PENCURIAN IKAN

PENCURIAN IKAN

Pengawasan Lemah, Regulasi Tak Efektif

JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah kalangan mendesak pemerintah mengoptimalkan pengawasan, mulai dari tingkat perizinan sampai pengawasasn operasi kapal penangkap ikan di laut. Pengawasan yang lemah membuat implementasi regulasi selama ini tidak efektif dan pelanggaran  marak terjadi.

Hal itu disampaikan Sekretaris Jendral Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Abdul Halim,dan pengurus Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Muhammad Billahmar di Jakarta, Senin (10/11).

Saat ini tercatat 182 kapal kecil impor berukuran di bawah 100 gros ton (GT) mendapat izin menangkap di wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia. Sebanyak 14 kapal kecil impor asal Thailand berukuran di bawah 30 GT. Padahal, pemerintah telah menetapkan hanya kapal ikan impor berukuran minimal 100 GT yang boleh beroperasi di wilayah pengolahan perikanan Indonesia.

Abdul Halim menilai, pengamanan laut masih terbelah di banyak instansi dan lembaga. Koordinasi lintas sektor masih lemah karena setiap instansi terikat pada sistem dan aturan masing-masing. Pihaknya mendesak pemerintah membentuk Badan Keamanan Laut yang menyinergikan seluruh sember daya sehingga mampu menangani pelanggaran kejahatan di laut.

Sekretaris Direktorat Jendral Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Abdul Rauf Sam mengemukakan, pihaknya sedang menertibkan semua izin kapal ikan dalam lingkup pemerintah pusat seiring dengan moratorium izin baru kapal ikan impor yang berlaku sampai 30 April 2015.

Pelaksana Harian Direktur Pelayanan Usaha Ditjen Perikanan Tangkap KKP Kosasih menambahkan, yakni menutup celah turun yang membuka potensi pelanggaran oleh pelaku ussaha perikanan.

Jadi penonton

Nelayan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Iksan, menuturkan, nelayan belum bisa   memanfaatkan laut secara maksimal. “Kami cuma bisa melihat nelayan Thailand, Vietnam, Tiogkok mengambil ikan dari sini lalu di bawah ke luar negeri,” ujarnya.

Nelayan asing datang dengan kapal berbobot paling kecil 80 ton dalam rombongan dan mengambil ikan dalam jumlah besar.”kapal-kapal 80 ton itu untuk mencari, lalu diserahkan ke kapal lain yang menampung. Kapal lebih besar biasanya menungguh jauh dari pebatasan Indonesia,” tutur Ikssan.

Nelayan Anambas, Rohman, mengatakan, nelayan Indonesia hanya bisa melaporkan kepada aparat. “Tak bisa segera, harus tunggu sampai dekat ke darat, baru bisa telepon. Kadang mereka (nelayan asing) sudah lari, ujarnya.

Wakil Komandan Satuan 1 Tim Koordinasi Keamana Laut Kolenel UK Agung tidak menampik penjarahan masih marak di Kepri. Bekali-kali aparat menangkap kapal-kapal asing tengah mencuri ikan. “paling banyak di laut Natuna,”katanya.

Aktivis perikanan John Dumais di Kota Belitung, Sulawesi Utara, meminta pemerintah menertibkan kapal ikan asing yang berbendera Indonesia. Kapal ikan asing itu diduga tak  sepenuhnya membongkar  muatan ikan di Pelabuhan Bitung, ikan hasil tangkapan dibongkar hanya separuh. Ia menduga terjadi perdagangan dokumen kapal ikan “bodong”. Dokumen itu diperoleh resmi dari pemerintah, lalu diperjualbelikan ke kapal asing. Sejumlah oknum mendapatkan dokumen itu meski tak memiliki kapal. (LKT/RAZ/FRN/ZAL).

Sumber: KOMPAS, Selasa, 11 November 2014.