Terumbu Karang Raja Ampat Rusak, Emisikan 10,5 Juta Ton Karbon
Jakarta, – Kerusakan terumbu karang di kawasan Raja Ampat, Papua Barat telah membawa dampak lingkungan yang sangat serius. Pusat Data dan Informasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) tahun 2017 mencatat, rusaknya 1.600 meter persegi terumbu karang di Raja Ampat berdampak pada lepasnya 10,5 juta ton lebih emisi karbon per tahun ke atmosfer.
Hal ini jelas akan membawa dampak buruk yang memperparah perubahan iklim. “Terlebih lagi, karbon memerlukan lebih dari 50 tahun untuk dapat terikat secara permanen di salah satu tempat penyimpanannya,” kata Pelaksana Sekretaris Jenderal KIARA Arman Manila, dalam pernyataan tertulis yang diterima Villagerspost.com, Kamis (16/3).
Karena itu KIARA mendesak agar pemerintah harus menindak tegas pelaku perusakan 1.600 meter persegi terumbu karang Raja Ampat tersebut. Diketahui, Kapal Pesiar MV Caledonian SKY menerobos perairan Raja Ampat pada Sabtu (4/3) yang mengakibatkan 8 genus terumbu karang rusak parah.
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem pesisir yang mampu menyerap karbon sebanyak 65,7 juta ton/tahun. “Bisa dibayangkan, kita butuh waktu setengah abad untuk memulihkan kerusakan terumbu karang di Raja Ampat,” tegasnya.
KIARA memperkirakan, akan ada 525,6 juta ton karbon tak diserap terumbu karang dan dilepaskan ke atmosfir dalam jangka waktu 50 tahun tersebut. Angka tersebut akumulatif, jika saja setahun terdapat 10,5 juta ton karbon yang terlepas ke atmosfir. “Itu terumbu karang yang dihitung, bayangkan disitu ada juga ada plankton dan ekosistem lainnya,” terang Arman.
Kerusakan karang yang terjadi di Raja Ampat tidak dapat diselesaikan hanya sekadar pada mekanisme ganti rugi mengingat terumbu karang memiliki kemampuan tinggi untuk menyerap dan menyimpan karbon, namun memiliki kemampuan yang cukup lama untuk kembali menyimpan karbon dalam salah satu ruang penyimpanannya. KIARA mengingatkan pemerintah Indonesia harus mengambil langkah tegas untuk melakukan penegakan hukum terhadap Kapal Pesiar MV Caledonian SKY dan memberlakukan moratorium hak lintas kapal pesiar di perairan Indonesia.
Arman Manila, menegaskan, dalam memproses kasus ini, tim bersama yang akan melakukan rencana gugatan dimana diantaranya adalah KKP, Kemenko Maritim, KLHK dan lainnya harus terpadu. “Harapannya tim ini tidak boleh terjebak pada rumitnya tumpang tindih kebijakan dan ego sektoral. Di sisi lain, perlu ada leading sector yang fokus menyelesaikan kasus ini,” ujarnya.
Hal terpenting yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah melakukan tindakan preventif agar kasus ini tidak terulang lagi. “Yaitu dengan memberlakukan patroli rutin di perairan Indonesia dan mempertegas jalur perairan yang tidak boleh dilintasi oleh kapal-kapal besar,” pungkasnya.