Melangkah Menuju Kemandirian

Hidup dalam kegelapan, tanpa fasilitas listrik dari negara telah dijalani oleh 40.000 masyarakat pembudidaya udang di Bumi Dipasena selama 4 tahun lamanya. Beberapa petambak pernah membuat lelucon satir tentang kondisi petambak di Bumi Dipasena, di mana petambaklah yang bergantung pada udang dalam kehidupan sehari-hari, bukan udang yang bergantung pada manusia. Jika udang membutuhkan udara, barulah genset-genset dinyalakan dan para perempuan pembudidaya merasa bisa menikmati kehidupan.

Tanpa listrik, petambak di Bumi Dipasena terus melakukan ‘gerilya’ kemandirian dan kesejahteraan yang didorong secara swadaya. Mulai dari mengembangkan pola kemitraan yang adil dan lebih ‘memanusiakan manusia’ hingga memastikan fasilitas umum petambak, seperti ambulans.

Siti Khodijah

 
Mengharmonisasikan Manusia dan Hutan Mangrove

Masyarakat pesisir di Kabupaten Langkat, Sumatera  Utara, telah melewati jalan panjang menolak ekspansi perkebunan sawit di atas hutan mangrove seluas 1.200 hektar. Perkebunan sawit membuat pendapatan nelayan menurun drastis dan merampas akses nelayan terhadap sumber penghidupan. 

Sejak tahun 2012, KIARA bersama dengan KNTI Kabupaten Langkat berjuang mengembalikan fungsi hutan mangrove seperti semula. Perjalanan panjang membuahkan hasil, seluas 1.200 hektar lahan yang telah dikonversi menjadi kebun sawit kembali difungsikan sebagai hutan mangrove oleh nelayan di Langkat, Sumatera Utara. Sedikitnya 400 hektar lahan telah ditanami ratusan ribu mangrove, baik secara swadaya maupun mendapat bantuan dari pihak-pihak lain.

Ratna Sari Keliat

 

Pemimpin Perempuan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dari Kamboja

Dalam adat Lamalera, Nusa Tenggara Timur, laut bak seorang ibu. Laut yang diumpakan seorang ibu selalu menjaga anak-anaknya, memberikan makanan terbaik, dan memastikan anak-anaknya tumbuh menjadi generasi cerdas dengan mengonsumsi ikan. Relasi satu-kesatuan antara manusia dan laut tidak dapat dipisahkan begitu saja. Sama halnya kehidupan Norng Limheang, perempuan nelayan dari Kamboja.

Di dalam “South East Asia Fisherwomen Symposium and Festival” yang dilaksanakan pada tanggal 29-30 Desember 2015 di Jakarta, Norng Limheang terbang dari negaranya dan turut bergabung dengan perempuan nelayan dari Indonesia, Filipina, dan Malaysia. Kehadirannya bukan hanya untuk menjalin persaudaraan antara sesama perempuan nelayan, ia juga ingin belajar bagaimana perempuan nelayan terus mendorong kemandirian dan kesejahteraan bagi keluarga-keluarganya.

Norng Limheang