“Sekejap Datang, Sekejap Pergi” Siaran Pers dan Pernyataan Sikap Perempuan Nelayan Dukuh Timbulsloko Merespons Kunjungan DKP Kabupaten Demak
Siaran Pers
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
“Sekejap Datang, Sekejap Pergi”
Siaran Pers dan Pernyataan Sikap Perempuan Nelayan Dukuh Timbulsloko Merespons Kunjungan DKP Kabupaten Demak
Demak, 18 Maret 2025. Pada 27 Februari 2025, perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Demak berkunjung ke Dukuh Timbulsloko, Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Lima orang perwakilan datang menemui salah seorang perempuan nelayan pasca publikasi media yang mengangkat isu dan cerita tentang keseharian perempuan nelayan Dukuh Timbulsloko. Liputan media ini menggambarkan bagaimana upaya perempuan nelayan bertahan di tengah kondisi lingkungan yang memburuk. Dalam kunjungan DKP Demak, mereka melakukan identifikasi dan mendata 4 (orang) perempuan yang melakukan penangkapan ikan. Melalui data tersebut, DKP Demak menyampaikan rencana akan memberikan bantuan alat tangkap kepada kelompok perempuan nelayan di Dukuh Timbulsloko sebagai bentuk ‘kepedulian’ mereka terhadap perempuan nelayan.
Namun, DKP Demak akan memberikan bantuan tersebut jika keempat perempuan nelayan tersebut bergabung dengan kelompok lain untuk melakukan penyalurannya. DKP Demak berdalih bahwa perempuan yang menjadi nelayan di dalam kelompok hanya 4 (empat) orang dari total 16 orang perempuan anggota kelompok. 4 orang perempuan nelayan tersebut ‘diambil’ dan ‘akan dimasukkan’ ke kelompok lain oleh DKP Demak karena kelompok perempuan nelayan Dukuh Timbulsloko dianggap belum resmi oleh DKP Demak. Belakangan, pada 1 Maret 2025, DKP Demak mulai menghimpun kartu identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) melalui perwakilan kelompok lain yang akan menjadi target penyaluran bantuan.
Menyikapi tindakan DKP Demak tersebut, Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati menyatakan bahwa beberapa problem mendasar yang menunjukkan bahwa DKP Demak tidak hadir atau absen selama ini dalam upaya mengembangkan, memajukan, dan menyejahterakan nelayan dan masyarakat pesisir di tengah himpitan ekonomi akibat krisis iklim yang mewujud dalam perubahan-perubahan lanskap yang semakin memburuk.
“Pertama, kunjungan dan rencana pemberian bantuan kepada perempuan nelayan di Dukuh Timbulsloko menunjukkan ketidakseriusan DKP Demak dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. DKP baru mau memberikan fasilitas bantuan alat tangkap kepada perempuan nelayan pasca liputan
media tentang kondisi perempuan nelayan Dukuh Timbulsloko menjadi atensi masyarakat luas. DKP Demak ibarat pemadam kebakaran yang datang ketika api berkobar dan pergi ketika api sudah padam melalui rencana pemberian jaring pengaman sosial berupa fasilitas bantuan-bantuan yang bersifat jangka pendek dan tidak menyentuh akar permasalahan yang dihadapi oleh, khususnya perempuan nelayan dan masyarakat pesisir Desa Timbulsloko pada umumnya,” tegas Susan.
Proses pengidentifikasian DKP Demak terhadap perempuan nelayan sebatas pada aktivitas penangkapan ikan untuk diberikan bantuan menunjukkan cara berpikir yang cenderung mendiskreditkan peran-peran perempuan di dalam aktivitas ekonomi rumah tangga nelayan terutama untuk nelayan skala kecil (small scale fisher) sebagai sebuah unit produksi dalam perikanan tangkap. Perempuan sebagai anggota rumah tangga nelayan kecil merupakan bagian dari unit produksi perikanan tangkap yang berperan penting dan tidak hanya sekadar membantu laki-laki dalam menjalankan kegiatan bernelayan.
Ketidakcermatan DKP Demak dalam melihat bagaimana rumah tangga nelayan berproduksi menyebabkan perempuan seolah hanya membantu lelaki untuk melakukan kegiatan perikanan tangkap. Hal ini sesungguhnya merupakan kegagalan DKP Demak dalam melihat bagaimana produksi perikanan tangkap dijalankan. Melihat bernelayan semata hanya pada saat penangkapan ikan berlangsung, menyebabkan kerja-kerja produktif perempuan dalam rumah tangga nelayan diabaikan sebagai bagian dari produksi perikanan tangkap sejak persiapan melaut, penangkapan ikan, dan pasca penangkapan ikan dilakukan.
“Kedua, perempuan nelayan memiliki peran penting dalam aktivitas ekonomi rumah tangga nelayan. Di Desa Timbulsloko, perempuan turut mempersiapkan kegiatan penangkapan ikan seperti membeli dan mempersiapkan umpan; memperbaiki alat tangkap jebak dan bubu; mencari bahan bakar untuk mesin perahu; dan menyiapkan perbekalan untuk konsumsi selama kegiatan penangkapan ikan; serta aktifitas lainnya selama persiapan. Selain memasang jebak, perempuan nelayan di Desa Timbulsloko mencari hasil laut dengan praktik begogoh yaitu memasukkan tangan kosong ke perairan tepi laut untuk meraba dan menangkap biota laut dengan hasil tangkapan berupa kerang-kerangan. Pasca penangkapan, perempuan di Desa Timbulsloko juga berperan dalam memilah dan menyortir kualitas hasil tangkapan, serta menjual hasil tangkapan. DKP Demak perlu memperhatikan peran-peran tersebut dan bukan sebatas aktivitas penangkapan ikan semata,” tambah Susan.
