”Visi Misi Capres dan Cawapres untuk Kedaulatan Pangan: Kaya retorika, miskin substansi, lemah strategi dan tidak tepat sasaran”

 

Siaran Pers

untuk disiarkan segera – 30 Mei 2014

Informasi lebih lanjut:

Tejo Wahyu Jatmiko, Koordinator Nasional Aliansi untuk Desa Sejahtera (0816-1856754)

Abdul Halim, Koordinator Pokja Ikan/Sekjen KIARA (0815-53100259)

Said Abdullah, Koordinator Pokja Beras ADS (0813-82151413)

A.Surambo, Koordinator Pokja Sawit ADS (0812-8748726)

 

”Visi Misi Capres dan Cawapres untuk Kedaulatan Pangan:

Kaya retorika, miskin substansi, lemah strategi dan tidak tepat sasaran”

Visi Misi terkait  Kedaulatan Pangan dua pasangan capre dan cawapres memiliki banyak lubang serta dipertanyakan bagaimana pencapaiannya dalam lima tahun ke depan dengan banyaknya tumpang tindih dan ketidak jelasan.  Demikian kesimpulan tim Aliansi untuk Desa Sejahtera setelah menakar visi misi terkait Kedaulatan Pangan kedua capres-cawapres dengan 4 pilar Kedaulatan Pangan di Jakarta (30/5/2014).

“Visi dan Misi kedua pasangan masih belum utuh dan cenderung bombastis.  Keduanya mengartikan Kedaulatan pangan sebatas pada wilayah  produksi semata.  Keduanya banyak mengungkapkan janji tanpa berpijak pada realitas yang ada.” Jelas Tejo Wahyu Jatmiko, Koordinator Nasional ADS.

Secara umum visi misi yang ditawarkan  tim Jokowi-Jusuf Kalla lebih rinci dibandingkan Tim Prabowo-Hatta, tetapi visi misi ke duanya menyisakan pertanyaan besar bagaimana strategi dan nimplementasinya ke depan.

“Misalnya tim Jokowi-JK menjanjikan untuk land reform 9 juta hektar, akan dilakukan dimana.  Belum lagi janji untuk menyediakan 2 ha bagi 18 juta petani gurem, pencetakan sawah baru dan lahan kering seluas masing-masing seluas 1 juta hektar menggunakan lahan siapa?” tambahnya lagi.

Sementara tim Prabowo-Hatta, jelas mencanangkan program yang bukan untuk petani kecil, karena strategi yang diterapkan melalui MP3EI untuk menambah lahan pangan 2 juta untuk sawah dan 2 juta untuk biodiesel, yang ditargetkan dapat memperkerjakan 12 juta orang. Menempatkan petani sebagai pekerja dan bukan pengelola pangan.

”Dengan visi-misi seperti ini, sebenarnya makin memberi peluang kepada pemilik modal, baik pekebun besar maupun pengusaha-pengusaha pangan lainnya.  Bisa dipastikan bukan kesejahteraan petani atau pekebun kecil yang bertambah, tetapi buruh-buruh yang kian banyak. Hasilnya ketimpangan penguasaan lahan makin meninggi. Indeks gini makin tinggi.” Papar Achmad Surambo, ketua Pokja Sawit.  Apalagi visi misi untuk mengembangkan biofuel seluas 2 juta hektar, sementara sudah ada rencana ekspansi sawit hampir 30 juta ha.

Kemungkinan visi misi kedua capres untuk mengubah situasi pangan ke depan agar dapat mewujudkan kedaulatan pangan sangat penting layak dipertanyakan. “Bagaimana dapat mewujudkan Kedaulatan Pangan, jika tidak ada yang bicara tentang subsidi, asuransi dan juga daulat benih.  Sementara impor pangan dan perjanjian internasional yang terkait dengan lemahnya sistem pangan kita masih dianggap keharusan.” Sampai Said Abdullah dari pokja beras. Apalagi  melihat program Prabowo-Hatta  tidak ada dukungan yang cukup bagi produsen pangan skala kecil.

Sementara Jokowi-JK yang memiliki visi dan misi bangsa maritime  yang maju, kuat dan mandiri berbasiskan kepentingan nasional, juga menetapkan Kawasan Konservasi Perairan menjadi 17 juta ha dan tambahan 700 ha lahan konservasi.” Kalau kawasan konservasi laut diperluas, maka kawasan perairan tersebut tidak boleh digunakan sebagai area tangkap.  Bagaimana nelayan tradisional kita dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan produksi perikanan 40-50 juta ton, jika aksesnya dibatasi.” Imbuh Abdul Halim, ketua pokja Perikanan tentang program yang justru tidak memberikan perhatian terhadap sumber penghidupan nelayan tradisional, yang jumlahnya terus menurun.

Visi Misi terkait Kedaulatan Pangan masing-masing Capre Cawapres yang akan dipilih pada 9 Juli nanti masih jauh panggang dari api. Diperlukan keberpihakan yang lebih kuat bagi produsen pangan skala kecil, kemauan politik yang kuat serta keberanian untuk melihat realitas dan  membenahi carut marut situasi pangan yang gagal ditangani regim SBY selama hampir 10 tahun ini.

“Indonesia membutuhkan pemimpin yang tidak hanya memiliki visi dan misi yang memuat kata Kedaulatan Pangan, tetapi strategi yang tepat, keberanian untuk memimpin langsung dalam mewujudkan kedaulatan Pangan.” tegas Tejo lagi.

###

                             

Catatan untuk Redaksi:

 

  • Aliansi untuk Desa Sejahtera menawarkan 7 langkah strategis yang harus segera dilakukan pemimpin negeri untuk mewujudkan Kedaulatan Pangan:
  1. Mengembalikan kemempuan produsen pangan skala kecil dengan menata sumber agraria.
  2. Meningkatkan investasi publik untuk pangan
  3. Melindungi pasar pangan lokal dari liberalisasi pangan,
  4. Menghentikan pemberian lahan kepada pengusaha besar dan tidak melakukan konversi lahanpangan
  5. Memperbaiki tata kelola pangan nasional
  6. Melakukan diversifikasi pangan sesuai potensi local
  7. Pemanfaatan teknologi yang dapat dikuasai oleh penghasil pangan skala kecil

 

  • Aliansi untuk Desa Sejahtera merupakan aliansi dari 15 Ornop dan jaringan dengan fokus kerja mengupayakan penghidupan pedesaan yang lestari dengan pendekatan pada 3 komoditas : (1) beras/pangan, ketua pokja Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP); (2) sawit, ketua Pokja Sawit Watch dan (3) ikan, ketua Pokja Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) . 4 pilar ADS untuk memperkuat penghidupan di pedesaan (1) akses terhadap sumber daya alam, (2) akses pasar, (3) adaptasi terhadap dampak perubahan iklim, dan (4) keadilan gender.