Kiara: Nelayan Masih Alami Kesulitan Perizinan Melaut

Metrotvnews.com, Jakarta: Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan masih banyak nelayan yang mengalami kesulitan dalam mengurus perizinan untuk melaut. “Hingga hari ini nelayan masih mengalami kesulitan ketika mengurus
perizinan melaut,” kata Sekjen Kiara Abdul Halim dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (20/7/2014).

Menurut Abdul Halim, birokrasi yang berbelit dan minimnya pengetahuan nelayan tradisional Indonesia dalam mengurus izin membuat nelayan menjadi rentan untuk dikriminalisasi.

Hal itu, ujar dia, secara langsung berdampak bagi kesejahteraan nelayan tradisional Indonesia dan mengakibatkan kemiskinan semakin merajalela di kampung nelayan di berbagai daerah di Tanah Air.

Dia menilai bahwa sampai masa bakti anggota DPR periode 2009-2014 akan berakhir belum ada upaya konkret untuk memberikan payung hukum bagi perlindungan dan pemberdayaan nelayan Indonesia.

“Nelayan masih dianggap masyarakat kelas dua, padahal kontribusi mereka dalam pemenuhan gizi bangsa bisa dirasakan setiap hari di piring-piring masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Sebelumnya, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menginginkan pemerintah mendatang dapat menuntaskan permasalahan kemiskinan nelayan tradisional serta bisa mengangkat tingkat penghasilan masyarakat pesisir di berbagai daerah.

Ketua Dewan Pembina KNTI Riza Damanik mengatakan, dengan menanggulangi persoalan kelautan dan akar kemiskinan nelayan maka hal itu merupakan langkah awal yang diyakini membawa Indonesia sebagai negara kepulauan yang kuat kedepannya.

Selain itu, ujar dia, presiden terpilih juga diminta untuk berkomitmen melaksanakan Instrumen Internasional Perlindungan Nelayan Kecil (International Guidelines on Small Scale Fisheries/IGSSF) yang telah disahkan FAO pada Juni 2014.

Pemberdayaan nelayan tradisional juga dinilai perlu menjadi prioritas pembangunan nasional karena selama ini masih terpinggirkan dalam arus utama perencanaan pembangunan di Tanah Air.

Direktur Pusat Studi Oseanografi dan Teknologi Kelautan Universitas Surya Alan F Koropitan mengingatkan bahwa Indonesia ketika merdeka hanya memiliki luas perairan laut sekitar 100 ribu kilometer persegi, namun dengan adanya Deklarasi Djuanda dan diakui secara internasional maka total luas perairan laut Indonesia menjadi sekitar 5,8 juta kilometer persegi.

Jadi, lanjut dia, luas perairan laut mencapai 70 persen dari total wilayah kedaulatan RI, namun total pekerja di sektor laut dan pesisir hanya berkisar 5,6 juta orang yang terbagi atas 2,3 juta nelayan dan 3,3 juta petambak di Tanah Air. 

Kiara: Nelayan Masih Alami Kesulitan Perizinan Melaut

Metrotvnews.com, Jakarta: Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan masih banyak nelayan yang mengalami kesulitan dalam mengurus perizinan untuk melaut. “Hingga hari ini nelayan masih mengalami kesulitan ketika mengurus
perizinan melaut,” kata Sekjen Kiara Abdul Halim dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (20/7/2014).

Menurut Abdul Halim, birokrasi yang berbelit dan minimnya pengetahuan nelayan tradisional Indonesia dalam mengurus izin membuat nelayan menjadi rentan untuk dikriminalisasi.

Hal itu, ujar dia, secara langsung berdampak bagi kesejahteraan nelayan tradisional Indonesia dan mengakibatkan kemiskinan semakin merajalela di kampung nelayan di berbagai daerah di Tanah Air.

Dia menilai bahwa sampai masa bakti anggota DPR periode 2009-2014 akan berakhir belum ada upaya konkret untuk memberikan payung hukum bagi perlindungan dan pemberdayaan nelayan Indonesia.

