Informasi dari Jejaring lembaga dan mitra

Perwakilan Warga Masalembu Audiensi Dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur : Segera Tuntaskan Permasalahan Nelayan Di Masalembu 

Siaran Pers

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

www.kiara.or.id

 

 

 Perwakilan Warga Masalembu Audiensi Dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur : Segera Tuntaskan Permasalahan Nelayan Di Masalembu 

 

Jakarta, 7 Desember 2022 – Pada hari Selasa tanggal 6 Desember 2022 beberapa perwakilan nelayan Masalembu Bersama YLBHI-LBH Surabaya, Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA), dan Ketua Persatuan Nelayan Masalembu (PNM)  melakukan rapat koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa timur terkait beberapa persoalan nelayan yang ada di Pulau Masalembu. Rapat koordinasi yang dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Kelauatan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, juga dihadiri oleh beberapa instansi, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumenep, Polairud Polda Jatim, Danlantamal V Surabaya, Danlanal Batuporon, dan Pertamina wilayah Jawa Timur.

 

Moh. Zehri sebagai Ketua Kelompok Nelayan Rawatan Samudera menyampaikan dua permasalahan yang dihadapi oleh nelayan Masalembu, Pertama terkait dengan Keamanan laut. Konflik alat tangkap ikan nelayan Masalembu dengan Nelayan diluar Masalembu sudah terjadi mulai sejak tahun 1980-an,  dampak konflik tersebut sampai terjadi Pembacokan  hingga Pembakaran kapal.   Tahun 2021 dan 2022, Nelayan Masalembu  melaporkan dua kapal yang beroperasi di wilayah perairan Masalembu kepada Polairud Sumenep. Namun masih saja banyak kapal cantrang yang beroperasi di perairan Masalembu, dan itupun jaraknya sangat dekat, yakni ada yang 7 mil, 8 mil, bahkan pernah ada yang melakukan penangkapan ikan disekitar 4 mil. Selain masih maraknya alat tangkap ikan yang menggunakan cantrang, ada juga sebagian nelayan Masalembu yang diduga menggunakan potas, jika ini terus dibiarkan begitu saja, tentu ini akan sangat berdampak terhadap perekonomian masyarakat Masalembu yang mayoritas nelayan, juga terhadap kerberlanjutan eskosistem laut. Permasalahan kedua, sulitnya nelayan untuk mendapatkan BBM bersubsidi meskipun di Pulau Masalembu ada dua Agen Premium Minyak dan Solar (APMS). Haerul Umam salah satu warga Masalembu yang juga turut hadir menyampaikan bahwa, terkait konflik dengan nelayan luar, sebenarnya ini bukan permasalahan yang baru muncul, akan tetapi ini permasalahan lama yang belum terselesaikan. Oleh sebab itu, Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur dan beberapa instansi terkait harus melakukan langkah-langkah kongkrit untuk mencari solusinya agar konflik nelayan di masa lalu tidak terulang kembali. Terkait permasalahan BBM, Haerul Umam menjelaskan bahwa praktek yang terjadi saat ini di Masalembu, Konsumen untuk Solar dibatasi 10 liter per orang, dan per hari hanya untuk 15 orang, sedangkan jumlah nelayan di Masalembu sangat banyak dan kebutuhan nelayan untuk melaut banyak yang diatas 10 liter, misalnya ada yang 15 liter, 20 liter, bahkan ada yang 25 liter. Jika setiap hari APMS menjual kepada 15 orang, dan setiap orang hanya 10 liter, maka dalam sebulan APMS hanya menjual Solar sebanyak 4500 liter, padahal di APMS 5669402 kuota solar dari Pertamina sebanyak 160.000 liter. Pertanyaan kami, kemana sisa jumlah solar yang ada di APMS? Kemudian jika dibatasi semacam itu, maka ini secara tidak langsung memaksa konsumen untuk membeli diluar APMS dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga subsidi, yakni Rp. 9000 untuk harga eceran di luar APMS, bahkan di Pulau Karamian ada yang menjual dengan harga Rp. 12.000. Selain susahnya akses nelayan atas BBM bersubsidi, beberapa bulan terahir ini nelayan juga dihadapkan dengan kelangkaan BBM jenis solar, terkadang ada sebagian nelayan yang tidak bisa melaut karena tidak ada solar. Kelangkaan BBM jenis Solar kami duga karena banyaknya BBM yang dibawa keluar Pulau Masalembu oleh beberapa oknum dan dijual kepada kapal-kapal besar, seperti cantrang, porse sein dan kapal lainnya. Oleh sebab itu, kami mendesak jika ada penyalahgunaan BBM bersubsidi untuk segera ditindak tegas.

