RUU Perlindungan Nelayan Harus Akui Hak-Hak Nelayan dan Pesisir

Kamis, 18 Juni 2015

JAKARTA, WOL – Sedikitnya 2,2 juta jiwa nelayan yang bergerak di sektor perikanan tangkap, 3,5 juta jiwa pembudidaya, perempuan nelayan dan petambak garam menyambut positif dimulainya pembahasan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan yang menjadi inisiatif DPR-RI.

Koalisi untuk Hak Nelayan dan Masyarakat Pedesaan Pesisir melalui  Abdul Halim, Sekretaris Jenderal KIARA menegaskan, RUU Perlindungan Nelayan menjadi momentum mengakui dan memuliakan pahlawan protein sekaligus produsen pangan bagi kebutuhan nasional, yakni nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya dan petambak garam.

Umtuk itu, Koalisi untuk Hak Nelayan dan Masyarakat Pedesaan Pesisir menyampaikan bahwa RUU ini merupakan tantangan pemerintah untuk menghapus 3 mispersepsi yang dialamatkan kepada nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya dan petambak garam.

Pertama, dalam tingkatan pendapatan, nelayan bukanlah yang termiskin (the poorest of the poor). Fakta yang terpampang jelas adalah absennya Negara dalam memastikan pelayanan hak-hak dasar dan program peningkatan kesejahteraan nelayan tepat sasaran sehingga tengkulak (middle man) memanfaatkan peluang ini. Alhasil, prinsip survival of the fittest  berlaku di perkampungan nelayan.

Kedua, kerentanan nelayan semakin besar akibat ketidakpastian sistem produksi (melaut, mengolah hasil tangkapan, dan memasarkannya) dan perlindungan terhadap wilayah tangkapnya.

Ketiga, marjinalisasi sosial dan politik oleh kekuasaan berimbas kepada minimnya akses masyarakat nelayan terhadap pelayanan hak-hak dasar, misalnya kesehatan, pendidikan, akses air bersih, sanitasi, dan pemberdayaan ekonomi.

“Tiga mispersepsi di atas adalah pekerjaan rumah pemerintah bekerjasama dengan masyarakat kelautan dan perikanan skala kecil untuk diselesaikan. Tanpa dilatari spirit untuk mengakui dan memuliakan pahlawan protein sekaligus produsen pangan tersebut, RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan hanya akan menjadi lembaran negara tanpa meninggalkan jejak kesejahteraan di 10.666 desa pesisir,” tambah Halim.

Budi Laksana, Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia (SNI) mengatakan, “RUU ini harus melihat kekhususan hak yang dimiliki oleh nelayan, baik sebagai warga negara maupun pelaku perikanan skala kecil. Jika hal ini terumuskan dengan baik, maka UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan akan menjadi pintu masuk sejarah bangsa Indonesia dalam upaya mengakui dan menyejahterakan nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya dan petambak garam.” (wol/data2)

Sumber: http://waspada.co.id/warta/ruu-perlindungan-nelayan-harus-akui-hak-hak-nelayan-dan-pesisir/