Pengelolan BBM Subsidi Tidak Memihak Nelayan

 

Pengelolan BBM Subsidi Tidak Memihak Nelayan

PENGELOLAAN subsidi energi diminta memihak dan tidak menyengsarakan nelayan. Selama ini porsi subsidi energi untuk nelayan kecil hanya dua persen dari subsidi yang disediakan untuk transportasi laut. Itupun harus dikurangin lagi jatahnya sebanyak 20 persen karena ada kebijakan penghematan solar bersubsidi.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan dan Perikanan (KIARA), Abdul Halim mengatakan beban subsidi memang terus membengkak setiap tahunnya. Dalam RAPBN 2015 beban subsidi melonjak 7 kali lipat dibandingkan tahun 2010 lalu. Namun dalam kompososi pengelolaan subsidi BBM, kebijakan tak menguntungkan nelayan. Komposisinya selama ini adalah 97 persen untuk transportasi darat dan 3 persen untuk transportasi laut. Nelayan sendiri hanya mendapat jatah 2 persen dari subsidi energi transportasi laut. “Dengan alokasi itu tak heran jika nelayan kesulitan mendapatkan BBM,” katanya dalam rilis di Jakarta, Rabu (13/8).

Padahal komponen BBM mengambil porsi hingga 70 persen dari seluruh biaya operasional melaut. Belum lagi ada kebijakan pengurangan 20 persen jatah solar nelayan seperti yang diputuskan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). “Ini tidak memihak dan cenderung menyengsarakan nelayan,” katanya.

Dalam catatan KIARA, setiap tahunnya pasti ada masalah penyaluran BBM untuk nelayan. Misalnya penyaluran solar kepada nelayan ke beberapa wilayah seperti Palu, Langkat, Konawe, Tarakan, dan Kendal. Ada beberapa penyebab tersendatnya penyaluran ini. Pertama karena tidak adanya fasilitas stasiun pengisian bahan bakar khusus bagi nelayan seperti SPBB, SPBN, SPDN, atau APMS. “Ini memicu persaingan tak sehat antara nelayan berkapal di bawah 30 gross ton (GT) dan di atas 30 GT,” kata Halim.

Penyebab kedua adalah kecilnya alokasi dan pasokan BBM yang tidak reguler. Ini membuat nelayan sulit mendapatkan bahan bakar bersubsidi untuk melaut. Pada lima wilayah yang ditemui, solar dijual pada kisaran harga Rp7.000 hingga Rp20.000. Di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara nekayan bahkan tidak dapat membeli solar dari stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN). Penyeba ketiga adalah pola melaut yang berbeda-beda yang dikesampingkan dalam kebijakan pengelolaan BBM bersubsidi. Ini berimbas pada menganggurnya nelayan. Atas fakta ini, KIARA mengusulkan agar kebijakan penyaluran BBM bersubsidi bekerjasama dengan organisasi nelayan. Presiden terpilih nantinya diharapkan bisa mengevaluasi pengelolaan penyaluran BBM bersubsidi ini yang terlampu beroreintasi pada daratan dan mengenyampingkan nelayan.

 

Reporter : Suriyanto
Redaktur : Luther Sembiring

 

Sumber: http://m.jurnas.com/news/145815/Pengelolan-BBM-Subsidi-Tidak-Memihak-Nelayan–2014/1/Ekonomi/Ekonomi/