MASYARAKAT PESISIR SEMAKIN MENDERITA

JAKARTA-Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) melansir kerugian nelayan, petambak dan masyarakat pesisir sudah mencapai angka Rp. 100,99 miliar akibat cuaca buruk di awal 2014.

 

Kerugian itu dialami oleh sekitar 90,500 orang nelayan dan petambak dari 10 kabupaten yang tersebar di Pulau Jawa sebanyak lima kabupaten, dua di Sumatera, dan masing-masing satu kabupaten di Kalimantan dan Sulawesi.

 

“Akibatnya, persediaan pangan habis dan utang menumpuk. Sebagian nelayan memaksakan diri untuk tetap melaut agar bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga,” jelas Kiara dalam siaran pers,  Senin (27/1).

 

Karena memaksakan melaut, Kiara menyatakan jumlah kecelakaan yang dialami oleh nelayan meningkat. Sepanjang Januari 2014, ada 12 orang nelayan hilang di perairan Indramayu, Jawa Barat.

 

Selain itu tercatat seorang nelayan meninggal dan dua lainnya terluka karena terhempas ombak setinggi 2-3 meter di perairan Batang, Jawa Tengah. (Bisnis/65)

 

Sumber: Harian Koran Bisnis Indonesia, Selasa, 28 Januari 2014 – Agribisnis (Hal. 22)

Nelayan Rugi Miliaran Rupiah karena Cuaca Buruk

Nelayan Rugi Miliaran Rupiah karena Cuaca Buruk

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan bahwa masyarakat pesisir yaitu nelayan dan petambak mengalami kerugian miliaran rupiah karena tidak bisa melaut dan berbudidaya akibat cuaca buruk.

“Sedikitnya Rp100 miliar kerugian material diderita oleh 90.500 masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan petambak, di 10 kabupaten akibat bencana cuaca ekstrem yang terjadi sepanjang Januari 2014,” kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta, Senin.

Menurut Abdul Halim, situasi itu mengakibatkan nelayan dan petambak tidak bisa berproduksi, baik melaut maupun berbudidaya.

Ia mengingatkan bahwa semenjak bencana cuaca ekstrem melanda wilayah pesisir dan laut di Tanah Air, nelayan di Pantai Utara Jawa tidak bisa melaut akibat ombak setinggi 3 meter.

“Nelayan Bengkalis (Kepulauan Riau) dan Sumatera Utara selama sebulan terakhir juga tidak bisa melaut akibat angin kencang dan gelombang yang mencapai 1 hingga 2,5 meter. Kondisi serupa juga dialami oleh nelayan di Tarakan, Kalimantan Utara, selama 1 pekan terakhir. Lebih parah lagi, rumah-rumah nelayan di pesisir Teluk Manado juga rusak akibat banjir bandang,” ucapnya.

Menurut dia, bencana cuaca ekstrem yang menimpa masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan pembudidaya terus berulang tiap tahunnya tanpa kesiapsiagaan dan upaya pencegahan bencana yang memadai padahal ancaman bencana cuaca ekstrem sudah bisa diperkirakan sebelumnya.

Untuk itu, Kiara mendesak pemerintah guna mendistribusikan informasi secara tertulis dan lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana, melibatkan nelayan dan petambak secara aktif dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan memperingatkan potensi terjadinya kematian massal komoditas perikanan akibat dampak dari cuaca buruk yang melanda berbagai daerah di Indonesia akhir-akhir ini.

“Bencana banjir yang akhir-akhir ini melanda beberapa wilayah Indonesia ternyata juga berdampak buruk pada budidaya ikan,” kata Plt Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Achmad Poernomo di Jakarta, Rabu (22/1).

Menurut Poernomo, dampak buruk tersebut bisa terjadi berupa kematian massal ikan akibat peristiwa “umbalan” atau pembalikan air dari lapisan bawah naik ke permukaan dan sebaliknya seperti fenomena alam yang dapat terjadi seperti di Waduk Djuanda Jatiluhur Purwakarta, Jawa Barat.

Ia mengingatkan bahwa menurut data BMKG mengenai informasi prakiraan bulanan sifat hujan, intensitas hujan akan terjadi sampai akhir Februari.

“Kondisi ini mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut dan dapat memicu terjadinya kematian massal ikan di Waduk Djuanda,” katanya.

