Gubernur Jawa Tengah Harus Realisasikan Janji Melindungi dan Berdayakan Nelayan

Siaran Pers Bersama
Forum Nelayan Jawa Tengah

YLBHI- LBH Semarang
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan

Gubernur Jawa Tengah Harus Realisasikan Janji
Melindungi dan Berdayakan Nelayan

Semarang, 31 Mei 2013. Pemilukada Jawa Tengah yang berlangsung pada tanggal 26 Mei 2013 lalu telah menghasilkan pasangan pemenang baru, yakni H. Ganjar Pranowo, SH dan Drs. H. Heru Sudjatmoko, M.Si dengan perolehan suara versi hitung cepat sebesar 46-49 persen. Dengan angka ini, dipastikan keduanya akan memimpin Jawa Tengah selama 5 tahun ke depan.

Andiyono, Direktur YLBHI-LBH Semarang mengatakan bahwa permasalahan kelautan dan perikanan yang marak terjadi di Jawa Tengah adalah akses BBM bersubsidi yang kian langka, pendataan nelayan yang tidak valid, reklamasi pantai, pembangunan PLTU Batang, pertambangan pasir besi, TPI yang mangkrak, dan tidak tersambungnya usaha perikanan skala kecil dari hulu (pra produksi) ke hilir (pasca produksi).

Dalam pantauan LBH Semarang, didapati fakta bahwa pembangunan yang dilakukan di wilayah pesisir, seperti reklamasi pantai, terbukti menggusur perkampungan nelayan tradisional. Contohnya di Tambak Lorok, Kota Semarang. Hal ini menunjukkan tiadanya partisipasi aktif masyarakat nelayan dalam menentukan alokasi ruang. Contoh lainnya di Kabupaten Jepara, di mana pesisir pantainya ditetapkan sebagai areal pertambangan pasir besi. “Tak pelak, hal ini menuai penolakan masyarakat hingga berujung pada kriminalisasi terhadap 15 nelayan,” tambah Sugeng, nelayan tradisional Jepara.

Ironisnya, Pasal 80 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 (Perda RTRW Jateng) yang menjadi acuan tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah tidak menyebutkan kawasan pantai utara Jepara sebagai kawasan pertambangan mineral logam, bukan logam, batuan, dan batubara. Hal ini menjadi pekerjaan rumah Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih untuk memastikan partisipasi rakyat dalam penataan ruang yang berkaitan dengan sumber-sumber penghidupan mereka.

Sementara itu, Ahmad Marthin Hadiwinata, Koordinator Advokasi Hukum dan Kebijakan KIARA menyatakan, “Pendapat dan persetujuan masyarakat nelayan tidak pernah diikutsertakan dalam pengambilan kebijakan. Apalagi yang bersangkut-paut langsung dengan hajat hidup mereka. Misalnya pembangunan PLTU Batang yang dilatarbelakangi oleh hadirnya MP3EI (Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia)”.

Oleh karena itu, Forum Nelayan Jawa Tengah bersama dengan LBH Semarang dan KIARA mendesak pasangan pemenang Pemilukada Jawa Tengah untuk menjalankan program-program bagi masyarakat nelayan tradisional yang sudah dijanjikan, di antaranya kartu nelayan yang menjamin kebutuhan solar, permodalan, dan harga ikan yang layak.***

Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:

Sugeng, Forum Nelayan Jepara
di +62 852 8970 1385

Sugeng Triyanto, Kelompok Nelayan Wilujeng, Kendal
di +62 858 7625 9545

Andiyono, S.H, Direktur YLBHI- LBH Semarang
di +62 813 90075 252

Ahmad Marthin Hadiwinata, Koordinator Advokasi Hukum dan Kebijakan KIARA

Kenaikan BBM Memberatkan Nelayan Tradisional

Jakarta, Seruu.com – Rencana pemerintah untuk menaikan harga BBM bersubsidi menimbulkan polemik di kalangan masyarakat. Banyak yang tidak menyetujui dengan kenaikan tersebut, terutama di kalangan nelayan tradisional.

Menurut Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), pemerintah harus membenahi fungsi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) serta menindaktegaskan pelaku (pemilik SPBN dan pengguna) penyimpanan BBM bersubsidi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Kiara mendesak pemerintah untuk membatalkan kenaikan harga BBM bersubsidi sebelum menjamin akses dan ketersedian pasokan BBM bersubsidi bagi nelayan tradisional.

Meski anggaran BBM bersubsidi meningkat , nelayan tradisional tidak mendapatkan haknya. Padahal, untuk turun ke laut, nelayan harus menyiapkan sedikitnya 60-70% dari total ongkos produksi. Hal ini berimbas pada sulitnya keluarga nelayan untuk hidup sejahtera. Karena di saat bersamaan harga BBM dan harga sembako meningkat.

Kiara mendapati fakta bahwa kesulitan akses dan kesinambungan pasokan BBM bersubsidi di 237 unit SPBN di Indonesia pada 2011 menjadikan nelayan tradisional sebagai masyarakat yang paling dirugikan. Terlebih, kenaikan harga solar sebesar Rp200 di tahun 2012 melalui Perpres Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu sudah terbukti kian membebani. Belum lagi, penyimpangan pemakaian BBM bersubsidi juga marak terjadi di SPBN. Misal, di Kota Tarakan, Kalimantan Timur.

Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi, yakni Rp2.000 per liter untuk premium dan Rp1.000 per liter untuk solar, per Juni 2013 tanpa disertai perbaikan kinerja pemerintah untuk menjamin kemudahan akses dan ketersediaan alokasi bagi nelayan sebaiknya ditinjau ulang. ”

“Apa lagi, sepanjang 2010-2013 anggaran subsidi BBM jenis tertentu terus meningkat sebesar 182%,” ujarnya, Kamis (23/5/2013). [ary]

Sumber: http://mobile.seruu.com/utama/ekonomi-dan-keuangan/artikel/kenaikan-bbm-memberatkan-nelayan-tradisional