Siaran Pers

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

www.kiara.or.id

  

Jakarta, 13 Februari 2020. Orientasi tata kelola perikanan, khususnya, lobster, kepiting, dan juga rajungan di bawah kepemimpinan Edhy Prabowo dianggap hanya menguntungkan pengusaha. Rapermen disiapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk merevisi Permen KP No. 56 tahun 2016 yang lebih memihak pada pembudidaya. Signifikansi  Rapermen tersebut sesungguhnya hanya berfokus pada pencabutan larangan ekspor benih lobster dan pengubahan ukuran minimal lobster, kepiting, dan rajungan yang menguntungkan pihak tertentu saja.

Usai pertemuan Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kelautan dan Perikanan (KP2 KKP) pada Rabu (05/02/2020), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan empat draf rancangan Peraturan Menteri (Rapermen) Kelautan dan Perikanan (KP). Salah satu draf Rapermen yang dimaksud adalah Rapermen yang akan merevisi Permen KP No. 56 tahun 2016. Dari sisi nomenklatur, Rapermen yang disusun oleh Edhy Prabowo ini bernama Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Wilayah Negara Republik Indonesia. Sedangkan Permen 56/2016 bernama Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.

Menurut Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati perubahan Permen ini menunjukkan perubahan orientasi tata kelola perikanan, khususnya, lobster, kepiting, dan juga rajungan di bawah kepemimpinan Edhy Prabowo menjadi lebih dekat dengan pengusaha. “Di dalam Rapermen yang disusun Edhy Prabowo, tak ada satu kata yang menyebut kata ‘melarang menjual benih lobster’. Ini artinya arah Rapermen sudah ketahuan kemana,” katanya.

Lebih jauh, Susan merincikan sejumlah perbedaan ketentuan yang mengatur ukuran lobster, kepiting, dan juga rajungan untuk ditangkap atau dikeluarkan dari perairan Indonesia. Jika dalam Permen 56/2016 ukuran lobster yang boleh ditangkap atau dikeluarkan hanya boleh di atas 8 cm/200 gram per ekor, maka dalam Rapermen ditetapkan di atas 6 cm atau 150 gram per ekor.

Jika dalam Permen 56/2016 ukuran kepiting yang boleh ditangkap atau dikeluarkan hanya boleh di atas 15 cm/200 gram per ekor, maka dalam Rapermen ditetapkan di atas 12 cm atau 150  gram per ekor. Selanjutnya,  jika dalam Permen 56/2016 ukuran rajungan yang boleh ditangkap atau dikeluarkan hanya boleh di atas 10 cm/60 gram per ekor, maka dalam Rapermen ditetapkan di atas 10 cm atau 60 gram per ekor.

Tabel 1. Perbedaan substansi dalam Permen KP No. 56 tahun 2016 dengan Rapermen yang sedang dibahas

 

 

Poin krusial Permen KP No. 56/2016 Rapermen
Nomenklatur “Larangan” “pengelolaan”
Izin menjual benih lobster Dilarang di Pasal 7 Tidak ada pasal larangan
Batas minimal Lobster yang boleh ditangkap  8 cm atau 200 gram per ekor 6 cm atau 150 gram per ekor
Batas minimal kepiting yang boleh ditangkap 15 cm atau 200 gram per ekor 12 cm atau 200 gram per ekor
Batas rajungan yang boleh ditangkap 10 cm atau 60 gram per ekor 10 cm atau 60 gram per ekor

 

Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (2020)

“Jika dilihat dari isinya, rancangan Permen ini  tak punya signifikansi apa-apa kecuali pencabutan larangan ekspor benih lobster dan pengubahan ukuran minimal lobster, kepiting, dan rajungan. Dengan kata lain, aroma Permen ini mengeksploitasi lobster, kepiting, dan rajungan untuk kepentingan kelompok tertentu,” tegas Susan.

Susan mendesak Edhy Prabowo untuk menghentikan rencana penerbitan Permen yang akan mencabut larangan ekspor lobster ini.

KKP diharapkan untuk membangun sistem budidaya lobster atau penangkapan lobster yang berbasis masyarakat, keberlanjutan lingkungan, dan juga menguntungkan.

“Masuknya modal besar akan dipastikan menutup kemugkinan pembudidaya dari masyarakat yang umumnya bermodal kecil akan tumbang. Harusnya mereka yang mendapat dukungan dan perlindungan dari pemerintah.” Tutup Susan. (*)

 

Informasi lebih lanjut:

Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA, +62 821-1172-7050