Poernomo memaparkan, kematian massal ikan di Waduk Djuanda yang terjadi pada awal Januari 2013 hampir mirip kondisi cuaca Januari 2014. Untuk itu, KKP telah membentuk tim peneliti dari BP2KSI melakukan monitoring kualitas air secara intensif.

“Tim bertugas memantau kualitas perairan sebagai bahan perhatian masyarakat pembudidaya dan pemangku kepentingan terkait. Upaya ini guna menghindari dampak kerugian besar akibat kematian massal ikan yang kemungkinan akan terjadi,” ujarnya.

Sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/01/27/n02240-nelayan-rugi-miliaran-rupiah-karena-cuaca-buruk

Kiara: nelayan rugi miliaran rupiah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan bahwa masyarakat pesisir yaitu nelayan dan petambak mengalami kerugian miliaran rupiah karena tidak bisa melaut dan berbudidaya akibat cuaca buruk.

“Sedikitnya Rp 100 miliar kerugian material diderita oleh 90.500 masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan petambak, di 10 kabupaten akibat bencana cuaca ekstrem yang terjadi sepanjang Januari 2014,” kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta, Senin (27/1).

Menurut Abdul Halim, situasi itu mengakibatkan nelayan dan petambak tidak bisa berproduksi, baik melaut maupun berbudidaya. Ia mengingatkan bahwa semenjak bencana cuaca ekstrem melanda wilayah pesisir dan laut di Tanah Air, nelayan di Pantai Utara Jawa tidak bisa melaut akibat ombak setinggi 3 meter.

Menurut dia, bencana cuaca ekstrem yang menimpa masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan pembudidaya terus berulang tiap tahunnya tanpa kesiapsiagaan dan upaya pencegahan bencana yang memadai padahal ancaman bencana cuaca ekstrem sudah bisa diperkirakan sebelumnya.

Untuk itu, Kiara mendesak pemerintah guna mendistribusikan informasi secara tertulis dan lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana, melibatkan nelayan dan petambak secara aktif dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya.

Cuaca buruk buat nelayan rugi miliaran rupiah

Jakarta – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan bahwa masyarakat pesisir yaitu nelayan dan petambak mengalami kerugian miliaran rupiah karena tidak bisa melaut dan berbudidaya akibat cuaca buruk.

“Sedikitnya Rp100 miliar kerugian material diderita oleh 90.500 masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan petambak, di 10 kabupaten akibat bencana cuaca ekstrem yang terjadi sepanjang Januari 2014,” kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta, Senin (27/1).

Menurut Abdul Halim, situasi itu mengakibatkan nelayan dan petambak tidak bisa berproduksi, baik melaut maupun berbudidaya.

Ia mengingatkan bahwa semenjak bencana cuaca ekstrem melanda wilayah pesisir dan laut di Tanah Air, nelayan di Pantai Utara Jawa tidak bisa melaut akibat ombak setinggi 3 meter.

“Nelayan Bengkalis (Kepulauan Riau) dan Sumatera Utara selama sebulan terakhir juga tidak bisa melaut akibat angin kencang dan gelombang yang mencapai 1 hingga 2,5 meter. Kondisi serupa juga dialami oleh nelayan di Tarakan, Kalimantan Utara, selama satu pekan terakhir. Lebih parah lagi, rumah-rumah nelayan di pesisir Teluk Manado juga rusak akibat banjir bandang,” ucapnya.

Menurut dia, bencana cuaca ekstrem yang menimpa masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan pembudidaya terus berulang tiap tahunnya tanpa kesiapsiagaan dan upaya pencegahan bencana yang memadai padahal ancaman bencana cuaca ekstrem sudah bisa diperkirakan sebelumnya.

Untuk itu, Kiara mendesak pemerintah guna mendistribusikan informasi secara tertulis dan lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana, melibatkan nelayan dan petambak secara aktif dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan memperingatkan potensi terjadinya kematian massal komoditas perikanan akibat dampak dari cuaca buruk yang melanda berbagai daerah di Indonesia akhir-akhir ini.

“Bencana banjir yang akhir-akhir ini melanda beberapa wilayah Indonesia ternyata juga berdampak buruk pada budidaya ikan,” kata Plt Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Achmad Poernomo di Jakarta, Rabu (22/1).

Menurut Poernomo, dampak buruk tersebut bisa terjadi berupa kematian massal ikan akibat peristiwa “umbalan” atau pembalikan air dari lapisan bawah naik ke permukaan dan sebaliknya seperti fenomena alam yang dapat terjadi seperti di Waduk Djuanda Jatiluhur Purwakarta, Jawa Barat.