Setali tiga uang sebagaimana disampaikan Susan, perwakilan kelompok perempuan nelayan Timbulsloko, Laksmi juga menyampaikan bahwa perempuan dan laki-laki di dalam rumah tangga nelayan berbagi peran satu dengan yang lain dalam aktivtas penangkapan ikan. “Semua perempuan nelayan di kelompok kami memiliki alat tangkap jebak dan bubu. Ada perempuan yang melakukan aktivitas melaut sendiri, ada pula yang berbagi peran dengan laki-laki. Perempuan-perempuan nelayan yang tidak melaut biasanya mempersiapkan umpan dengan memotong ikan-ikan kecil serta membersihkan jebak yang akan digunakan,” jelas Laksmi.
Rencana DKP Demak untuk menyatukan kelompok perempuan nelayan Timbulsloko dengan kelompok lain dalam mekanisme penyaluran bantuan semakin memperjelas betapa absennya DKP Demak dalam upaya mendukung dan memajukan kelompok-kelompok rentan, dalam konteks ini adalah perempuan-perempuan nelayan Timbulsloko yang sedang memperkuat diri mereka dengan berorganisasi. DKP Demak hanya terjebak dan berkutat pada persoalan legalitas-formal dengan mempertanyakan pengukuhan kelompok oleh desa. Gagasan penyatuan tersebut seolah mengkerdirkan proses-proses panjang yang telah dilalui kelompok perempuan nelayan Timbulsloko dalam membangun dan menata keorganisasian yang sudah berjalan lebih dari satu tahun, di mana seharusnya DKP Demak hadir untuk mendampingi dan memberikan penguatan kapasitas keorganisasian.
“Kelompok kami sudah berjalan lebih dari satu tahun. Kami memiliki kegiatan pertemuan rutin satu bulan sekali, melakukan kegiatan simpan-pinjam, mengikuti kegiatan pameran, dan sedang merencanakan usaha produksi kelompok. Kami tidak mau dipersatukan dengan kelompok lain. Kalau DKP Demak mau memberi bantuan, libatkan kami secara langsung. Tidak perlu melalui perantara kelompok lain. Karena kami berkelompok, maka semua anggota dari kelompok kami juga harus merasakan manfaatnya bersama. Tidak boleh hanya sebagian saja,” tegas Laksmi.
Susan menambahkan bahwa DKP Demak seharusnya mendorong dan menjalankan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2024 tentang Penumbuhan dan Pengembangan Kelembagaan Pelaku Usaha dan Pelaku Pendukung Sektor Kelautan dan Perikanan yang bertujuan untuk meningkatkan kelembagaan pelaku usaha dan pelaku pendukung sektor kelautan dan perikanan yang kuat dan mandiri serta untuk memfasilitasi pembentukan kelembagaan pelaku usaha dan pelaku pendukung sektor kelautan dan perikanan.
“Alih-alih mempertanyakan aspek legal-formal dan memunculkan gagasan penyatuan kelompok untuk hanya sekadar menyalurkan bantuan, DKP Demak semestinya memfasilitasi dan mendukung upaya penguatan organisasi perempuan nelayan Desa Timbulsloko berdasarkan aspirasi dan gagasan yang disampaikan oleh anggota-anggota di dalamnya. Hentikan cara-cara kerja seperti ‘pemadam kebakaran’ yang datang sambil lalu hanya dengan menjanjikan bantuan-bantuan yang bersifat jangka pendek. Sudah saatnya DKP Demak melihat peran-peran perempuan di dalam aktivitas produksi rumah tangga nelayan secara lebih komprehensif. Tanpa penghormatan dan penghargaan terhadap peran-peran perempuan, baik sebagai bagian dari unit produksi rumah tangga nelayan maupun bagian dari upaya-upaya yang sedang dibangun secara berkelompok hanya akan melahirkan kebijakan dan program yang bermuara pada ketidakadilan,” tambah Susan.
…
Berdasarkan uraian di atas KIARA bersama kelompok perempuan nelayan Desa Timbulsloko menyatakan sikap:
- Kami, kelompok perempuan nelayan Timbulsloko adalah organisasi yang berdiri sendiri dan merupakan bagian dari Forum Masyarakat Timbulsloko yang memiliki visi perjuangan yang sama untuk memajukan dan menyejahterakan penghidupan masyarakat Timbulsloko.
- Kami, kelompok perempuan nelayan Timbulsloko tidak akan menerima bantuan dari DKP Demak yang hanya menyasar sebagian diantara kami yang mana tidak bisa dirasakan manfaatnya secara berkelompok.
- Kami, kelompok perempuan nelayam Timbulsloko menolak untuk dipersatukan oleh DKP Demak dengan kelompok lain sebagai mekanisme penyaluran bantuan yang kelak dapat mengganggu keberangsungan organisasi kami.
- Kami, perempuan nelayan Timbulsloko menuntut kepada DKP Demak untuk mengembalikan dokumen identitas berupa KTP dan KK, serta melarang DKP untuk mempergunakan dokumen tersebut untuk kepentingan DKP Demak sendiri.
Informasi Lebih Lanjut
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, +62-857-1017-0502