KIARA: Penghapusan Pungutan Perikanan Kapal < 10 GT Belum Dilakukan

Siaran Pers

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan

www.kiara.or.id

KIARA: Penghapusan Pungutan Perikanan Kapal < 10 GT Belum Dilakukan

Jakarta, 22 Januari 2015. Gubernur, Bupati dan Walikota diminta Menteri Kelautan dan Perikanan untuk membebaskan pungutan hasil perikanan bagi kapal perikanan dengan ukuran di bawah 10 GT melalui surat edaran tertanggal 7 November 2014. Permintaan ini pernah disampaikan oleh pejabat pemerintah yang sama di tahun 2009. Namun diabaikan oleh pemerintah daerah sehingga nelayan terkendala kesejahteraannya.

Pungutan perikanan adalah pungutan Negara atas pemanfaatan sumber daya ikan yang harus dibayar kepada Pemerintah oleh perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha perikanan atau oleh perusahaan perikanan asing yang melakukan usaha penangkapan ikan. Pungutan perikanan dibebankan dan dibayarkan di awal sebagai syarat permohonan Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Ijin Penankapan Ikan (SIPI). Pungutan Perikanan dihitung dengan rumusan ukuran tonase kapal di kalikan produktivitas kapal dan harga patokan ikan.

Sebagaimana diketahui, Pasal 48 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan menyebutkan bahwa, “(1) Setiap orang yang memperoleh manfaat langsung dari sumber daya ikan dan lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dikenakan pungutan perikanan; dan (2) Pungutan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan bagi nelayan kecildan pembudidaya ikan kecil. Ironisnya, nelayan kecil di Indonesia bagian barat, tengah dan timur justru masih dikenai pungutan hasil perikanan.

Pusat Data dan Informasi KIARA (Januari 2015) menemukan fakta bahwa: pertama, penempatan pungutan hasil perikanan sebagai pos penerimaan daerah justru menyengsarakan masyarakat nelayan kecil. Karena hasilnya hanya Rp20-30 juta per tahun. Padahal, Pemerintah Pusat sudah mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (untuk provinsi), Dana Tugas Perbantuan (untuk kabupaten), dan Dana Dekonsentrasi (untuk provinsi) dengan nominal Rp1-Rp2 miliar. Dengan perkataan lain, mandat undang-undang harus menjadi prioritas kewajiban pemerintah daerah untuk membebaskan pungutan hasil perikanan terhadap nelayan kecil: Kapal Perikanan berukuran 5 GT ke bawah (versi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan) dan 10 GT ke bawah mengacu pada Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 0600/MEN-KP/XI/2014 tertanggal 7 November 2014.

Kedua, nelayan kecil di barat, tengah dan timur Indonesia tidak mendapatkan informasi yang memadai berkenaan dengan pembebasan pungutan hasil perikanan. Akibatnya pungutan perikanan masih dikenakan. Oleh karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama-sama dengan pemerintah pusat harus bekerja keras untuk melakukan sosialisasi dan pengawasan pelaksanaan amanah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.***

 

Untuk informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi:

Rustan, Ketua Perhimpunan Nelayan Kecil Tarakan, Kalimantan Utara

di +62 813 4649 9011

Sholikhul Hadi, Forum Nelayan Jepara

di +62 852 9098 0665

Abdul Halim, Sekretaris Jenderal KIARA

di +62 815 53100 259

Marthin Hadiwinata, Koordinator Advokasi Hukum dan Advokasi KIARA

di +62 812 860 30 453