Sutiamah: Pejuang Lingkungan, Hak Anak dan Perempuan Roban, Batang

Majelis Hakim Tolak Eksepsi Para Tergugat: Sidang Gugatan Warga Negara (CLS ) Swastanisasi Air Masuk Pemeriksaan Pokok Perkara
Selasa, 25 Juni 2013 , Ketua Majelis Hakim: Nawawi Pomolango, SH yang memimpin persidangan perkara No. 527/PDT.G/2012/PN.JKT PST. Membacakan putusan sela atas eksepsi kompetensi absolut yang diajukan Para Tergugat diantaranya Presiden RI, Wakil Presiden RI, Menteri Keuangan, Menteri Pekerjaan Umum, PT. Palyja dan PT. Aetra terhadap Gugatan Warga Negara Pembatalan Perjanjian Kerjasama Swastanisasi Air yang diajukan oleh (12 Warga Negara, Nurhidayah dkk). Dalam eksepsinya pada persidangan sebelumnya, Para Penggugat mendalilkan bahwa gugatan warga negara para tergugat tidak dapat diterima karena menuntut adanya pencabutan surat Surat Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 3126/072 tertanggal 24 Desember 1997 (support letter Gubernur DKI Jakarta tahun 1997) dan surat Menteri Keuangan Republik Indonesia No. S-648/MK.01/1997 tertanggal 26 Desember 1997 yang itu merupakan objek sengketa Tata Usaha Negara. Menanggapi eksepsi tersebut, Penggugat menjelaskan dalil tersebut muncul karena ketidakcermatan dan telitinya para tergugat dalam membaca gugatan Citizen Law, khususnya mengenai petitum gugatan, sehingga kemudian menukil secara serampangan petitum gugatan dan mengabaikan petitum lain terkait gugatan yang diajukan. Petitum Penggugat agar para tergugat mencabut surat Gubernur dan Surat menteri keuangan hanyalah salah satu sub point dari tujuh petitum penggugat yang pada intinya menuntut agar pengadilan menyatakan bahwa perjanjian kerjasama antara tergugat V dengan turut tergugat I dan II batal demi hukum dan sebagai konsekuensi dari adanya pembatalan perjanjian kerjasama haruslah dicabut surat yang menjadi pendukung dari pelaksanaan kerjasama tersebut Sejatinya dalam gugatan tersebut objek dari gugatan Citizen Law Suit bukanlah Surat Gubernur dan Surat Menteri Keuangan melainkan adalah adanya kerjasama Tergugat VII antara Swasta asing Palyja dan Aetara yang dibuat dengan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.Dalam eksepsinya justru para tergugat mencoba mengaburkan apa yang menjadi inti permasalahan dalam gugatan yang di ajukan oleh para penggugat dan mengarahkan pada pemahaman yang keliru terkait substansi gugatan. Pendapat Penggugat tersebut pun dilengkapi dengan 11 bukti pendukung yang termasuk didalamnya pengalaman PN Jakarta Pusat mengadili dan memutus perkara Gugatan Warga Negara. Terhadap dalil eksepsi kompetensi absolut yang diajukan tergugat dan tanggapan penggugat, Majelis Hakim mengambil putusan untuk menolak eksepsi para Tergugat. Majelis hakim memutuskan bahwa Mekanisme Gugatan Warga Negara terhadap Konsesi Swastanisasi Air Jakarta diterima dan Sidang akan dilanjutkan ke Pemeriksaan Pokok Perkara, adapun pertimbangan hakim dalam putusan Sela tersebut sebagai berikut : Menimbang Bahwa dengan berpedoman pada pasal 136 HIR hanya mempertimbangkan pada eksepsi kompetensi absolute dan eksepsi selebihnya akan diputuskan bersama pokok perkara Menimbang bahwa Tergugat 1, 2,3,4 dan Turut Tergugat 1 dan Turut tergugat 2 Meminta penggugat Mencabut Surat keputusan yang dikeluarkan oleh badan Tun berupa SK Gub & Surat Menteri keuangan adalah keputusan TUN. Menimbang Tergugat tidak teliti dan cermat dalam melihat gugtan citizen Law Swit (CLS) yang diajukan oleh Penggugat Karena