 

Ada dua poin penting hasil dari rapat koordinasi ini. Pertama, di usulkan agar di Pulau Masalembu di adakan Pos Kemanan Laut yang terdiri dari Polair, TNI AL, dan DKP dengan tujuan agar memudahkan masyarakat untuk melapor, dan juga melakukan patroli serta penegakan hukum yang ada di laut Masalembu. Kedua, pihak DKP akan menghitung berapa jumlah kebutuhan nelayan Masalembu, kemudian akan berkoordinasi dengan Pertamina agar kebutuhan nelayan atas BBM bisa terpenuhi.

 

Pihak Pertamina yang juga hadir dalam rapat koordinasi tersebut menyampaikan bahwa untuk solusi jangka pendek terkait kebutuhan nelayan atas BBM, nelayan bisa langsung menebus BBM ke Pertamina, nanti BBMnya akan dikirim bersamaan dengan BBM milik APMS, dan secara teknis akan dibahas segera dalam rapat selanjutnya.

 

Narahubung :

  1. Haerul Umam : 081334151020
  2. Zehri : 085235379955
  3. KIARA : 085710170502

Hasil Eksaminasi Publik Putusan Mahkamah Konstitusi Atas Uji Formil UUCK – Aliansi KEPAL

ALIANSI KEPAL (KOMITE PEMBELA HAK KONSTITUSIONAL):

Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa), Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Perkumpulan Pemantau Sawit/Perkumpulan Sawit Watch, Indonesia Human Right Committee For Social Justice (IHCS), Indonesia For Global Justice (Indonesia Untuk Keadilan Global), Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Yayasan Daun Bendera Nusantara, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Jaringan Masyarakat Tani Indonesia (JAMTANI), Aliansi Organis Indonesia (AOI), Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air (KRUHA), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).

 

Melihat sikap Pemerintah yang memandang UU Cipta Kerja (UUCK)  masih berlaku, yang ditandai dengan tiadanya penundaan kebijakan strategis dan penundaan pembentukan peraturan pelaksana terkait UUCK, diperlukan sebuah penyikapan melalui pelurusan makna putusan MK dan pemantauan pelanggaran putusan MK uji formil UU Cipta Kerja. Pada Rabu, 23 Februari 2022 lalu, Komite Pembela Hak Konstitusional (KEPAL) mengadakan sebuah agenda bertajuk Eksaminasi Publik Terhadap Putusan MK Uji Formil UU Cipta Kerja Nomor 107/PUU-XVIII/2020 jo Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Menghadirkan tiga majelis eksaminator untuk memberikan pandangannya diantaranya, Prof. Dr. H. Lauddin Marsuni, S.H., M.H., (Guru Besar Hukum Tata Negara, UMI Makassar), Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, SH., M.C.L., M.P.A., (Guru Besar Hukum Agraria, Universitas Gadjah Mada), dan Prof. Dr. H. Achmad Sodiki, S.H., (Hakim Mahkamah Konstitusi RI Periode 2013-2018).

Eksaminasi Publik putusan MK uji formil UUCK menyimpulkan putusan MK jelas bahwa UUCK tidak berlaku, dan jika tetap diberlakukan akan menimbulkan akibat hukum. Tafsir berbeda dari pemerintah akibat dipergunakannya ruang kekuasaan dan produk hukum yang elitis yang menimbulkan gugatan atas moralitas dan integeritas hukum penguasa.

 

Selengkapnya salinan dokumen hasil eksaminasi publik :
Final Hasil-Eksaminasi-Publik KEPAL-2.pdf

Nelayan Makassar Menggugat Polemik BBM

PERNYATAAN SIKAP

Presiden resmi mengumumkan tarif kenaikan BBM jenis Pertalite menjadi Rp. 10.000 per liter, Pertamax Rp.14.500 menjadi Rp.15.200 per liter, Sollar Rp.6.800 per liter, pada 3 September 2022. Kebijakan ini menuai respons publik dari berbagai elemen masyarakat.

