Kabar Bahari: Reklamasi Teluk Benoa

kb-21jpg_page1Petisi daring berjudul “Pak Jokowi, Segera Batalkan Perpres 51 Tahun 2014” yang digagas oleh musisi Superman Is Dead, Navicula, dan Nosstress dari Denpasar, Bali, resmi didukung oleh 49.875 pendukung saat penutupannya. Petisi ini diperluas melalui laman https://www.change.org/p/pak-jokowi-tolak-reklamasi-teluk-benoa-batalkan-dan-cabut-perpres-51-2014.

Seperti diketahui, petisi ini dilatarbelakangi oleh penolakan masyarakat Bali mengenai rencana kegiatan revitalisasi Teluk Benoa. Pemakaian kata “revitalisasi” nyatanya hanya kedok untuk mengaburkan makna sesungguhnya, yakni “reklamasi”.

Ada 13 alasan penolakan terhadap reklamasi Teluk Benoa (selengkapnya lihat Tabel 1), yakni (1) hilangnya fungsi konservasi; (2) banjir; (3) rentan bencana; (4) terumbu karang rusak; (5) mengancam ekosistem mangrove; (6) abrasi; (7) bencana ekologis meluas; (8) tanah murah untuk investor; (9) kebijakan pro investor rakus; (10) pembangunan tidak berimbang; (11) terbuai janji investor; dan (12) mengingkari komitmen pelestarian terumbu karang; dan (13) kebangkrutan pariwisata.

 

Ikuti informasi terkait kabar bahari >>KLIK DISINI<<

Mutu Impor Ikan Dinilai Rawan

JAKARTA, KOMPAS – Impor ikan yang terus mengalir tanpa pengawasan yang memadai rawan terhadap kualitas produk pengolahan. Pemerintah seharusnya fokus mendorong daya saing nelayan untuk mengisi kebutuhan industri.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Abdul Halim mengemukakan itu di Jakarta, Kamis (16/6).

Ia menambahkan, impor ikan harus diwaspadai karena dapat mematikan sentra-sentra produksi ikan nasional dan menurunkan kualitas ikan yang dijual di pasaran.

Seperti diberitakan, ribuan ton ikan impor masuk di beberapa pelabuhan umum. Beberapa ikan yang diimpor itu merupakan jenis ikan yang juga diproduksi di dalam negeri, seperti tuna mata besar, tuna sirip kuning, dan cakalang.

Menurut Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rina, pihaknya sedang menelusuri asal-usul ikan impor yang masuk ke Indonesia. Pemeriksaan juga mencakup uji sampel laboratorium hingga verifikasi keaslian sertifikat kesehatan hasil perikanan ke negara asal ikan.

Penggunaan Kapal

Ia menambahkan, pihaknya juga sedang mengecek alasan penggunaan kapal pengangkut (tramper) untuk membawa muatan 2.300 ton ikan impor. Ikan itu diimpor di PT Pahala Bahari Nusantara dan dalam proses pembongkaran muatan di Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara.

Penelusuran itu dilakukan dengan mengecek hingga ke negara asal impor, antara lain Mikronesia dan Korea Selatan.

“Kami mengecek kenapa impor ikan itu diangkut dengan kapal tramper  dan bukan kapal peti kemas,” ujarnya.

Dari data KKP, izin pemasukan (impor) hasil perikanan yang diterbitkan KKP selama Januari-April 2016 sebesar 86.063,38 ton. Jumlah izin impor itu melonjak dibandingkan dengan periode Januari-Maret 2016 sebesar 29.035 ton.

Menurut Rina, pemeriksaan dan verifikasi ikan impor dapat dilakukan berbarengan dengan pembongkaran ikan di pelabuhan. Akan tetapi, selama pemeriksaan berlangsung, ikan hasil bongkaran wajib dimasukkan ke instalasi karantina perusahaan dan dilarang dibawa ke pabrik.

“Produk (impor) harus dibongkar dan dimasukkan ke instalasi karantina, bukan langsung dibawa ke pabrik,” ujar Rina.

