Hentikan Jebakan Utang Luar Negeri Berkedok Konservasi

Hentikan Jebakan Utang Luar Negeri Berkedok Konservasi

Kamis, 27 Juni 2013

JAKARTA – Pemerintah diminta tidak larut dalam jebakan lembaga keuangan asing dengan skema pemberian utang berkedok kegiatan konservasi laut.
Pada kegiatan konservasi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, tidak sepantasnya menggunakan utang luar negeri, sebab hal itu sangat berisiko. Risiko tidak hanya terkait kepentingan ekonomi nelayan, tetapi juga akan semakin menjamurnya pengaplingan di laut Indonesia.

Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Institute for Global Justice (IGJ), Riza Damanik, kepada SH, Rabu (26/6). “Berhentilah menggunakan utang luar negeri untuk kegiatan konservasi. Ini perbuatan amoral yang tidak pantas dipromosikan aparatur negara,” ujarnya.

Berdasarkan catatan IGJ, untuk periode 2014-2019 melalui Proyek COREMAP (Coral Reef Management and Rehabilitation) pemerintah akan kembali menambah utang konservasi baru sebesar US$ 80 juta dari Bank Dunia dan ADB.

Pemerintah harus menghentikan semua upaya lembaga asing yang membangun kerja sama pengelolaan wilayah adat laut secara langsung. Praktik ini mulai marak di kawasan timur Indonesia dengan kedok konservasi. “Investasi dengan kedok konservasi laut bukanlah peluang, melainkan bahaya laten yang perlu disikapi dengan serius,” tegasnya.

Selain itu, desentralisasi pengelolaan sumber daya pesisir tidak boleh hanya sebatas pemerintah daerah, tetapi harus didesentralisasikan ke organisasi nelayan maupun insitusi lokal yang berlaku di masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.

Masyarakat pesisir dan nelayan sanggup menjaga lingkungannya, sebab mereka sadar jika lingkungan perairan laut sehat maka ekonomi mereka pasti akan membaik.

Sebelumnya, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja oleh BPK tahun 2013 atas Proyek Perlindungan Ekosistem Terumbu Karang 2011 hingga semester I/2012, kinerja KKP dan dinas kelautan dan perikanan provinsi/kabupaten/kota belum optimal.

Ditemukan 17 kelemahan proyek, di antaranya belum terselesaikannya dokumen perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan terumbu karang, tidak dimanfaatkannya radio sistem MCS seharga Rp 1,8 miliar di Kabupaten Buton, hingga tidak tercapainya perbaikan ekonomi dan lingkungan di lokasi COREMAP II.

Pada periode 2004-2011, total anggaran COREMAP II mencapai lebih dari Rp 1,3 triliun, di antaranya berupa utang luar negeri dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB).

Masyarakat Pantau

Seperti diberitakan SH sebelumnya, masyakarat pesisir diminta terus ikut berpartisipasi dan memantau pengelolaan kawasan-kawasan konservasi.

Pada kawasan konservasi, masyarakat harus menjaga ekosistem laut dan pulau-pulau kecil, sebab selalu ada peluang investasi baru, seperti ekowisata dan budi daya perairan (aquaculture). Demikian dikatakan Dirjen Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K), Sudirman Saad sebelum membuka Lokakarya Nasional Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Jakarta, Selasa (25/6).

“Dalam forum ini kita hasilkan kesepahaman dalam mengembangkan konservasi ke depan,” ujarnya.

Pemerintah pusat mempunyai kepentingan, yaitu supaya kawasan konservasi yang legal dapat dikelola secara efektif. Pasalnya, menurut Sudirman, kawasan konservasi sangat beragam dan juga memiliki banyak pengelola.

Sementara itu, pemerintah Indonesia dalam forum Conference of the Parties Convention on Biological Diversity (COP-CBD) di Brasil pada 2006, telah berkomitmen menetapkan dan mengelola Kawasan Konservasi Perairan seluas 10 juta hektare (ha) pada 2010 dan 20 juta ha pada 2020.

Komitmen ini dipertegas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada acara World Ocean Conference pada 2009 di Manado. Dari komitmen tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) optimistis mampu mencapai target yang sudah ditetapkan.

Apalagi, pada 2012 Indonesia telah memiliki 15,78 juta ha kawasan konservasi yang hari ini telah mencapai 16 juta ha, yang artinya telah melebihi target capaian luas 15,5 juta ha pada 2014. Demikian dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sharif C Sutardjo, ketika membuka Lokakarya Nasional Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, di Jakarta, Selasa.

Namun, Sharif mengakui masih ada pihak yang beranggapan konservasi hanya memuat pelarangan pemanfaatan sumber daya sehingga kerap dipandang sebagai beban bagi kemajuan pembangunan ekonomi. Padahal, konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan sehingga memiliki nilai sebagaimana mestinya.

Sumber: http://m.shnews.co/index.php/web/read/21328/hentikan-jebakan-utang-luar-negeri-berkedok-konservasi.html#.UdaKGay7HKc