Peringatan Hari Nelayan: Pemerintah Wajib Sejahterakan Nelayan dan Perempuan Nelayan
Selasa, 07 April 2015 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM – Semenjak konsep Poros Maritim terus digemakan oleh pemerintahan Jokowi–JK, isu kelautan dan perikanan selalu mendapat tempat di mata masyarakat Indonesia. Sepanjang 2015 gebrakan yang berkaitan dengan nelayan Indonesia terus menjadi perhatian dan fokus masyarakat, seperti pelarangan cantrang, penenggelaman kapal asing, kasus ABK kapal.
Sayangnya gema program tersebut ternyata tak menyentuh kehidupan nelayan tradisional yang masih terus terpinggirkan. “Dengan kondisi kelautan dan perikanan yang terjadi hari ini apakah nelayan Indonesia sudah sejahtera?” kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Abdul Halim dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Senin (6/4).
Fakta di lapangan baik nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya dan pelestari ekosistem pesisir masih hidup dalam kemiskinan dan minim perlindungan dari negara. Seperti yang terjadi di Brebes, Jawa Tengah, 2000 nelayan tidak bisa melaut dan harus menumpuk utang untuk menutupi kebutuhan hidup mereka. Kondisi nelayan semakin diperburuk dengan kenaikan BBM dan harga kebutuhan pokok. “Negara alpa dalam melindungi dan mensejahterakan nelayan serta para pahlawan protein bangsa,” kata Halim.
Dia menegaskan, lima bulan sejak Presiden Joko Widodo dilantik oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, selama itu pula nasib nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya, petambak garam dan pelestari ekosistem pesisir belum beranjak dari kubangan k(p)emiskinan struktural. Karena itulah, perayaan Hari Nelayan Indonesia ke-55 kali ini mengambil tema “Lindungi dan Sejahterakan Nelayan dan Perempuan Nelayan!”
KIARA menginisiasi perayaan Hari Nelayan Indonesia bersama dengan LSM dan organisasi nelayan, perempuan nelayan, petambak garam, pembudidaya dan pelestari ekosistem pesisir lainnya. Sekretaris Jenderal KIARA Abdul Halim mengatakan, hingga kini elum ada perubahan berarti yang dirasakan oleh nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya, petambak garam dan pelestari ekosistem pesisir di 5 bulan pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Hal ini disebabkan sedikitnya 5 hal pokok. Pertama, anggaran yang dialokasikan untuk bidang kelautan dan perikanan tidak diarahkan untuk melindungi dan menyejahterakan masyarakat pesisir skala kecil lintas profesi tersebut. Kedua, meluasnya perampasan wilayah pesisir yang menjadi tempat tinggal dan ruang hidup masyarakat. Ketiga, minusnya ruang partisipasi masyarakat nelayan meski di lapangan sudah sangat signifikan kontribusinya.
Keempat, tidak dihubungkannya aktivitas perikanan skala kecil dari hulu ke hilir. “Dan kelima, tiadanya perhatian pemerintah terhadap relasi ABK dengan juragan/pemilik kapal. Kelima hal ini belum mendapatkan prioritas pemerintahan baru,” ujar Halim.
Karena itu, perayaan Hari Nelayan Indonesia 2015, kata Halim, harus dijadikan sebagai momentum bersejarah bagi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk bergerak melindungi dan menyejahterakan nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya, petambak garam dan pelestari ekosistem pesisir. KIARA menyarankan agar pemerintahan Jokowi-JK menjalankan beberapa langkah berikut.
Pertama, menghentikan seluruh proyek perampasan dan memastikan hak-hak konstitusional nelayan tradisional, perempuan nelayan, pembudidaya, petambak garam dan pelestari ekosistem pesisir terpenuhi terkait dengan pengakuan hak pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kedua, pemberantasan praktek IUU Fishing patut dilakukan secara komprehensif, dimulai dengan merevisi kebijakan yang lemah, memperkuat koordinasi antar-lembaga dengan menghilangkan ego-sektoral, dan melakukan penuntutan dengan dasar hukum yang kuat.
Ketiga, mitigasi dampak dari sebuah kebijakan patut menjadi perhatian ekstra dan dijalankan oleh pemerintah untuk menjamin nelayan dan ABK kapal perikanan yang terdampak merasakan hadirnya negara. Keempat, mengakui keberadaan dan peran perempuan nelayan melalui pendataan sebaran, program dan alokasi anggaran khusus, dan memberikan politik pengakuan,
Kelima, bersungguh-sungguh memberikan pelayanan peningkatan kapasitas dan pemberian akses terhadap sumber modal (melalui bank perikanan), sarana produksi, infrastruktur, teknologi dan pasar kepada nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya, pelestari ekosistem pesisir dan petambak garam. Keenam, menyegerakan penyusunan peraturan pemerintah berkenaan dengan partisipasi masyarakat di dalam memerangi praktek IUU Fishing.
Ketujuh, mengoreksi penyusunan anggaran kelautan dan perikanan berbasis proyek dan mengevaluasinya secara terbuka bersama dengan masyarakat. Kedelapan, meratifikasi Konvensi ILO 188 Tahun 2007 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan dan melakukan harmonisasi kebijakan sektoral lainnya di tingkat nasional. “Dan terakhir menindak tegas pelaku perbudakan di sektor perikanan di Indonesia,” tegas Halim.
Sebelumnya, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Riza Damanik juga mengatakan, KNTI percaya bahwa kesejahteraan nelayan yang ditandai perlindungan dan peningkatan kapasitas nelayan Indonesia dalam melaut adalah kunci keberhasilan pemberantasan pencurian ikan. “Tanpa partisipasi nelayan, prioritas pemberantasan pencurian ikan hanya akan berakhir pada kerja-kerja programatik dan pemborosan, seperti terjadi dengan pemerintahan sebelumnya,” kata Riza.
KNTI menilai dari dua kasus illegal fishing teranyar, masing-masing yaitu putusan ringan kapal raksasa (> 4 ribu GT) pengangkut ikan berbendera Panama MV. Hai Fa dan terungkapnya praktik perbudakan di Benjina, menjelaskan proses penegakan hukum di laut Indonesia kurun 5 bulan terakhir hanya sedikit memberikan efek-jera. “Bahkan, belum berhasil menakut-nakuti mereka yang belum tertangkap, seperti terjadi di Benjina. Diperparah dengan lemahnya koordinasi dan perbedaan prioritas antarlembaga,” tegas Riza.
KNTI yakin bahwa praktik mafia perikanan sangat kuat oleh karena itu aparat penegak hukum sebaiknya memprioritaskan pengungkapan pelaku utama mafia perikanan, baik mereka yang bersembunyi dibalik perusahaan nasional/asing, birokrasi, maupun institusi penegakan hukum. Oleh sebab itu, KNTI mendesak Pemerintahan Jokowi-JK memperkuat strategi pemberantasan pencurian ikan dengan pendekatan kesejahteraan.
Redaktur : Muhammad Agung Riyadi