Seperti diberitakan, Manajer PT Pahala Bahari Nusantara Tony mengemukakan, pihaknya mengimpor ikan curah jenis cakalang dan baby tuna sebanyak 2.300 ton. Impor dilakukan guna mencukupi kebutuhan bahan baku pembuatan loin (kompas  8/6).

Menurut Tony, stok ikan cakalang dan tuna di gudang pendingin perusahaan itu sudah menipis, hanya cukup untuk produksi satu bulan. Padahal, perusahaan membutuhkan jaminan ketersediaan stok minimal untuk dua bulan berproduksi.

Sumber: Kompas, 17 Juni 2016. Halaman 18

Nelayan Ragukan Kapal Bantuan

JAKARTA, KOMPAS – Program pengadaan kapal bantuan untuk koperasi nelayan mulai menuai keraguan. Di kalangan koperasi, muncul kekhawatiran kapal itu tak bisa digunakan karena spesifikasinya tidak sesuai kondisi wilayah.

Di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, koperasi nelayan menolak bantuan kapal karena khawatir proyek pengadaan kapal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu tidak bisa dioperasikan.

Menurut Ketua Koperasi Serba Usaha Muara Baimbai Sutrisno, yang dihubungi dari Jakarta, akhir pekan lalu, pihaknya menolak dua bantuan kapal berukuran 3-5 gros ton (GT). Spesifikasi kapal bantuan ini tidak sesuai dengan kapal yang biasa digunakan nelayan.

Dengan spesifikasi kapal yang tidak sesuai harapan, pihaknya khawatir bantuan kapal mangkrak. “Daripada (kapal bantuan) menjadi beban karena tidak bisa digunakan, kami putuskan menolak,” ujar Sutrisno.

Menurut dia, sebenarnya pihaknya telah mengusulkan spesifikasi dan desain kapal yang biasa digunakan nelayan dan sesuai dengan karakter perairan di Sumatera Utara. Usulan itu disampaikan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Serdang Bedagai. Akan tetapi, Dinas Perikanan dan Kelautan menginformasikan, pilihan model kapal sudah ditentukan pemerintah pusat.

“Bantuan seharusnya disesuaikan dengan karakter wilayah dan kebutuhan nelayan. Kapal yang cocok di Jawa belum tentu cocok untuk Sumatera,” ujarnya.

Tahun 2016, pemerintah berencana memberikan bantuan 3.450 kapal untuk koperasi nelayan senilai total Rp 2 triliun. Ada 1.052 koperasi calon penerima bantuan kapal yang disaring dari 20.000 koperasi nelayan di Indonesia.

Keraguan soal bantuan kapal nelayan juga disampaikan Hamsah, Ketua Kelompok Usaha Bersama Nelayan Pulau Bunyu, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Ada tawaran bantuan tiga kapal untuk Pulau Bunyu. Akan tetapi, nelayan tidak pernah dilibatkan terkait bentuk dan desain yang sesuai dengan karakter wilayah tersebut. Muncul kekhawatiran, desain dan spesifikasi kapal nantinya tak sesuai harapan sehingga kapal tidak bisa dimanfaatkan.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim mengemukakan, munculnya keraguan dan penolakan bantuan kapal oleh koperasi nelayan disebabkan tidak ada ruang partisipasi masyarakat dalam menentukan spesifikasi kapal dan fasilitasnya.

Sumber: Kompas, 13 Juni 2016.

Impor Ikan Dibuka Meluas, Industri Kekurangan Bahan Baku

JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah mengizinkan impor ikan secara luas untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan ikan. Volume impor ikan tidak dibatasi sepanjang aktivitas impor tersebut dilakukan untuk mengatasi kekurangan bahan baku industri pengolahan.

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo mengemukakan hal itu di Jakarta, Minggu (5/6).

Pemberian izin impor ikan ini ditempuh menyikapi kekurangan bahan baku yang dialami sejumlah industri pengolahan. Impor ikan yang masuk wajib diolah untuk peruntukan re-ekspor atau pasar produk olahan di dalam negeri. Produk olahan tersebut antara lain berupa makanan kalengan, fillet, dan pindang.

