Pemagaran Laut di Kabupaten Tangerang, KIARA: Bentuk Pembiaran dan Tidak Adanya Penindakan Serius oleh KKP!

Siaran Pers

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

www.kiara.or.id

 

Pemagaran Laut di Kabupaten Tangerang, KIARA: Bentuk Pembiaran dan Tidak Adanya Penindakan Serius oleh KKP!

 

 

Jakarta, 10 Januari 2025 – Mengawali tahun 2025, publik dihebohkan dengan adanya pagar diduga sepanjang 30,16 km yang terletak di perairan laut di Kabupaten Tangerang. Pagar yang diduga sepanjang 30,16 km di Kab. Tangerang tersebut melintas di 6 Kecamatan yaitu, Kronjo, Kemiri, Mauk, Sukadiri, Pakuhaji, dan Telukanaga. Pemagaran laut ini dilakukan dengan menggunakan bambu, paranet, dan juga pemberat berupa karung berisi pasir. Merespon pemagaran laut di Kab. Tangerang tersebut, berbagai Kementerian dan Lembaga negara terkait telah menyatakan ketidaktahuan dan tidak adanya izin yang mereka keluarkan berkaitan dengan pemagaran laut tersebut.

Merespon hal tersebut, Sekretaris Jenderal KIARA – Susan Herawati – menyatakan bahwa pemasangan pagar sepanjang 30,16 km yang mencakup 6 kecamatan di Kab. Tangerang tersebut merupakan bentuk awal dimulainya privatisasi laut, di mana wilayah perairan tersebut akan dijadikan sebagai perairan privat untuk berbagai kepentingan seperti reklamasi maupun pertambakan. “KIARA melihat ini adalah bentuk awal dari perampasan ruang laut. Jika di check melalui Perda Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten – atau yang disebut sebagai Perda RTRW Banten yang terintegrasi – status pemanfaatan zona ini beberapa diantaranya adalah perikanan tangkap, dan perikanan budidaya. Akan tetapi, Perda tersebut juga memiliki berbagai masalah seperti tidak adanya pelibatan dan partisipasi penuh dan bermakna dari Masyarakat Pesisir, khususnya nelayan dan perempuan nelayan kecil dan tradisional, serta pembudidaya ikan kecil, sehingga pengetahuan dan ruang-ruang yang mereka kelola tidak diakui oleh negara,” tegas Susan.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan KIARA, disebutkan bahwa informasi tentang pemagaran laut tersebut telah diketahui oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten sejak 14 Agustus 2024 lalu. Hingga pada 4-5 September 2024 Tim DKP bersama Polisi Khusus (Polsus) dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah meninjau lokasi perairan pemagaran laut[1]. “Sehingga dari rentang waktu bulan Agustus atau September 2024 hingga Januari 2025, KKP telah mengatahui adanya pemagaran laut tersebut, akan tetapi tidak ada tindakan yang serius dan tegas yang dilakukan KKP hingga akhirnya isu ini tersebar di publik pada awal tahun 2025. Ini membuktikan bahwa KKP telah melakukan pembiaran terjadinya pemagaran laut di Kabupaten Tangerang,” jelas Susan.

KIARA mencatat bahwa terdapat 4.463 jiwa nelayan yang hidup dan memanfaatkan perairan laut di 6 kecamatan tersebut akan terdampak dari adanya pemagaran laut di wilayah perairan Kab. Tangerang. Pemasangan pagar ini menambah jumlah kasus privatisasi laut yang ada di Teluk Jakarta, bahkan ada dugaan bahwa pemagaran laut ini diduga berkaitan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ada di PIK 2. “Bahkan tambak-tambak dan bagan-bagan perikanan telah banyak tersebar di Teluk Jakarta dan secara nyata telah mengganggu aktivitas perikanan tangkap nelayan kecil dan tradisional yang melakukan aktivitas perikanan tangkap maupun perikanan budidaya (seperti memanen kerang) yang ada di Teluk Jakarta. Selain itu, ada juga reklamasi di Teluk Jakarta untuk pembangunan pulau-pulau palsu, serta reklamasi yang terjadi di ancol dan juga di wilayah Pantai Indah Kapuk,” jelas Susan.

Pemagaran laut tersebut menjadi bukti bahwa pelibatan dan partisipasi nelayan kecil/tradisional sebagai aktor utama dalam menjaga dan mengawasi laut belum dijalankan oleh KKP. Hal ini menciptakan adanya batas dan ja rak antara KKP dengan nelayan kecil dan tradisional sebagai right holders dan juga penguasa utama laut Indonesia. Padahal pelibatan partisipasi masyarakat pesisir (khususnya nelayan) adalah bentuk pemberdayaan nelayan serta memperkuat peran serta masyarakat yang merupakan tujuan dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2010.

Pemagaran laut ini menjadi tanda dan momentum bagi Kementerian dan Lembaga negara terkait, khususnya KKP untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh. Evaluasi tersebut harus dilakukan karena: 1) tidak adanya perlindungan khusus bagi wilayah penangkapan ikan tradisional nelayan kecil yang ada di Indonesia; 2) tidak adanya pelibatan partisipasi dari nelayan kecil dan tradisional sebagai aktor utama dari penjaga lautnya, padahal hal ini merupakan bentuk pemberdayaan serta memperkuat peran serta masyarakat sebagaimana diamatkan dalam tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam UU 27/2007; serta 3) evaluasi secara menyeluruh terhadap kebijakan maupun peraturan perundang-undangan yang melegitimasi perusakan laut, privatisasi laut dan juga perampasan ruang laut, seperti Kebijakan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang melegitimasi perampasan ruang laut!” pungkas Susan Herawati. (*)

 

Informasi Lebih Lanjut

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, +62-857-1017-0502

[1] Tempo. 2025. Pemagaran Laut di Tangerang: Ini Kronologinya hingga Disegel atas Perintah Presiden Prabowo. Artikel berita Bisnis Tempo.co 10 Januari 2025. https://www.tempo.co/ekonomi/pemagaran-laut-di-tangerang-ini-kronologinya-hingga-disegel-atas-perintah-presiden-prabowo-1192140