Hal ini karena pemerintah dinilai gegabah dalam mengambil keputusan menaikkan harga BBM subsidi. Pasalnya, selama periode jabatannya, Presiden Joko Widodo sudah 7 kali menaikkan harga BBM, terhitung sejak tahun 2014 hingga 2022, yang kemudian diikuti oleh kenaikkan harga berbagai sektor lainnya seperti bahan pokok, transportasi hingga tagihan listrik. Pada fase ini, daya beli masyarakatpun kian menurun diakibatkan oleh pendapatan yang diperoleh rendah sedangkan harga barang dan jasa kian naik.

Tercatat sejak hari pertama kenaikkan BBM, demonstrasi penolakan telah bermunculan diberbagai daerah di Indonesia. Mulai dari mahasiswa, buruh, nelayan dan organisasi masyarakat sipil turun ke jalan menyuarakan persoalan ini.

Nelayan sebagai kelompok masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya dari hasil tangkapan ikan menjadi salah satu yang terdampak dari kebijakan yang serampangan ini. Kenaikkan BBM berimbas langsung pada penambahan biaya produksi melaut.

Di pulau Barrang Caddi, nelayan menggunakan BBM jenis solar dan pertalite sebagai bahan bakar untuk transportasi menangkap ikan. Solar yang sebelumnya Rp.7.000 melonjak menjadi Rp.10.000 per liter, sedangkan pertalite dari Rp.10.000 naik menjadi Rp.13.000 per liter.

Ditambah lagi, kenaikkan BBM ikut mempengaruhi kenaikan bahan pangan yang dipasok dari Makassar menggunakan jasa transportasi penumpang (pappalimbang) dan tarif iuran listrik yang masih bergantung pada mesin genset hasil swadaya masyarakat. Dimana paska kenaikan BBM, tarif listrik ikut naik dari Rp.4.000 per hari menjadi Rp.5.000 hingga Rp.7.000 per hari.

Jika ini terus berlanjut maka kehidupan nelayan kedepannya akan semakin sulit. Untuk itu, Nelayan Makassar menuntut :

  1. Batalkan Kenaikan BBM
  2. Beri Subsidi BBM bagi Nelayan
  3. Bangun Infrastruktur Listrik Barrang Caddi
  4. Berikan Hak Asuransi Nelayan
  5. Pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil untuk kemakmuran nelayan
  6. Hapus alokasi ruang tambang pasir di Wilayah Tangkap Tradisional Nelayan

 

Narahubung :

Saleh-Nelayan Barrang Caddi (082190220139)

Mira Amin-LBH Makassar (085342589061)

Opang-FPPI Makassar (082394501298)

Nunuk Songki (085341805499)

Penolakan Reklamasi Pantai Minanga oleh PT. Tj Silfanus

PERNYATAAN SIKAP

Sejak 1 Agustus 2022, PT. TJ Silvanus mulai melakukan aktivitas reklamasi di Pantai Minanga, Kelurahan Malalayang 1 Barat, Kecamatan Malalayang, Kota Manado. Terkait dengan rencana kegiatan reklamasi ini, warga telah beberapa kali mengikuti pertemuan dan pembahasan baik secara internal maupun eksternal, langsung maupun tidak langsung.

Hasil berbagai pertemuan tersebut bukan membuat terang apa yang menjadi pertanyaan-pertanyaan, kekawatiran, dan keberatan warga, sementara itu penimbunan terus dilakukan siang dan malam hari. Beberapa kali keberatan warga atas pelaksanaan reklamasi dinyatakan di lapangan baik lewat kelompok maupun melembaga, dan ada juga yang disampaikan terbuka melalui media sosial. Semuanya tidak digubris dan warga terus dibuat bingung dan pasrah menerima semua dampak negatif akibat pekerjaan reklamasi.

