Pernyataan Maladminstrasi Sertifikat di Pulau Pari Perlu Respon Cepat dari Berbagai Pihak

 

Siaran Pers Koalisi Selamatkan Pulau Pari

Pernyataan Maladminstrasi Sertifikat di Pulau Pari
Perlu Respon Cepat dari Berbagai Pihak

Jakarta, 10 April 2018. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan adanya maladministrasi dalam proses penerbitan 62 sertifikat hak milik dan 14 hak guna bangunan di Pulau Pari.

Dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan ORI menyimpulkan terjadi maladministrasi dalam bentuk penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang dan pengabaian kewajiban hukum oleh Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara. Hal ini disampaikan pada konferensi pers yang diadakan hari Senin, 9 April 2018 di Kantor ORI, Kuningan, Jakarta.

Warga Pulau Pari mengapresiasi ORI dalam hasil pemeriksaan akhir ini. “Kami warga Pulau Pari mengapresiasi ORI yang menyatakan adanya dugaan maladministrasi dalam penerbitan sertifikat di Pulau Pari, kami berharap sertifikat-sertifikat itu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.” Kata Edy Mulyono, Ketua RT 01/RW 04 Pulau Pari.

Sementara itu Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP) yang terdiri dari WALHI, LBH Jakarta, KIARA, KNTI, PBHI, SP, SPI, dan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), mengatakan selain tindakan korektif yang disarankan Ombudsman, hendaknya temuan Ombudsman direspon baik oleh beberapa pihak yang terkait dengan konflik tanah di Pulau Pari, antara lain:
1. Kepolisian Republik Indonesia, terutama Kepolisian Republik Indonesia, Daerah Metro Jaya, Resor Kepuluan Seribu agar menghentikan Kriminalisasi atas pengaduan Pintarso Adijanto, dan atau siapa pun pihak pemegang sertifikat yang terbit karena maladministrasi tersebut. Saat ini satu orang warga telah berstatus tersangka, bahkan dalam waktu dekat akan disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan tuduhan Pasal 385 ke –(4) subsider Pasal 167 KUHPidana, sementara satu orang warga dalam status saksi. Adapun Kuasa Hukum warga yang dikriminalisasi telah berulangkali meminta penghentian proses pidana ini karena karena adanya konflik tanah dilatar belakang tuduhan pidana ini, akan tetapi Kepolisian Republik Indonesia Resor Kepulauan Seribu tetap melanjutkan hingga warga ada warga yang dihukum penjara. Ini telah mengabaikan prinsip hukum “Lebih baik melepas 1000 orang yang bersalah, daripada memenjarakan satu orang yang tidak bersalah.”

2. Kejaksaan Republik Indonesia, menghentikan dakwaan terhadap sulaiman yang sedang dalam proses pengajuan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan mendasarkan pada alasan hapusnya penuntutan perkara karena secara substansi SHM dan SHGB telah cacat prosedur dan cacat kewenangan;

3. Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk mengambil putusan menghentikan perkara dengan memperhatikan temuan Ombudsman Republik Indonesia dalam menangani atas nama Sulaiman, warga Pulau Pari;

4. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu, agar memberi perlindungan kepada warga Pulau Pari sebagai pelaku ekonomi pariwisata bukan perlindungan sebagai tenaga kerja, berhenti menawar-nawarkan pulau pari kepada investor, sebab warga Pulau Pari saat ini adalah “Investor” yang membangun pariwisata dengan swadaya tanpa bantuan pemerintah, sebaiknya pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu lebih memperhatikan peningkatan kemampuan warga Pulau Pari sebagai pelaku ekonomi agar mereka mandiri dan maju secara ekonomi seperti janji Nawacita.

5. Menteri ATR/BPN agar segera mencabut sertifikat yang terbit di Pulau Pari, dan memberikan kepastian hukum atas penguasaan dan pengelolaan tanah oleh warga di Pulau Pari melalui Reforma Agraria dengan Skema Legalisasi Asset.

6. Presiden RI dan Kementerian Perikanan dan Kelautan menjamin pemenuhan hak konstitusi Warga Pulau Pari sesuai Undang-Undang Dasar Repbulik Indoneisa Tahun 1945, terutama:

Pasal 27 ayat (2) UUD 45 Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
“tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”
Pasal 28 H ayat (1) Hak hidup sejahtera, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang sehat
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”

7. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kemungkinan ada dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan sertifikat di Pulau pari.

Tanpa tindakan-tindakan ini, dikawatirkan temuan LAHP Obmbudsman tidak membawa arti apa-apa bagi warga Pulau Pari.

Narahubung:
Edy Mulyono : 08 18 08 71 51 17
Fatilda Hasibuan : 08 12 60 76 75 26
Tigor Hutapea : 08 12 87 29 66 84