Tergugat terlalu menggangap mudah gugtan yang diajukan oleh Penggugat tent perjanjian kerjasama swatanisasi air Menimbang Setelah Hakim Mengkonstatir dari dalil gugatan dan petitum terhadap pokok gugatan terkait ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa incasu T1-7 karena tidak terpenuhinya hak-hak dari warganegara sebagaimana disebut dalam ide petitum angka 2 s/d angka 7 huruf h –g yang mana ini adalah tuntutan Warga Negara terhadap penguasa yang dalam hal ini dikenal dalam mekanisme gugatan perdata sebagai gugatan CLS yang mana hal tersebut menjadi kewenangan Peradilan Umum pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Menimbang sepanjang tentang tuntutan pencabutan SK Gubernur dan Menkeu dalam petitum angka 7 Huruf H. majelis hakim bertpendapat hanyalah tuntutan yang bersifat asecoir atau ikutan yang seyogyanya tidak sama sekali mengesampingkan tuntutan pokok perkara. Dan majelis hakim mengesampingkan bukti2 awal tergugat dan turut tergugat termasuk ket saksi ahli dari Tergugat. Kesimpulan Majelis: Terhadap eksepsi kompetensi absolut tergugat dan turut tergugat tidak cukup beralasan hukum dan harus ditolak dan sekaligus menetapkan untuk dilanjutkan pada proses pemeriksaan pokok perkara dengan memperhatikan khusus pasal 134 HIR dan 136 HIR, maka majelis menolak eksepsi kompetensi absolute tergugat , menerima perkara dan menetapkan pemeriksaan pokok perkara, tersebut menjadi kewenangan PN Jakarta Pusat, menangguhkan pembebanan biaya pokok perkara sampai pada putusan akhir. Terhadap putusan a quo, KMMSAJ mengapresiasi putusan Majelis Hakim dalam perkara ini. Meskipun sebelumnya sempat khawatir putusan akan “masuk angin”, karena pengambilan putusan sempat tertunda satu minggu dari tanggal seharusnya 18 Juni 2013 karena hakim meminta waktu untuk berfikir dengan alasan belum adanya kesamaan pendapat. Putusan ini menunjukkan bahwa pengadilan memperhatikan kepentingan publik, khususnya masyarakat jakarta yang terlanggar hak atas air nya serta menunjukkan bahwa Hakim masih berhati-hati dalam memutus perkara dan berpedoman pada nurani serta nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Harapanya akan selalu demikian, dan masyarakat dapat terus mengawal berjalannya proses hukum GWN ini sampai petitum diterima. Putusan Sela ini merupakan langkah awal untuk memasuki tahap pembuktian,untuk membongkar 16 tahun praktek swastanisasi air yang melanggar hak konstitusi dan peraturan perundang-undagaan yang berakibat pada kerugian negara dan kerugian masyarakat pemilik keadulatan lebih khusus lagi masyarakat miskin yang selama ini tidak memperoleh akses atas air. Swastanisasi air ini sendiri jika diteruskan, baru akan selesai tahun 2023 dan jika tidak segera dihentikan, diperkirakan potensi kerugian negara mencapati 18, 2 Triliun.Jakarta, 25 Juni 2013
Hormat Kami,
Koalisi Mayarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta
Koalisi Masyarakat Untuk Hak Atas Air (KRuHa), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jakarta, Koalisi Anti Utang (KAU),
Solidaritas Perempuan (SP) Jabotabek, Front Perjuangan Pemuda Indonesia,
Jaringan Rakyat Miskin Kota, Indonesia Corruption Watch (ICW)
Untuk Informasi Lebih Lanjut, Silahkan menghubungi: Arif Maulana (LBH Jakarta): 0817256167; ar1f_maulana@yahoo.com Ahmad Marthin Hadiwinata (KIARA): 081286030453; hadiwinata_ahmad@yahoo.com Muhammad Reza (KruHA): 081370601441; reza@kruha.orgKIARA: Nelayan Tradisional Dirugikan Akibat Isu Harga BBM Naik