Pantai Minanga merupakan bagian penting kehidupan masyarakat sejak dahulu, menghubungkan daratan serta pemukimannya  dengan laut, lokasi pemancingan dan tambatan perahu nelayan, wilayah rekreasi masyarakat dan aktivitas wisata penyelaman. Potensi bawah laut Pantai Minanga terus dijaga sebagai titipan leluhur untuk dijaga dan dikembangkan demi kesejahteraan warga sekarang dan generasi masa akan datang.

Sejak 13 Agustus 2022, kehadiran penegak hukum lingkungan (Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup), warga semakin bingung ada apa dengan aktivitas reklamasi yang berlangsung. Penegak hukum yang lain yakni PSDKP (Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) bersama BPSPL (Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut) Kementerian Kelautan dan Perikanan juga kemudian terlihat melakukan aktivitas penyelamaan di lokasi reklamasi pada tanggal 1 September 2022. Sesuatu yang kemudian diketahui bahwa aktivitas reklamasi telah merusak terumbu karang, dan itu dilakukan secara sengaja bahkan di luar wilayah yang diklaim PT. TJ Silfanus “berizin”. Belum lagi soal dokumen izin dasar PKKPPRL (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) sebagai sebuah kewajiban sebagaimana diamanatkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 yang belum dimiliki oleh pengembang.     

Warga menunggu sikap tegas penegak hukum, tetapi ternyata aktivitas reklamasi tetap berjalan dengan intesitas yang dipercepat hingga Rabu 14 September 2022. Warga sadar jangan-jangan ini yang disebut-sebut bahwa pengembang sangat kuat sehingga peraturan perundang-undangan bisa dilanggar dan penegak hukum terkesan sulit bertindak. Semestinya, perusakan segera dihentikan dan pelaku diproses secara hukum.

Dampak reklamasi bersifat permanen sehingga sekali itu terjadi maka tidak ada peluang untuk memperbaiki. Dengan apa yang terjadi di awal kegiatan reklamasi maka semestinya Pemerintah segera mengambil tindakan tegas dengan membatalkan seluruh perizinan yang diberikan kepada PT. TJ Silfanus, baik oleh karena pelanggaran yang telah dilakukan maupun terhadap potensi kerugian dan derita yang akan dialami warga ke depan.

Cukup sudah kerugian yang dialami warga selama aktivitas reklamasi berlangsung. Kami tidak rela Pantai Minanga hilang, nelayan harus tetap melaut, layanan alam Pantai Minanga harus tetap dinikmati, dan biarkan kami terus menjaga, merawat dan memanfaatkan secara bijaksana Pantai Minanga sebagaimana diajarkan orang tua dan leluhur kami. Jangan usik dan rampas ketenangan dan kedamaian kami. Terhitung mulai hari ini, 15 September 2022, tidak boleh ada lagi aktivitas reklamasi yang merusak Pantai Minanga.

 

MASYARAKAT DAN NELAYAN TRADITIONAL YANG MENOLAK

Grogos, Pulau Kecil Yang Berisi

Cerita dusun Grogos di negeri adat Kataloka

GROGOS, adalah nama satu dusun kecil dari Negeri Kataloka, Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Provinsi Maluku, terletak di 3°55’10 Lintang Selatan, dan  131°10’24 Bujur Timur pada deretan pulau-pulau diantara Geser dan Gorom. Nama dusun Grogos diambil dari nama pulau itu sendiri yakni pulau Grogos, pulau dengan panjang ± 1,87 km dan lebar ± 75 meter dengan luas daratan ± 0,18 km2  menjadikan pulau Grogos sebagai salah satu pulau kecil yang berpenghuni, bahkan saking kecilnya hampir tidak terlihat ketika kita menelusurinya lewat peta.  Read more>>


 

Penangkapan Ikan Berlebih & Pencemaran mengancam ekosistem laut

By: KuALA (Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh)

Banda Aceh – Penangkapan ikan berlebih, pencemaran laut, dan krisis iklim menjadi ancaman besar terhadap kelestarian ekosistem kelautan. Perlu kerja kolaborasi dan upaya serius untuk menangani masalah tersebut.

Hal itu mengemuka dalam Fokus Grup Diskusi (FGD) bertajuk “Identifikasi Isu Sektor Kelautan dan Upaya Sinergi Liputan Media” yang digagas Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh bersama Greenpeace Indonesia di Banda Aceh, Selasa, (18/1/2022). Read more >>