Diplomasi Tuli

Perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap melegalisasi pencurian ikan oleh kapal asing kembali bergulir. Selasa (30/4) siang, kalangan mahasiswa, nelayan, dan lembaga swadaya masyarakat menggelar aksi diam di depan kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, di Jakarta.

Hanyalah sebuah spanduk ukuran 15 x 1 meter bertuliskan ”Permen KKP No 30/2012: Melegalkan Pencurian Ikan” dan aksi teatrikal menjadi media penyampai pesan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap, Pasal 69 dan Pasal 88, mengizinkan kapal pukat cincin bertonase lebih dari 1.000 gros ton (GT) yang beroperasi tunggal di perairan lebih dari 100 mil (182,5 km) untuk melakukan penangkapan ikan, alih muatan, serta mendaratkan hasil tangkapan langsung ke luar negeri.

Sejak peraturan menteri itu ditetapkan pada akhir tahun 2012, penolakan atas kebijakan itu terus mengalir dari kalangan akademisi, asosiasi pelaku usaha penangkapan ikan, industri pengalengan ikan, lembaga swadaya masyarakat, serta Komisi IV DPR. Ketentuan itu dipastikan akan memukul kebangkitan industri pengolahan ikan di dalam negeri yang saat ini dihadang krisis bahan baku.

Kebijakan itu juga bertentangan dengan UU Perikanan, yang mengamanatkan pengeluaran hasil produksi perikanan ke luar negeri dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri terpenuhi. UU itu juga telah mewajibkan setiap kapal penangkap dan pengangkut ikan untuk mendaratkan ikan tangkapan di pelabuhan perikanan yang telah ditunjuk dalam izin.

”Pemerintah saat ini sudah menjalankan diplomasi tuli terhadap aspirasi masyarakat. Apa pun teriakan nelayan, seolah dibiarkan,” ujar Mida Saragih, Koordinator Pengelolaan Pengetahuan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), yang siang itu ikut berunjuk rasa.

Kebijakan itu dinilai ironi di tengah persoalan hilir perikanan yang belum terpecahkan. Hingga kini, masih banyak unit pengolahan ikan (UPI) yang tidak efektif beroperasi akibat kekurangan bahan baku, minimnya modal dan akses pasar, maupun dibiarkan tak beroperasi. Faktanya, UPI kerap dijadikan alasan untuk mendapat izin penangkapan ikan. Namun setelah izin ada, ikan tidak didaratkan di pabrik untuk diolah.

Di negeri bahari ini, jumlah nelayan berkisar 2,7 juta jiwa dengan 90 persen kapal merupakan kapal kecil berkapasitas di bawah 30 GT. Di tengah kontroversi dan penolakan masyarakat atas kebijakan pemerintah yang dinilai melegalisasi pengurasan sumber daya ikan untuk kepentingan asing, pembuktian keberpihakan pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat, menyelamatkan sumber daya ikan dan memperkuat nelayan dalam negeri sangat dinantikan. (BM Lukita Grahadyarini)

Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2013/05/03/03072910/diplomasi.tuli