Menanti Banjir tak Luluhlantakkan Jakarta Lagi

Menanti Banjir tak Luluhlantakkan Jakarta Lagi

 

Banyak pengusaha pusing akibat banjir dan hujan terus-menerus yang mendera Jakarta beberapa waktu terakhir ini. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang menyatakan kerugian yang diderita dunia usaha di ibukota diperkirakan bakal mencapai ratusan miliar rupiah per hari.

Beberapa pusat bisnis di Jakarta hampir berhenti total akibat akses jalan yang menggenang sehingga tidak bisa dijangkau pengunjung atau konsumen. Sejumlah kawasan perekonomian menjadi lumpuh, antara lain Mangga Dua, Kelapa Gading, dan Jatinegara.

Ia memperkirakan dengan rata-rata omzet sehari sekitar Rp 5 juta dengan jumlah sekitar 20.000 toko di Mangga Dua, kerugian di kawasan niaga tersebut ditaksir mencapai Rp 50 miliar per hari. Sementara itu, di Kelapa Gading diperkirakan mencapai Rp 40 miliar per hari. Tanah Abang, banjir diprediksi mengakibatkan penurunan pengunjung mencapai 60 persen dari hari biasa dan kerugian diperkirakan mencapai Rp 200 miliar per hari.

Penambahan kerugian akibat dampak keterlambatan aktivitas keluar masuk barang ekspor-impor dari Pelabuhan Tanjung Priok juga terjadi sehingga kerugian dari sisi transportasi ditaksir mencapai hingga Rp 9 miliar.

Perilaku masyarakat

Pengendalian banjir di Jakarta dinilai tidak cukup hanya dengan pembangunan infrastruktur, tetapi harus didukung perilaku masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan yang dapat menutup saluran air. Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Moh Hasan memaparkan kesadaran dan tingkat kepedulian masyarakat sangat penting dalam menjaga lingkungan di sekitar.

Ia menyarankan masyarakat sebisa mungkin membuat sumur resapan di halaman rumah atau di tempat tinggal masing-masing. Ini agar ketika musim hujan sumur resapan dapat menampung air. Ketika musim kemarau, masyarakat masih mempunyai simpanan air.

Menurut dia total anggaran 2014 untuk pengendalian banjir sebesar Rp 1,15 triliun, sejalan dengan permasalahan pembebasan lahan yang nantinya akan ditambahkan sebanyak Rp 400 miliar. Akan tetapi, pembebasan lahan kerap menjadi kendala dalam pembangunan sejumlah infrastruktur yang berguna dalam aktivitas penanggulangan banjir di Jakarta dan sekitarnya.

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Iskandar mengatakan bahwa normalisasi Ciliwung bermanfaat guna melebarkan kali tersebut dari kondisi saat ini hanya 10-20 meter menjadi 50 meter. Untuk itu, telah diidentifikasi potensi normalisasi yang tidak memerlukan pembebasan lahan milik masyarakat.

Ia mengungkapkan dari 19 kilometer normalisasi Kali Ciliwung diperkirakan lima kilometer yang tidak membutuhkan pengadaan tanah milik warga, di antaranya 2,5 kilometer di Condet. Di daerah tersebut telah diizinkan untuk mulai bekerja sehingga persiapan sudah dilakukan di lapangan.

Normalisasi Ciliwung yang terbagi menjadi empat paket pekerjaan membutuhkan pembebasan lahan seluas 65 hektare. Paket pertama normalisasi mulai dari Jembatan Casablanka-Kampung Melayu memerlukan pembebasan tanah paling banyak 18 hektare. Paket kedua (Kampung Melayu-Jembatan Kalibata) dan paket ketiga (Jembatan Kalibata-Eretan Condet) masing-masing membutuhkan 16 hektare serta Paket IV (Eretan Condet –TB Simatupang) butuh 15 hektare.

Kali Ciliwung sebagai salah satu dari 13 sungai yang melintas di kawasan Jakarta, acap kali meluap sehingga mengakibatkan banjir. Normalisasi akan dirampungkan hingga 2016 dengan total dana penanganan senilai Rp 1,18 triliun. Setelah normalisasi, kapasitas aliran Ciliwung akan meningkat 570 meter kubik per detik dibandingkan dengan kapasitas debit aliran saat ini yang hanya 180 meter kubik per detik.

Terkait rencana proyek Giant Sea Wall (Tanggul Raksasa), LSM Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan proyek di kawasan pesisir wilayah DKI Jakarta itu bukanlah solusi tepat menanggulangi kondisi rentan banjir di ibukota, melainkan persoalan baru, khususnya bagi masyarakat pesisir di Teluk Jakarta.

Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim menyatakan tanggul raksasa akan membuat masyarakat pesisir seperti nelayan tradisional akan tergusur serta bakal mematikan perekonomian warga di daerah tersebut, khususnya di sektor perikanan. Ia berpendapat, persoalan banjir Jakarta lebih disebabkan oleh alokasi ruang yang tidak pada tempatnya. Contohnya, DAS (Daerah Aliran Sungai) semakin tergusur oleh permukiman.

Halim menegaskan semestinya hal yang dirujuk adalah penurunan muka tanah akibat penyedotan air secara serampangan. Dengan demikian, solusi yang seharusnya lebih diperhatikan adalah penegakan hukum dan merelokasi permukiman yang tidak sesuai peruntukannya. Terlebih lagi saat ini marak reklamasi pantai di daerah Pantai Utara Jakarta.

Sebelumnya, Koordinator Divisi Pendidikan dan Penguatan Jaringan Kiara Selamet Daroyni mengungkatkan upaya reklamasi hanyalah modus melindungi properti perumahan, pergudangan swasta, dan kawasan elite. Menurut dia reklamasi juga berpotensi akan mengakibatkan terjadinya kegiatan penggusuran, kerusakan ekosistem pesisir dan laut, serta dinilai dapat menghilangkan akses nelayan melaut.

Ia memaparkan bahwa reklamasi berimplikasi negatif karena dapat mengubah bentang alam dan aliran air, serta menurunkan daya dukung lingkungan hidup yang ditandai dengan penurunan permukaan tanah dan kenaikan muka air laut (rob). Semua itu juga akan diikuti ancaman dampak perubahan iklim. Terlebih bahan urug material yang digunakan juga telah mengakibatkan kerusakan ekosistem setempat dan wilayah lain.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan pembangunan Giant Sea Wall segera direalisasikan sebagai salah satu upaya penanggulangan banjir yang setiap tahun melanda ibukota.

Hatta menyatakan pembangunan Giant Sea Wall merupakan kebijakan jangka panjang sebagai upaya penanggulangan banjir di Jakarta. Sementara itu, diperlukan kebijakan jangka pendek dan menengah.

Sejauh mana proyek Giant Sea Wall dan program normalisasi kali akan efektif dalam menanggulangi banjir di ibukota memang layak dicermati, tetapi yang jelas telah banyak warga Jakarta dan sekitarnya yang telah penat dengan kondisi banjir yang menghantui setiap tahun.

Sumber: Harian Nasional, Selasa, 21 Januari 2014, Halaman A6.