PENGEMBANG REKLAMASI MELIBATKAN DIRI DALAM GUGATAN HAK GUNA BANGUNAN PULAU D HASIL REKLAMASI

Siaran Pers Bersama
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta

PENGEMBANG REKLAMASI MELIBATKAN DIRI DALAM GUGATAN HAK GUNA BANGUNAN PULAU D HASIL REKLAMASI

Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta kembali menggelar sidang gugatan Hak Guna Bangunan (HGB) Pulau D hasil reklamasi hari ini (24/1). Agenda dari persidangan kali ini ialah jawaban dari Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara selaku Tergugat namun ternyata Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara mohon waktu 1 (satu) minggu lagi karena jawaban belum selesai dibuat sehingga hakim memutuskan untuk menunda persidangan selama satu minggu pada 31 Januari 2018.

Adapun gugatan yang diajukan oleh Tim Advokasi Selamatkan Teluk Jakarta ini, mempermasalahkan penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara Nomor 1697/HGB/BPN-09.05/2016 tentang pemberian Hak Guna Bangunan kepada PT. Kapuk Naga Indah. Di mana dalam proses penerbitan Surat Keputusan tersebut banyak terdapat cacat hukum formil dan materiil yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu contoh nyata kejanggalan tersebut dapat dilihat dari proses pengukuran dan pengolahan data fisik serta yuridis yang hanya dilakukan dalam waktu satu hari yakni pada tanggal 24 Agustus 2017. Padahal di sisi lain Surat Keputusan tersebut terbit pada tanggal 23 Agustus 2017. Kejanggalan ini hanyalah salah satu dari sekian banyak kejanggalan lain perihal terbitnya HGB tersebut.

Selain itu dalam persidangan kali ini PT. Kapuk Naga Indah hadir dan mengajukan diri sebagai Pihak Intervensi. Kehadiran tersebut berdasarkan pemberitahuan dari pihak pengadilan kepada PT. KNI selaku pihak yang berkepentingan atas perkara yang sedang diperiksa. Hal ini dimungkinkan berdasarkan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Melalui kuasa hukumnya, PT. KNI mengajukan diri sebagai pihak Tergugat II Intervensi dan jika dikabulkan oleh Majelis Hakim maka selaku pengembang reklamasi Pulau D sekaligus pemegang Hak Guna Bangunan Pulau D ini akan duduk bersama-sama dengan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara di deretan Tergugat. Majelis Hakim yang dipimpin Adhi Budhi Sulistyo, S.H., M.H. kemudian menyatakan bahwa mengenai permohonan PT. KNI akan diputuskan dalam sidang minggu depan.

Narahubung :
Nelson – LBH Jakarta (0813-9682-0400)
Tigor – KIARA (0812-8729-6684)
Marthin – KNTI (0812-8603-0453)
Ohiyong – ICEL (0857-7707-0735)
Ronald – WALHI (0877-7560-7994)

Tanggapi Rencana Impor Garam 2018, KIARA Sebut Pemerintah Tak Miliki Politik Kedaulatan Pangan

Jakarta – Kabar yang menyebutkan bahwa Pemerintah Republik Indonesia akan kembali melakukan impor garam industri sebanyak 3,7 juta ton patut dipertanyakan secara kritis oleh masyarakat Indonesia. Pasalnya, pemerintah baru saja mengambil kebijakan impor beras sebanyak 500.000 ton. Dua kebijakan yang diambil di awal tahun 2018 ini menunjukkan bahwa Pemerintah telah kehilangan akal dalam membangun kedaulatan pangan yang senantiasa digaungkan saat kampanye pemilihan presiden tahun 2014 lalu.

Menanggapi permasalahan tersebut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati pun turut mempertanyakan kebijakan yang akan diambil pemerintah saat ini tersebut.

“Sejak tahun 1990, kebijakan Pemerintah Indonesia tidak bisa lepas dari ketergantungan terhadap garam impor. Sampai kapan bangsa ini akan terus impor? Sampai kapan bangsa ini akan berdaulat?” ungkap Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) di Jakarta, Sabtu (20/1/2018).

Susan menilai, impor garam yang terus dilakukan mencerminkan kegagalan Pemerintah dalam membangun kedaulatan pangan. Padahal, jika pemerintah memiliki political will yang kuat, sudah sejak lama Indonesia menjadi negara produsen garam dengan kualitas tinggi dan tidak tergantung terhadap garam negara lain.