“Nelayan masih dianggap masyarakat kelas dua, padahal kontribusi mereka dalam pemenuhan gizi bangsa bisa dirasakan setiap hari di piring-piring masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Sebelumnya, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menginginkan pemerintah mendatang dapat menuntaskan permasalahan kemiskinan nelayan tradisional serta bisa mengangkat tingkat penghasilan masyarakat pesisir di berbagai daerah.

Ketua Dewan Pembina KNTI Riza Damanik mengatakan, dengan menanggulangi persoalan kelautan dan akar kemiskinan nelayan maka hal itu merupakan langkah awal yang diyakini membawa Indonesia sebagai negara kepulauan yang kuat kedepannya.

Selain itu, ujar dia, presiden terpilih juga diminta untuk berkomitmen melaksanakan Instrumen Internasional Perlindungan Nelayan Kecil (International Guidelines on Small Scale Fisheries/IGSSF) yang telah disahkan FAO pada Juni 2014.

Pemberdayaan nelayan tradisional juga dinilai perlu menjadi prioritas pembangunan nasional karena selama ini masih terpinggirkan dalam arus utama perencanaan pembangunan di Tanah Air.

Direktur Pusat Studi Oseanografi dan Teknologi Kelautan Universitas Surya Alan F Koropitan mengingatkan bahwa Indonesia ketika merdeka hanya memiliki luas perairan laut sekitar 100 ribu kilometer persegi, namun dengan adanya Deklarasi Djuanda dan diakui secara internasional maka total luas perairan laut Indonesia menjadi sekitar 5,8 juta kilometer persegi.

Jadi, lanjut dia, luas perairan laut mencapai 70 persen dari total wilayah kedaulatan RI, namun total pekerja di sektor laut dan pesisir hanya berkisar 5,6 juta orang yang terbagi atas 2,3 juta nelayan dan 3,3 juta petambak di Tanah Air. 

Mau Melaut Harus Urus 19 Izin, Nelayan Rentan Kriminalisasi

NEFOSNEWS, Jakarta – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan, birokrasi berbelit dan minimnya pengetahuan nelayan dalam mengurus izin membuat membuat nelayan rentan dikriminalisasi.

Untuk bisa melaut, seorang nelayan harus mengurus sederet perizinan yang jika ditotal jumlahnya mencapai sekitar 19 sampai 21 item izin. Izin ini tidak hanya berlaku bagi nelayan kapal besar, nelayan sopek atau kapal kecil bermesin temple juga harus minta izin.

Parahnya lagi, tiap perizinan mesti diurus di berbagai instansi pemerintah, bukan lewat satu atap. Masa berlaku semua perizinan juga berbeda-beda. Jadi untuk urusan birokrasi ini saja, nelayan harus membuang banyak waktu dan energi.

“Hingga hari ini nelayan masih mengalami kesulitan ketika mengurus perizinan melaut,” kata Sekjen Kiara, Abdul Halim, di Jakarta, Minggu (20/7/14).

Kondisi ini secara langsung berdampak bagi kesejahteraan nelayan tradisional Indonesia dan mengakibatkan kemiskinan semakin merajalela di kampung nelayan di berbagai daerah di Tanah Air.

Kiara sangat kecewa, sebab DPR tidak bisa memenuhi janjinya mengesahkan UU Kelautan sebagai upaya konkret untuk memberikan payung hukum bagi perlindungan dan pemberdayaan nelayan Indonesia.

DPR lebih mementingkan urusan lain seperti membahas UU MD3 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang sangat kontroversial, dibanding mengurusi nelayan yang jumlahnya sangat banyak.

“Nelayan masih dianggap masyarakat kelas dua, padahal kontribusi mereka dalam pemenuhan gizi bangsa bisa dirasakan setiap hari di piring-piring masyarakat Indonesia.”

Sementara itu, Ketua Dewan Pembina KNTI, Riza Damanik, meminta presiden terpilih nantinya mau menuntaskan persoalan nelayan. Tidak sekedar menjadikan program nelayan sebagai agenda kampanye.

“Presiden terpilih untuk mempertimbangkan atau tidak mengulang kesalahan persoalan mendasar kelautan dan akar kemiskinan nelayan,” kata Riza.

Dengan menanggulangi persoalan kelautan, maka KNTI yakin hal itu merupakan langkah awal untuk membawa Indonesia sebagai negara kepulauan yang kuat di masa mendatang. (anila)