Jakarta, 21 Juni 2013. Isu kenaikan BBM beberapa hari terakhir telah berdampak naiknya berbagai kebutuhan pokok bagi keluarga nelayan tradisional di berbagai wilayah di Indonesia. Ironisnya, kenaikan harga kebutuhan tersebut tidak diikuti dengan meningkatnya harga hasil tangkapan ikan mereka. Bahkan pada komunitas nelayan tradisional yang hanya memasok komunitas tertentu mengalami penurunan pendapatan akibat turunnya jumlah pembelian ikan. Kehidupan Nelayan tradisional Tarakan semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sejak adanya isu kenaikan BBM. Semua bahan pokok kebutuhan rumah tangga dan melaut, seperti beras, minyak sayur, gula, garam, dan lain-lain rata-rata telah naik antara Rp.1.000 – Rp.5.000/kg/lt. Demikianlah situasi yang dihadapi oleh masyarakat nelayan. Misalnya nelayan Bengkalis, di tengah isu kenaikan BBM dan sulitnya mencari ikan akibat kabut asap tebal (kebakaran hutan) yang menghalangi melaut, harga-harga bahan kebutuhan pokok naik antara Rp.200 –Rp. 5.000/kg/lt. Secara umum kondisi harga bahan pokok di 3 kampung nelayan sejak ada isu kenaikan harga BBM mengalami kenaikan harga (Tabel 1). Tabel 1. Daftar Harga Kebutuhan Pokok Nelayan Tradisional di 3 daerah
No |
Nama Daerah |
Nama Bahan Pokok |
Harga Sebelumnya |
Harga Setelah ada Isu Kenaikan Harga BBM |
1 |
Tarakan |
Beras | Rp.8.000 /kg | Rp. 9.000/kg |
Minyak goreng | Rp.12.500 /lt | Rp.13.500 /lt | ||
Gula pasir | Rp.13.000 /kg | Rp.14.000/kg | ||
Cabe merah | Rp. 30.000/kg | Rp. 35.000 /kg | ||
2 |
Bengkalis |
Beras | Rp. 7.100/kg | Rp. 7.300/kg |
Minyak goreng | Rp. 9.500/lt | Rp. 10.500/lt | ||
Gula pasir | Rp. 12.000/kg | Rp. 14.000/kg | ||
Cabe merah | Rp. 25.000/kg | Rp. 30.000/kg | ||
3 |
Gresik |
Beras | Rp.8.000 /kg | Rp. 8.6000/kg |
Minyak goreng | Rp.11.000 /kg | Rp. 12.000/kg | ||
Gula pasir | Rp. 13.000/kg | Rp. 14.5000/kg | ||
Cabe merah | Rp. 15.000 /kg | Rp. 30.000/kg |
No. |
Nama Ikan |
Harga Sebelumnya |
Harga Setelah Ada Isu Kenaikan Harga BBM |
Tempat Jual |
Daerah Nelayan |
1 | Kakap Merah | Rp. 32.000 /kg | Rp. 32.000/kg | Pengepul | Tarakan |
2 | Tenggiri | Rp. 25.000/kg | Rp. 25.000/kg | Konsumen lokal | Bengkalis |
3 | Ikan Parang | Rp.12.000/kg | Rp. 11.000-Rp.12.000/ | Konsumen lokal | Bengkalis |
4 | Tongkol | Rp. 7.000/kg | Rp. 7.000/Kg | Tengkulak | Gresik |
5 | Cumi | Rp. 20.000/kg | Rp. 20.000/kg | Tengkulak | Gresik |
Pemberantasan Pencurian Ikan: Sea and Coast Guard Jawaban Tumpang Tindih Koordinasi
Jakarta, 10 Juni 2013. Pengawasan perikanan Indonesia tidak optimal disebabkan adanya tumpang tindih antar kementerian sektoral sehingga pencurian ikan tidak akan pernah bisa berkurang. Data KIARA menunjukkan sepanjang 2001 – 2013, terdapat 6.215 kasus pencurian ikan. Dari jumlah itu, 60 persen lebih atau 3.782 kasus terjadi hingga Nopember 2012. Penyidikan tindak pidana di bidang perikanan dilakukan berdasarkan Pasal 73 UU No. 31 Tahun 2004 jo UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL dan/atau Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal tersebut menjadi dasar penyidikan pencurian ikan dapat dilakukan dilakukan oleh lembaga yang disebut. Selain itu juga dalam beberapa peraturan perundngan yang terkait dengan semisal di UU Tentara Nasional Indonesia juga memandatkan upaya pemberantasan pencurian ikan. Dalam penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf g angka 3 UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menjelaskan