Menurut Susan, jika selama ini persoalan utama garam industri di Indonesia terkait kadar Natrium Chlorida (NaCl) yang belum bisa mencapai sampai angka 97,4 persen, maka pemerintah harus menggandeng ilmuwan, lembaga riset, dan juga perguruan tinggi di Indonesia untuk dapat menyelesaikan persoalan ini.

“Indonesia punya banyak ilmuwan, lembaga riset, dan universitas yang dapat membantu menyelesaikan persoalan kualitas garam ini. Namun, selama ini ketiga potensi tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah. Dan pada akhirnya, pemerintah selalu mengambil jalan pintas, yaitu impor garam,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa persoalan kualitas garam Industri di Indonesia bukan persoalan tak adanya teknologi melainkan persoalan politik, yaitu politik kedaulatan pangan yang absen dalam kebijakan pemerintah. “Selama politik pangan pemerintah adalah politik impor, maka mustahil dapat berdaulat dan swasembada garam pada tahun 2019,” lanjutnya.

Berdasarkan hal tersebut, Susan meminta pemerintah Indonesia untuk segera melibatkan ilmuwan, lembaga riset, dan universitas yang kredibel dalam rangka memproduksi garam nasional yang mampu mencapai kadar NaCl lebih dari angka 97,4 persen. “Selain itu, kami meminta pemerintah untuk segera memperbaiki tata nigari garam dari hulu sampai hilir supaya ketergantungan terhadap impor segera dapat ditinggalkan,” tandasnya.

Sumber Berita: http://maritimnews.com/tanggapi-rencana-impor-garam-2018-kiara-sebut-pemerintah-tak-miliki-politik-kedaulatan-pangan/

Impor Garam 2018, KIARA: Pemerintah tak Punya Politik Kedaulatan Pangan!

Siaran Pers
Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

Impor Garam 2018, KIARA: Pemerintah tak Punya Politik Kedaulatan Pangan!

Jakarta, 20 Januari 2018 – Pemerintah Republik Indonesia akan kembali mengimpor garam industri sebanyak 3,7 juta ton patut dipertanyakan secara kritis oleh masyarakat Indonesia. Pasalnya, pemerintah baru saja mengambil kebijakan impor beras sebanyak 500.000 ton. Dua kebijakan yang diambil di awal tahun 2018 ini menunjukkan bahwa Pemerintah telah kehilangan akal dalam membangun kedaulatan pangan yang senantiasa digaungkan saat kampanye presiden tahun 2014 lalu.

“Sejak tahun 1990, kebijakan Pemerintah Indonesia tidak bisa lepas dari ketergantungan terhadap garam impor. Sampai kapan bangsa ini akan terus impor? Sampai kapan bangsa ini akan berdaulat?” ungkap Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) di Jakarta, Sabtu (20/1/2018).

Susan menilai, impor garam yang terus dilakukan mencerminkan ketidakbecusan Pemerintah dalam membangun kedaulatan pangan. Padahal, jika pemerintah memiliki political will yang kuat, sudah sejak lama Indonesia menjadi negara produsen garam dengan kualitas tinggi dan tidak tergantung terhadap garam negara lain.

Menurut Susan, jika selama ini persoalan utama garam industri di Indonesia kadar Natrium Chlorida (NaCl) belum bisa mencapai sampai angka 97,4 persen, maka pemerintah harus menggandeng ilmuwan, lembaga riset, dan juga perguruan tinggi di Indonesia untuk dapat menyelesaikan persoalan ini.

“Indonesia punya banyak ilmuwan, lembaga riset dan universitas yang dapat membantu menyelesaikan persoalan kualitas garam. Namun, selama ini ketiga potensi tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah. Akhirnya, pemerintah selalu mengambil jalan pintas, yaitu impor garam,” tegas Susan Herawati.

Persoalan kualitas garam Industri di Indonesia, tambah Susan, bukan persoalan tak adanya teknologi melainkan persoalan politik: politik kedaulatan pangan yang absen dalam kebijakan pemerintah. Selama politik pangan pemerintah adalah politik impor, maka mustahil dapat berdaulat dan swasembada garam pada tahun 2019.

Berdasarkan hal tersebut, Susan meminta pemerintah Indonesia untuk segera melibatkan ilmuwan, lembaga riset, dan universitas yang kredibel dalam rangka memproduksi garam nasional yang mampu mencapai kadar NaCl lebih dari angka 97,4 persen. “Selain itu, kami meminta pemerintah untuk segera memperbaiki tata nigari garam dari hulu sampai hilir supaya ketergantungan terhadap impor segera dapat ditinggalkan,” tandasnya. (*)

Informasi lebih lanjut
Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA di 082111727050