Siaran Pers

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan

www.kiara.or.id

 

Jakarta, 22 Februari 2015. Masyarakat nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya, petambak garam dan pelestari ekosistem pesisir berharap RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan disahkan. Di bulan kedua tahun 2015, KIARA-DPR bersepakat untuk mempercepat proses pengesahan RUU tersebut. Kesepakatan ini tercapai melalui Diskusi Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan di Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta, Jumat (20/02).

Abdul Halim, Sekretaris Jenderal KIARA mengatakan, “Sudah sejak lama masyarakat pesisir menanti hadirnya RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Dimasukkannya RUU ini ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional Tahun 2015 menjadi pengobat dahaga nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya, petambak garam dan pelestari ekosistem pesisir. Dalam konteks inilah, KIARA akan menyerahkan Naskah Akademik RUU ini kepada DPR RI untuk dibahas. Terlebih di dunia internasional sudah disetujui International Guidelines for Securing Sustainable Small-Scale Fishereies in the Context of Food Security and Poverty Eradication”.

Sebagaimana diketahui, belum ada aturan setingkat undang-undang yang melindungi dan menyejahterakan nelayan. Sementara ancaman terhadap kelangsungan hidup dan kelestarian ekosistem laut yang menjadi wilayah tangkap ikan nelayan terus berlangsung. Fakta lainnya, masyarakat pesisir lintas profesi ditempatkan sebagai warga negara kelas dua dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan. Bertolak dari hal inilah, KIARA menginisiasi hadirnya RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.

Di dalam Naskah Akademik RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan yang disusun oleh KIARA bersama dengan organisasi masyarakat sipil lainnya untuk kali pertama memberikan pengakuan atas keberadaan dan peran perempuan nelayan. Selama ini, keterlibatan perempuan nelayan di dalam aktivitas perikanan tidak mendapatkan ruang. Aspek lainnya yang juga mendapatkan perhatian di dalam RUU ini adalah pengakuan atas keberadaan dan peran masyarakat adat yang tersebar di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal ini dilatari oleh kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya laut (tidak hanya ikan) yang terbukti aktif dalam menjaga kelestarian ekosistem laut dan keberlanjutan sumber daya yang terkandung di dalamnya dan terancam oleh pembangunan yang meminggirkan masyarakat adat.

Di samping itu, hak-hak konstitusional nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya, petambak garam dan pelestari ekosistem pesisir juga mendapatkan perhatian ekstra di dalam Naskah Akademik RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, di antaranya perlindungan wilayah tangkap, jaminan kesehatan dan reproduksi perempuan nelayan, permukiman dan sanitasi yang layak, jaminan harga ikan/garam dari pemerintah, dan ganti-untung atas terjadinya bencana ekologis.***

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:

Abdul Halim, Sekretaris Jenderal KIARA di +62 815 53100 259