Kasus Reklamasi Pantai Teluk Manado, Walikota Manado Abaikan Kesepakatan Perdamaian

Siaran Pers

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan

www.kiara.or.id

 

Kasus Reklamasi Pantai Teluk Manado

Walikota Manado Abaikan Kesepakatan Perdamaian, Perempuan dan Anak Nelayan

Berkirim Surat ke Presiden dan Ibu Negara Republik Indonesia

Jakarta, 22 Oktober 2013. Sebanyak 32 surat tulisan tangan istri dan anak-anak nelayan tradisional di Pantai Malalayang II dan Sario Tumpaan, Kota Manado, Sulawesi Utara, telah diserahkan kepada Presiden dan Ibu Negara Republik Indonesia pada Selasa (22/10) siang. Isi surat-surat tersebut adalah meminta Presiden Republik Indonesia untuk menghentikan praktek pengkaplingan wilayah pesisir (baca: reklamasi pantai di Teluk Manado) yang menggusur rumah tinggal dan membatasi akses suami mereka melaut.

Dalam salah satu surat, misalnya, seorang ibu bernama Femmi Nikolas menyampaikan permohonan kepada Ibu Ani Yudhoyono “untuk dapat melihat tempat tinggalnya di pesisir pantai Malalayang II yang tanahnya tinggal 5 meter dari bibir pantai. Tanah tersebut menjadi perebutan orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan mengedepankan kepentingan mereka sendiri. Saya mohon dengan hormat supaya Ibu Ani mencabut HGB dan menghentikan reklamasi pantai yang ada di Teluk Manado”.

Senada dengan itu, Ronaldinho Hililo, anak nelayan yang ingin mengabdi di bidang kelautan dan perikanan dan tengah bersekolah tingkat 2 SLTP mendesak Presiden Republik Indonesia dengan ungkapan, “Saya bangga sebagai anak nelayan tradisional. Akan tetapi dengan terbitnya sertifikat HGB di laut tempat kami tinggal membuat hidup kami sekeluarga selalu terancam sampai-sampai Bapak saya selalu berurusan dengan polisi. Kiranya melalui surat ini Bapak Presiden yang terhormat berkenan memberikan keadilan bagi kehidupan keluarga kami supaya saya bisa sekolah lebih tinggi lagi”.

Tiga puluh dua surat berbahasa lokal (Manado) dan bahasa Indonesia yang ditulis oleh istri dan anak-anak nelayan ini merupakan cerminan tiadanya keberpihakan Pemerintah Kota Manado/Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Sekalipun sudah ada kesepakatan perdamaian antara masyarakat nelayan, PT Gerbang Nusa Perkasa/PT Kembang Utara (pemegang izin reklamasi Pantai Sario Tumpaan), dan Pemkot Manado, yang difasilitasi oleh Komnas HAM pada tanggal 4 September 2010.

Dalam dokumen “Kesepakatan Perdamaian atas Pemanfaatan Ruang Terbuka Pantai untuk Nelayan Sario Tumpaan di Lokasi Reklamasi Pantai Sario antara Warga Kelurahan Sario Tumpaan, Kecamatan Sario, dengan PT Gerbang Nusa Perkasa/PT Kembang Utara dan Pemerintah Kota Manado, Sulawesi Utara”, dinyatakan bahwa lokasi yang dimaksud dalam kesepakatan perdamaian ini terletak di Sario Tumpaan Lingkungan IV dan V: (a) Utara berbatasan dengan (konsesi) PT Kembang Utara; (b) Selatan berbatasan dengan lahan Pemerintah Kota Manado; (c) Barat berbatasan dengan Laut Teluk Manado; dan (d) Timur berbatasan dengan Jalan Raya Piere Tendean (Pasal 3 ayat 1). Kemudian pada Pasal 3 ayat (2), tegas dinyatakan bahwa “Ruang terbuka yang dimaksud dalam perjanjian ini adalah 40 meter dari titik batas tanah milik Pemda ditarik ke Utara ke titik batas reklamasi PT Kembang Utara”.

Meski telah mufakat, PT Gerbang Nusa Perkasa/PT Kembang Utara justru melakukan aktivitas penimbunan areal terbuka Pantai Sario Tumpaan. Praktek ini dilakukan setiap hari dengan kawalan Brigade Manguni, milisi swasta yang disewa oleh perusahaan. Merespons hal ini, nelayan tradisional terus berjaga-jaga di ruang pertemuan nelayan (bahasa Manado: daseng) agar kesepakatan perdamaian tidak dilanggar.

Oleh karena itu, nelayan tradisional, istri dan anak-anak mereka mendesak: (1) Komnas HAM untuk menegur Walikota Manado Vecky Lumentut agar menaati kesepakatan perdamaian dan mencabut sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) PT Gerbang Nusa Perkasa/PT Kembang Utara yang diterbitkan oleh BPN Kanwil Kota Manado; dan (2) Kepolisian Republik Indonesia agar bersikap netral dan menindaktegas PT Gerbang Nusa Perkasa/PT Kembang Utara yang telah melanggar kesepakatan perdamaian.***

 

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:

Meiske Makilumau, Warga Sario Tumpaan

di +62 852 9849 5511

Femmi Nikolas, Warga Malalayang II

di +62 823 9356 0253

Ning Swatama Putridhanti, Koordinator Pengelolaan Pengetahuan KIARA

di +62 878 8172 1954

Abdul Halim, Sekretaris Jenderal KIARA

di +62 815 53100 259