Jakarta, (Antara Sumbar) – Pemerintah diminta merevisi berbagai aturan yang dinilai dapat mengganggu ketersediaan sumber daya pangan sektor kelautan dan perikanan yang terdapat di Indonesia.

“Kiara mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegur Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo agar merevisi peraturan menteri yang berpotensi merugikan negara dan nelayan tradisional, serta mengganggu ketersediaan sumber pangan perikanan dalam negeri,” kata Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim di Jakarta, Jumat.

Abdul Halim mengingatkan, selama 2013 setidaknya terdapat 39 kapal asing yang memasuki perairan Indonesia dan menangkap ikan secara ilegal.

Ia mengungkapkan, sejumlah kapal tersebut berasal antara lain dari Malaysia, China, Filipina, Korea, Thailand, Vietnam, dan Myanmar.

“Prakiek ini jelas merugikan negara dalam menjaga kelestarian ekosistem laut dan keberlanjutan sumber pangan perikanan,” katanya.

Ironisnya Menteri Kelautan dan Perikanan justru mengesahkan aturan yang membolehkan alih muatan di tengah laut (“transhipment”), sebagaimana tertera dalam Pasal 69 ayat 3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap.

Aturan tersebut berbunyi, “Dalam pelaksanaan ”transhipment”, ikan wajib didaratkan di pelabuhan pangkalan sesuai SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) atau SIKPI dan tidak dibawa keluar negeri, kecuali bagi kapal penangkap ikan yang menggunakan alat penangkapan ikan purse seine berukuran di atas 1000 GT yang dioperasikan secara tunggal”.

Selain bertentangan dengan UU Nomor 31 Tahun 2004 jo UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, Abdul Halim mengemukakan bahwa aturan ini bertolak belakang dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.50/MEN/2012 Tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan “Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing”.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta Organisasi Pertanian dan Pangan PBB (FAO) untuk mengawasi aktivitas “illegal fishing” (penangkapan ikan secara ilegal).

“Saya minta supaya FAO bersama-sama mengawasi maupun memberikan akses informasi ini kalau ada illegal fisher atau hasil illegal fishing ini diberitahukan kepada negara yang bersangkutan,” kata Sharif.

Sharif menegaskan bahwa kerja sama antara KKP dan FAO, terutama terkait akses informasi ke negara yang menerima hasil tangkapan ilegal, antara lain, untuk meminimalkan terjadinya penangkapan ikan ilegal, maka impor ikan yang ditangkap secara legal harus disertai “certificate of origin”.

Kemungkinan lain, ujar dia, akan dibuat juga “code of conduct” atau kode etik antarnegara sehingga ada kesepahaman terkait dengan penangkapan ikan ilegal.

“Namun, apakah sanksi diberikan kepada perorangan pelaku pencurian saja atau juga kepada negara yang menerima. Hal ini masih dibahas oleh ke dua pihak,” katanya. (*/wij)

ANTARA Sumbar

Sumber: http://www.antarasumbar.com/berita/nasional/d/0/293470/pemerintah-diminta-revisi-aturan-ganggu-pangan-ikan.html