HAK PERIKANAN TRADISIONAL MASIH DICUEKIN
Senin, 16 November 2015
RMOL. Masih terabaikan, hak perikanan tradisional (tradisional fishing rights) diminta segera diatur perlindungannya dalam Rancangan Undang Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.
Di dunia internasional, hak perikanan tradisional sudah diakui dan diatur secara legal. Namun di Indonesia masih terabaikan. Hukum Laut Internasional atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 telah mengatur penghormatan atas hak perikanan tradisional ini.
Hal ini diungkap Koordinator Jaringan Pengembangan Kawasan Pesisir Sulawesi Tenggara, Muhammad Armand. “Hak perikanan tradisional masih terabaikan. Indonesia harus melindungi hak perikanan tradisional ini,” ujarnya, dalam Diskusi Publik bertajuk Mendorong Hadirnya Undang Undang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, Dan Petambak Garam, yang diselenggarakan oleh Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) bekerjasama dengan Perkumpulan Baileo dan Universitas Pattimura Ambon, Maluku.
Menurut Armand, terkait hal ini, perubahan RUU bisa dilakukan pemerintah di tengah pembahasan lintas kementerian/lembaga negara yang dikoordinasikan oleh kementerian kelautan dan perikanan.
“RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak garam melupakan pentingnya memberikan pengakuan dan perlindungan kepada pelaku perikanan tradisional yang melaut di tapal batas negara. Padahal, aktivitas nelayan tradisional ini sudah berlangsung sejak abad ke-16,” ujarnya.
Sementara Sekjen Kiara, Abdul Halim menjelaskan, pada pasal 51 UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982, diatur tentang perjanjian yang berlaku, hak perikanan tradisional, dan kabel laut yang ada.
Tanpa mengurangi arti ketentuan pasal 49, jelasnya, negara kepulauan harus menghormati perjanjian yang ada dengan negara lain. Selain itu, juga harus mengakui hak perikanan tradisional dan kegiatan lain yang sah dari negara tetangga.
Mengacu pada ketentuan itu, lanjut lanjut Halim lagi, pemerintah jangan mengabaikan hak perikanan tradisional Indonesia. “Sudah semestinya pemerintah memasukkan klausul ini ke dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. Ini demi memastikan hak-hak nelayan tradisional di perairan perbatasan negara terlindungi,” ujarnya.
Di dalam diskusi publik ini, hadir sebagai narasumber antara lain Pembantu Rektor Bidang Administrasi Umum Universitas Pattimura Maluku Prof Dr M.J. Sapteno, Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi IHCS (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice) Gunawan, dan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Maluku Prof Dr Alex Retraubun. ***
Sumber: http://www.rmol.co/read/2015/