Ia mengingatkan bahwa menurut data BMKG mengenai informasi prakiraan bulanan sifat hujan, intensitas hujan akan terjadi sampai akhir Februari.

“Kondisi ini mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut dan dapat memicu terjadinya kematian massal ikan di Waduk Djuanda,” katanya.

Poernomo memaparkan, kematian massal ikan di Waduk Djuanda yang terjadi pada awal Januari 2013 hampir mirip kondisi cuaca Januari 2014. Untuk itu, KKP telah membentuk tim peneliti dari BP2KSI melakukan monitoring kualitas air secara intensif.

“Tim bertugas memantau kualitas perairan sebagai bahan perhatian masyarakat pembudidaya dan pemangku kepentingan terkait. Upaya ini guna menghindari dampak kerugian besar akibat kematian massal ikan yang kemungkinan akan terjadi,” ujarnya.

sumber : http://www.beritasatu.com/nasional/163075-cuaca-buruk-buat-nelayan-rugi-miliaran-rupiah.html

Nelayan rugi miliaran rupiah karena cuaca buruk

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan bahwa masyarakat pesisir yaitu nelayan dan petambak mengalami kerugian miliaran rupiah karena tidak bisa melaut dan berbudidaya akibat cuaca buruk.

“Sedikitnya Rp100 miliar kerugian material diderita oleh 90.500 masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan petambak, di 10 kabupaten akibat bencana cuaca ekstrem yang terjadi sepanjang Januari 2014,” kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta, Senin.

Menurut Abdul Halim, situasi itu mengakibatkan nelayan dan petambak tidak bisa berproduksi, baik melaut maupun berbudidaya.

Ia mengingatkan bahwa semenjak bencana cuaca ekstrem melanda wilayah pesisir dan laut di Tanah Air, nelayan di Pantai Utara Jawa tidak bisa melaut akibat ombak setinggi 3 meter.

“Nelayan Bengkalis (Kepulauan Riau) dan Sumatera Utara selama sebulan terakhir juga tidak bisa melaut akibat angin kencang dan gelombang yang mencapai 1 hingga 2,5 meter. Kondisi serupa juga dialami oleh nelayan di Tarakan, Kalimantan Utara, selama 1 pekan terakhir. Lebih parah lagi, rumah-rumah nelayan di pesisir Teluk Manado juga rusak akibat banjir bandang,” ucapnya.

Menurut dia, bencana cuaca ekstrem yang menimpa masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan pembudidaya terus berulang tiap tahunnya tanpa kesiapsiagaan dan upaya pencegahan bencana yang memadai padahal ancaman bencana cuaca ekstrem sudah bisa diperkirakan sebelumnya.

Untuk itu, Kiara mendesak pemerintah guna mendistribusikan informasi secara tertulis dan lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana, melibatkan nelayan dan petambak secara aktif dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan memperingatkan potensi terjadinya kematian massal komoditas perikanan akibat dampak dari cuaca buruk yang melanda berbagai daerah di Indonesia akhir-akhir ini.

“Bencana banjir yang akhir-akhir ini melanda beberapa wilayah Indonesia ternyata juga berdampak buruk pada budidaya ikan,” kata Plt Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Achmad Poernomo di Jakarta, Rabu (22/1).

Menurut Poernomo, dampak buruk tersebut bisa terjadi berupa kematian massal ikan akibat peristiwa “umbalan” atau pembalikan air dari lapisan bawah naik ke permukaan dan sebaliknya seperti fenomena alam yang dapat terjadi seperti di Waduk Djuanda Jatiluhur Purwakarta, Jawa Barat.

Ia mengingatkan bahwa menurut data BMKG mengenai informasi prakiraan bulanan sifat hujan, intensitas hujan akan terjadi sampai akhir Februari.

“Kondisi ini mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut dan dapat memicu terjadinya kematian massal ikan di Waduk Djuanda,” katanya.

Poernomo memaparkan, kematian massal ikan di Waduk Djuanda yang terjadi pada awal Januari 2013 hampir mirip kondisi cuaca Januari 2014. Untuk itu, KKP telah membentuk tim peneliti dari BP2KSI melakukan monitoring kualitas air secara intensif.