“Semua jenis ikan boleh diimpor sepanjang bukan tergolong jenis ikan yang dilindungi serta dilarang untuk diperdagangkan bebas ke pasar lokal,” ujar Nilanto.

Nilanto menambahkan, ikan di laut saat ini berlimpah, tetapi sistem rantai dingin masih tidak siap untuk menampung dan menyimpan hasil tangkapan nelayan. Sejumlah gudang pendingin belum tersedia di sentra-sentra tangkapan ikan. Daripada ikan terbuang karena tidak terserap, sebagian nelayan menangkap seadanya sehingga pasokan terbatas dan memicu industri kekurangan bahan baku.

“Indonesia begitu luas. Ikannya banyak, tetapi gudang pendingin tidak siap. Sedangkan investasi sarana pendingin dari yang tidak ada menjadi ada memakan waktu. Impor ikan menjadi solusi sementara untuk mencukupi kebutuhan bahan baku,” ujar Nilanto.

Impor ikan akan masuk dari lima pintu pelabuhan umum, yakni Pelabuhan Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Mas (Semarang), Tanjung Perak (Surabaya), dan Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar).

Persyaratan impor ikan yang ditetapkan antara lain industri telah menyerap bahan baku lokal, tetapi masih kekurangan bahan baku. Semua ikan yang diimpor nantinya harus diolah dan dipasarkan sesuai peruntukan yang tercantum dalam izin impor. Izin impor ini berlaku untuk kurun enam bulan. Apablia terjadi kekurangan, izin impor dapat diajukan kembali. “Apabila terjadi pelanggaran peruntukan, izin impor akan dihentikan,” ujarnya.

Menurut Nilanto, pihaknya masih mendata jumlah ikan yang diimpor. Terkait potensi perembesan ikan impor, pihaknya akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Dari informasi yang dihimpun Kompas, kapal pengangkut bermuatan 2.300 ton ikan impor akan masuk ke Pelabuhan Muara Baru, pekan ini, setelah melaporkan muatan di Pelabuhan Tanjung Priok.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim menilai, meluasnya impor ikan sangat memprihatinkan saat ikan di laut Indonesia diklaim melimpah.

Perlu waspada

Pengurus DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Muhammad Billahmar mengemukakan, kekurangan bahan baku industri kecil, seperti ikan pindang, perlu diwaspadai. Hal ini karena industri semacam itu kebanyakan tidak berbadan hukum sehingga impornya lewat importir nonprodusen. Apabila tidak diawasi dengan baik, impor bisa merembes ke pasar lokal.

“Untuk industri kecil usaha perorangan, wadahi mereka dalam koperasi agar koperasinya bisa mengimpor bahan baku untuk keperluan anggota,” ujarnya.

Billahmar menambahkan, impor ikan dapat mengatasi kekurangan bahan baku industri pengolahan di Tanah Air sepanjang hal itu dipakai untuk keperluan industri. Namun, kuota impor perlu diberikan kepada perusahaan-perusahaan tersebut agar tidak disalahgunakan. “Untuk industri besar, kuota impor harus diberikan kepada prosesor agar tidak disalahgunakan, terutama untuk mencegah terjadinya fish laundering,”  ujarnya.

Tahun 2016, KKP mengalokasikan anggaran sekitar Rp 1,3 triliun untuk mendorong rantai pemasaran berupa pembangunan gudang pendingin, sistem logistik, pengadaan kapal pengangkut, dan perluasan pasar.

Terkait dengan peningkatan daya saing, pemerintah tahun ini antara lain menyiapkan pengadaan 32 gudang pendingin, 29 gudang pendingin terintegrasi, 354 mesin pemecah es, 1 pasar ikan terintegrasi, 2 kapal angkut ikan, 3 pabrik tepung ikan, 10 pabrik rumput laut, dan 7 gudang penyimpanan rumput laut.

Sumber: Kompas, 6 Juni 2016. Halaman 18