Kesejahteraan Nelayan Dinilai Terabaikan
JAKARTA (HN) – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim mengatakan, pemerintah dinilai belum memberikan jaminan perlindungan jiwa bagi nelayan tradisional dalam menjalankan aktivitas pencarian potensi laut.
Berdasarkan data yang dikutip dari Pusat Data dan Informasi KIARA, tercatat sebanyak 61 nelayan tradisional hilang dan meninggal dunia dalam periode Januari hingga Mei 2014. “Nelayan ketika melaksanakan tugasnya dihadapkan pada risiko besar, tapi hingga kini tidak ada jaminan perlindungan jiwa yang pasti,” kata Halim di Jakarta, Jumat (30/5).
Halim mempertanyakan alokasi anggaran yang disediakan untuk sektor kelautan dan perikanan nasional. Pasalnya sejak 2009 hingga 2014 anggaran di bidang kelautan dan perikanan terus meningkat yakni Rp 2 triliun menjadi Rp 7 triliun. “Anggaran ini masih sangat kecil dibandingkan Kementerian Pertanian sekitar Rp 19 triliun. Tapi anggaran untuk kesejahteraan nelayan malah tidak ada,” katanya.
Menjelang pergantian pemimpin negara yang akan datang, Halim meminta pemerintah menyiapkan anggaran khusus keselamatan jiwa nelayan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015.
Halim menganggap kehidupan nelayan di Indonesia tidak memiliki harapan baru, sebab kedua pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) Indonesia mendatang tidak menyinggung asuransi jiwa bagi nelayan tradisional. “Katanya ada Bank Nelayan, tapi sejak sekian lama tidak berjalan,” kata dia.
Pendapatan Kecil
Halim mengatakan, pendapatan nelayan sangat kecil meskipun dapat menangkap ikan secara besar-besaran. Kendalanya yaitu, pemerintah tidak memfasilitasi nelayan dengan teknologi penangkapan yang berkelanjutan dan terjangkau.
“Peran tengkulak di kampung-kampung nelayan sangat besar, mulai dari permodalan, penyediaan kapal hingga peralatan. Harga ditekan sedemikan rupa, hasilnya berimbas pada harga jual ikan,” kata Halim.
Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik mengatakan, nelayan kekurangan informasi kondisi alam dan cuaca di laut. Dengan begitu, kata Riza, nelayan kehilangan haknya mendapat perlindungan negara.
“Dalam kerangka antisipasi risiko kecelakaan, pemerintah tidak memberikan asuransi jiwa atau sosial kepada nelayan. Jika ini bisa diberikan, penghidupan nelayan akan semakin pasti,” katanya pada HARIAN NASIONAL di Jakarta, Jumat (30/5).
Riza mengatakan tren nelayan Indonesia semakin membahayakan sebab 80 persen nelayan yang melaut memasuki umur manula. Sisanya nelayan berumur paruh baya. Menurut Riza, tren ini sangat mengkhawatirkan, sebab lambat laun tidak akan ada lagi generasi pengganti yang mau menjadi nelayan.
“Minat anak muda menjadi nelayan semakin berkurang, sebab tidak ada perlindungan itu. Terlebih jaminan sosial dan risiko kecelakaan tidak ditanggung pemerintah. Padahal nelayan bekerja untuk memberi makan Indonesia dan negara tujuan ekspor kita,” katanya.
Riza meminta pemerintah yang akan datang menunjukkan apresiasinya kepada sektor perikanan dan kesejahteraan nelayan agar profesi nelayan menjadi pilihan strategis generasi muda mendatang.
“Kalau di Malaysia nelayan dapat perlindungan, seperti mendapat kuota bahan bakar minyak (BBM), dana pengobatan ketika terjadi kecelakaan, bahkan negara menanggung keluarga yang ditinggal melaut sekian lamanya. Nelayan termotivasi untuk lebih produktif,” ujarnya. | DIAN RISKI ROSMAYANTI
Sumber: http://www.harian-nasional.com/index.php/ekonomi/kesejahteraan-nelayan-dinilai-terabaikan