“Tim bertugas memantau kualitas perairan sebagai bahan perhatian masyarakat pembudidaya dan pemangku kepentingan terkait. Upaya ini guna menghindari dampak kerugian besar akibat kematian massal ikan yang kemungkinan akan terjadi,” ujarnya.
sumber : http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/01/27/n02240-nelayan-rugi-miliaran-rupiah-karena-cuaca-buruk

Nelayan merugi miliaran rupiah karena cuaca ekstrem

Jakarta (ANTARA News) – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan bahwa masyarakat pesisir, yaitu nelayan dan petambak, mengalami kerugian miliaran rupiah karena tidak bisa melaut dan berbudidaya akibat cuaca ekstrem.

“Sedikitnya Rp100 miliar kerugian material diderita oleh 90.500 penduduk pesisir, khususnya nelayan dan petambak di 10 kabupaten akibat bencana cuaca ekstrem yang terjadi sepanjang Januari 2014,” kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta, Senin.

Menurut Abdul Halim, situasi itu mengakibatkan nelayan dan petambak tidak bisa berproduksi, baik melaut maupun berbudidaya.

Ia mengingatkan bahwa semenjak bencana cuaca ekstrem melanda wilayah pesisir dan laut di Tanah Air, nelayan di Pantai Utara Jawa tidak bisa melaut akibat tinggi ombak mencapai 3 meter.

“Nelayan Bengkalis (Kepulauan Riau) dan Sumatera Utara selama sebulan terakhir juga tidak bisa melaut akibat angin kencang dan gelombang yang mencapai 1 hingga 2,5 meter. Kondisi serupa juga dialami oleh nelayan di Tarakan, Kalimantan Utara, selama 1 pekan terakhir. Lebih parah lagi, rumah-rumah nelayan di pesisir Teluk Manado juga rusak akibat banjir bandang,” ucapnya.

Menurut dia, bencana cuaca ekstrem yang menimpa masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan pembudidaya terus berulang tiap tahunnya tanpa kesiapsiagaan dan upaya pencegahan bencana yang memadai, padahal ancaman bencana cuaca ekstrem sudah bisa diperkirakan sebelumnya.

Untuk itu, Kiara mendesak pemerintah guna mendistribusikan informasi secara tertulis dan lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana, melibatkan nelayan dan petambak secara aktif dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya.

sumber : http://www.antaranews.com/berita/416232/nelayan-rugi-miliaran-rupiah-karena-cuaca-ekstrem

Nelayan merugi miliaran rupiah karena cuaca ekstrem

Jakarta (ANTARA News) – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan bahwa masyarakat pesisir, yaitu nelayan dan petambak, mengalami kerugian miliaran rupiah karena tidak bisa melaut dan berbudidaya akibat cuaca ekstrem.

“Sedikitnya Rp100 miliar kerugian material diderita oleh 90.500 penduduk pesisir, khususnya nelayan dan petambak di 10 kabupaten akibat bencana cuaca ekstrem yang terjadi sepanjang Januari 2014,” kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta, Senin.

Menurut Abdul Halim, situasi itu mengakibatkan nelayan dan petambak tidak bisa berproduksi, baik melaut maupun berbudidaya.

Ia mengingatkan bahwa semenjak bencana cuaca ekstrem melanda wilayah pesisir dan laut di Tanah Air, nelayan di Pantai Utara Jawa tidak bisa melaut akibat tinggi ombak mencapai 3 meter.

“Nelayan Bengkalis (Kepulauan Riau) dan Sumatera Utara selama sebulan terakhir juga tidak bisa melaut akibat angin kencang dan gelombang yang mencapai 1 hingga 2,5 meter. Kondisi serupa juga dialami oleh nelayan di Tarakan, Kalimantan Utara, selama 1 pekan terakhir. Lebih parah lagi, rumah-rumah nelayan di pesisir Teluk Manado juga rusak akibat banjir bandang,” ucapnya.

Menurut dia, bencana cuaca ekstrem yang menimpa masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan pembudidaya terus berulang tiap tahunnya tanpa kesiapsiagaan dan upaya pencegahan bencana yang memadai, padahal ancaman bencana cuaca ekstrem sudah bisa diperkirakan sebelumnya.

Untuk itu, Kiara mendesak pemerintah guna mendistribusikan informasi secara tertulis dan lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana, melibatkan nelayan dan petambak secara aktif dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya.

sumber : http://www.antaranews.com/berita/416232/nelayan-rugi-miliaran-rupiah-karena-cuaca-ekstrem