TNI bertugas untuk menjaga kedaulatan Negara yang berupa ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara termasuk juga ancaman keamanan di laut atau udara yurisdiksi nasional Indonesia, termasuk Penangkapan ikan secara ilegal atau pencurian kekayaan laut. Tumpang tindih pemberantasan pencurian ikan ditandai dengan dibentuknya Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) berdasarkan Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut. Dasar yuridis pembentukannya adalah UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang dibuat sebagai turunan dari Konvensi tentang Hukum Laut (UNCLOS). Patut diperhatikan adalah UU Perairan tersebut basisnya tentang perhubungan laut dan tidak dengan tegas menyebutkan tentang adanya pemberantasan pencurian ikan. Ditambah lagi, Bakorkamla bersifat koordinasi 13 kementerian dan lembaga Menjawab tumpang tindih upaya pemberantasan perikanan dapat dilakukan dengan menjalankan mandat UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran untuk membentuk Lembaga Penjaga Laut dan Pantai. Alasannya adalah pertama, lembaga tersebut yang akan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai yang termasuk dalamnya UU Perikanan. Lembaga tersebut akan bertanggungjawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri. Merujuk kepada penjelasan UU Pelayaran bahwa lembaga Penjaga Laut dan Pantai memiliki fungsi komando dalam penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, dan fungsi koordinasi di bidang penegakan hukum di luar keselamatan pelayaran. Dasar pembentukannya lebih tinggi dari Perpres yaitu berdasarkan Peraturan Pemerintah. Kedua, lembaga Penjaga Laut dan Pantai mempunyai tugas, fungsi dan wewenang yang lebih komprehensif dibanding dengan Bakorkamla. Tugas, fungsi dan wewenang Lembaga Penjaga Laut dan Pantai berdasarkan UU Pelayaran yaitu:Tugas berdasarkan Pasal 276 ayat (1) UU Pelayaran | Fungsi berdasarkan Pasal 277 ayat (1) | Wewenang berdasarkan Pasal 278 ayat (1) |
Untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan keamanan di laut dilaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai. | a. melakukan pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran; | a. melaksanakan patroli laut; |
b. melakukan pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan pencemaran di laut; | b. melakukan pengejaran seketika (hot pursuit); | |
c. pengawasan dan penertiban kegiatan serta lalu lintas kapal; | c. memberhentikan dan memeriksa kapal di laut; dan | |
d. pengawasan dan penertiban kegiatan salvage, pekerjaan bawah air, serta eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut; | d. melakukan penyidikan. | |
e. pengamanan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; dan | ||
f. mendukung pelaksanaan kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa di laut. | ||
penjaga laut dan pantai melaksanakan tugas sebagai Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan
Jl. Tebet Utara 1 C No.9 RT.08/RW.01, Kel. Tebet Timur, Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan. 12820, Indonesia. Tlp/Fax +62-21 22902055
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) adalah organisasi non-pemerintah yang berdiri pada tanggal 6 april 2003. Organisasi nirlaba ini diinisiasi oleh WALHI, Bina Desa, JALA (Jaringan Advokasi untuk Nelayan Sumatera Utara), Federasi Serikat Nelayan Nusantara (FSNN), dan individu-individu yang menaruh perhatian terhadap isu kelautan dan perikanan.