KELAUTAN DAN PERIKANAN

Nasib Perempuan Nelayan

Dibalik penghidupan keluarga nelayan, terdapat peran perempuan nelayan yang sangat besar. Kontribusi Perempuan nelayan terhadap pendapatan keluarga mencapai 48 persen.

Kendati berkontribusi besar, nasib perempuan nelayan masih memprihatinkan. Pemberdayaan sangat minim. Padahal, mereka berpotensi memperkuat pilar penghidupan keluarga.

Berdasarkan data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan. Sedikitnya 56 juta orang terlibat dalam aktivitas perikanan.  Aktivitas ini mulai dari penangkapan, pengolahan, sampai dengan pemasaran hasil tangkapan. Dari jumlah itu, 70 persen atau sekitar 39 juta orang adalah perempuan nelayan.

Menurut Sekretaris Jenderal Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) Masnuah, sekitar 47 persen dari jumlah perempuan nelayan bekerja dibagian pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan ikan. Mayoritas perempuan nelayan bekerja lebih dari 17 jam per hari.

Ironisnya, peran penting perempuan nelayan ini belum mendapat pengakuan politik dari Pemerintah Indonesia, termasuk dalam Undang-Undang nomor 31 tahun 2004 juncto UU No 45/2009 tentang perikanan.

Konferensi Rio+20 di Brasil pada Juni 2012 telah melahirkan kesepakatan tetang pentingnya komitmen Negara-negara yang menadatangani kesepakatan untuk bersungguh-sungguh mendalami jumlah,sebaran, dan peran perempuan. Dalam hal ini, perempuan nelayan.

Faktanya, Indonesia yang turut serta dalam konferensi itu sampai hari ini belum memberikan pengakuan dan perlindungan kepada perempuan nelayan.

Menjelang pemilihan presiden-wakil presiden RI  yang perlangsung pada 9 Juli mendatang, pemerintah kembali diingatkan peranya mengakui dan melindungi perempuan nelayan. Selayaknya, kadidat capres dan cawapres serta tim pendukung pasangan calon memperhatikan isu ini.

Mengutip Masnuah, sudah saatnya pemerintah berpihak kepada perempuan nelayan, termasuk dengan menyejahterakan dan melindungi mereka serta mengalokasikan anggaran nasional dan daerah.

Hingga saat ini perempuan nelayan yang tergabung dalam PPNI berupaya berkreasi dalam ekonomi keratif. Kreasi itu tak terbatas pada produk perikanan, Hal itu di antara pengolahan bakau untuk makan, obat-obatan, dan kosmetik. Ada juga pembuatan kain tenun, kerupuk daun jeruju, serta daun ulang sampah untuk tas dan dompet.

Organisasi pangan dan pertanian (FAO) sudah mengakui pentingnya keberadaan dan peran penting perempuan nelayan dalam aktivitas perikanan sekala kecil atau tradisional. Bahkan, FAO menerbitkan rekomendasi secara mendalam mengenai jumlah, sebaran, dan peran perempuan nelayan di dunia setelah perundingan Komisi Perikanan FAO tentang perdagangan Ikan di Norwegia Februari 2014.

Indonesia memiliki luas wilayah perairan 5,8 juta kilometer persegi. Namun, nilai tukar nelayan menunjukkan tren menurun, dari 104,98 pada triwulan I-2013 menjadi 102,49 pada triwulan I-2014. Angka ini menunjukkan kesejahteraan nelayan cenderung turun.

Pemerintah mendatang perlu lebih serius memberikan ruang perlindungan terhadap peran perempuan nelayan. Sudah saatnya Negara hadir memperkuat nelayan, termasuk perempuan nelayan, dalam menghadapi persaingan pasar tunggal Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. (BM LUKITA GRAHADYARINI).

Sumber: Kompas Senin 26 Mei 2014