14 Perusahaan Ekspor Benih Lobster Salahi Aturan, KIARA: Masalah Utamanya adalah Permen KP 12 Tahun 2020

Siaran Pers

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

www.kiara.or.id

 

Jakarta, 25 September 2020 — Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) melontarkan kritik keras terhadap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Komisi IV yang DPR sepakat mencabut sementara izin 14 eksportir benih bening lobster. Alasan pencabutan izin sementara itu dilakukan adanya fakta pelanggaran terhadap peraturan Perundang-undangan yang dilakukan oleh ke-14 perusahaan tersebut.

Bentuk pelanggaran yang dimaksud adalah perusahaan eksportir memanipulasi jumlah benih yang akan diekspor dari Indonesia ke Vietnam. Di atas kertas, jumlah benih yang akan diekspor dilaporkan sebanyak 1,5 juta benih, tetapi ada sekitar 1,12 juta benih yang tidak dilaporkan.

Menurut Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati, praktik manipulasi yang dilakukan oleh 14 perusahaan itu terjadi karena merasa diberikan legitimasi oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia. “Dengan demikian, akar persoalannya adalah terletak pada Permen KP No. 12 Tahun 2020. Aturan ini harus segera dicabut,” tegasnya.

Lebih lanjut, dalam pandangan Susan, manipulasi data ekspor benih lobster yang dilakukan oleh 14 perusahaan menambah deretan persoalan serius sejak diterbitkannya Permen KP No. 12 Tahun 2020 sejak awal bulan Mei 2020. Sebelumnya, persoalan yang muncul seiring dengan terbitnya Permen tersebut adalah ketiadaan kajian ilmiah, ketidakterbukaan penetapan perusahaan ekspor yang jumlahnya terus bertambah, ketiadaan partisipasi nelayan lobster dalam perumusan kebijakan ini, serta keterlibatan banyak politisi yang memiliki perusahaan ekspor benih lobster mendapatkan izin ekspor.

“Deretan persoalan itu akan terus terjadi pada masa-masa ke depan jika Permen ini tidak segera dicabut,” tambah Susan Herawati.

Selanjutnya, Susan mengatakan bahwa pencabutan izin sementara terhadap 14 perusahaan tetapi tanpa mencabut izin budidayanya merupakan bentuk nyata lemahnya penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam sektor kelautan dan perikanan.

“Dalam konteks penegakan hukum, seharusnya 14 perusahaan sebagai pelaku pelanggaran diberikan sanksi berat berupa pencabutan izin dan memasukan nama-nama perusahaan tersebut dalam daftar hitam supaya ada efek jera, apalagi bentuk pelanggarannya adalah melakukan manipulasi,” ungkap Susan.

Susan mendesak bentuk pemberian sanksinya berupa dicabutnya seluruh izin perusahaan mulai dari siklus budidaya sampai dengan izin ekspor secara permanen. “Jika tidak diberikan sanksi tegas secara permanen, banyak pelaku ekspor lobster akan melakukan hal serupa,” pungkasnya. (*)

 

Informasi lebih lanjut:

Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA, +62 821-1172-7050