Siaran Pers Bersama, 27 Agustus 2015: Negara Belum Terang-Benderang Mengakui Keberadaan dan Peran Perempuan Nelayan

 

Siaran Pers Bersama

Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan

 

RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan

Negara Belum Terang-Benderang

Mengakui Keberadaan dan Peran Perempuan Nelayan

 

Jakarta, 27 Agustus 2015. Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menegaskan perempuan nelayan sebagai subyek hukum RUU yang harus dilindungi dan diberdayakan. Hal ini disampaikan di dalam Lokakarya “Mendorong Diakuinya Peran dan Keberadaan Perempuan Nelayan di Indonesia” yang diselenggarakan oleh PPNI bekerjasama dengan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) di Kabupaten Langkat dan Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, pada tanggal 24-26 Agustus 2015.

Ratna Sari Keliat, Ketua PPNI Kabupaten Langkat mengatakan, “Negara mengabaikan keberadaan dan peran penting perempuan nelayan di dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia. Mestinya disebutkan dengan jelas, bukan samar-samar di dalam RUU bahwa perempuan nelayan adalah subyek hukum yang mendapatkan perlindungan dan pemberdayaan”.

Sebagaimana diketahui, di dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam disebutkan di dalam Pasal 1 ayat (4) bahwa nelayan kecil adalah Nelayan yang menggunakan kapal Perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT) dan alat Penangkapan Ikan sederhana yang diatur oleh Menteri dan terhadapnya bebas menangkap ikan di seluruh wilayah pengelolaan Perikanan Republik Indonesia atau bekerja pada pemilik kapal, meliputi Nelayan Tradisional dan Nelayan buruh, termasuk rumah  tangga Nelayan Kecil yang melakukan pemasaran.

Saniah, Ketua PPNI Kabupaten Serdang Bedagai menegaskan, “Perempuan nelayan tidak hanya terlibat di dalam aktivitas pemasaran, melainkan sejak dari pra-produksi, produksi dan pengolahan. Kami meminta kepada DPR-RI untuk memastikan dan memperjelas perlindungan dan pemberdayaan kepada perempuan nelayan di dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan”.

Di dalam lokakarya, terdapat daftar hak perempuan nelayan yang penting mendapatkan perlindungan dan pemberdayaan dari Negara melalui rancangan undang-undang, di antaranya akses terhadap layanan pendidikan dan kesehatan, bantuan hukum, permodalan, air bersih, sanitasi yang baik, dan pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas perempuan nelayan.

Susan Herawati, Deputi Pengawasan dan Evaluasi Program KIARA mengatakan, “Sudah saatnya perempuan nelayan mendapatkan perlindungan dan pemberdayaan nelayan. Terlebih di level internasional sudah ada payung hukumnya, yakni Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) dan Voluntary Guidelines for Securing Sustainable Small-Scale Fisheries in the Context of Food Security and Poverty Eradication. Di kedua aturan internasional ini, Negara diminta memberikan perlakuan secara istimewa kepada perempuan nelayan untuk mendapatkan hak-hak konstitusionalnya.”***

 

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi: 
Saniah, Ketua PPNI Kabupaten Serdang Bedagai, Sumut di +62 813 7689 3506
Ratna Sari Keliat, Ketua PPNI Kabupaten Langkat, Sumut di +62 852 7091 3378
Susan Herawati, Deputi Bidang Pengawasan dan Evaluasi Program KIARA di +62