terlebih dahulu. Penggunaan cara ini membutuhkan investasi kurang dari Rp50 miliar,” ujar Zainal.

Dia mengatakan dengan kualitas yang bagus memungkinkan industri pengolahan pangan maupun obat dalam negeri mau membeli garam dari PT Garam.

Saat ini, katanya, perusahaan yang membeli garam terbesar yakni perusahaan pengolah garam merek Refina atau untuk garam konsumsi, serta PT Kimia Farma (Persero) Tbk untuk diolah menjadi garam farmasi.

Sumber: http://surabaya.tribunnews.com/2014/09/18/mutu-garam-membaik-petani-minta-tutup-kran-impor