Megaproyek Giant Sea Wall Dilanjutkan, KIARA: Solusi Palsu Minim Kajian, di Tengah Ancaman Dampak Krisis Iklim
Siaran Pers
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
Megaproyek Giant Sea Wall Dilanjutkan,
KIARA: Solusi Palsu Minim Kajian, di Tengah Ancaman Dampak Krisis Iklim
Jakarta, 18 Juni 2025 – Pembahasan megaproyek Giant Sea Wall (GSW) kembali digulirkan Presiden Prabowo Subianto. Hal tersebut disampaikan Presiden Prabowo diacara International Conference on Infrastructure (ICI/ Konferensi Infrastruktur Internasional) 2025 di Jakarta. Dalam konferensi tersebut, Presiden Prabowo menyebutkan bahwa anggaran yang diperlukan oleh pemerintah untuk megaproyek Giant Sea Wall mencapai US$ 80 miliar. Jika dirupiahkan, kebutuhan anggaran tersebut berkisar Rp 1.280 triliun – Rp 1.300 triliun. Jumlah kebutuhan anggaran untuk megaproyek Giant Sea Wall tersebut mencapai sekitar 48% dari jumlah Belanja Pemerintah Pusat yaitu sebesar Rp 2.701,4 triliun[1].
Merespon hal tersebut, Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati menyebutkan bahwa megaproyek Giant Sea Wall telah menjadi salah satu prioritas Presiden Prabowo bahkan ketika masih menjadi Menteri Pertahanan Republik Indonesia. “Salah satu titik awalnya dapat dilihat dalam seminar nasional yang berjudul Strategi Perlindungan Kawasan Pulau Jawa Melalui Pembangunan Tanggul Pantai dan Tanggul Laut (Giant Sea Wall) yang diselenggarakan yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Universitas Pertahanan pada tanggal 10 Januari 2024, Prabowo Subianto yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan menyebutkan bahwa pembangunan Giant Sea Wall dapat menjadi jawaban atas fenomena kenaikan permukaan laut, hilangnya tanah, dan sekaligus juga menjadi jawaban atas kualitas hidup.[2] Kemudian megaproyek GSW ini kembali dilanjutkan ketika Prabowo terpilih menjadi Presiden Indonesia,” jelas Susan.
KIARA mencatat bahwa Presiden Prabowo semakin menkonkritkan rencana Giant Sea Wall melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2025-2029. Dalam Lampiran I Perpres Nomor 12 Tahun 2025, yang memasukkan Giant Sea Wall Pantai Utara Jawa sebagai salah satu daftar baru dalam daftar indikasi Proyek Strategis Nasional 2025-2029. Dalam Perpres tersebut, Giant Sea Wall berlokasi di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, dengan pelaksananya oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemprov DKI Jakarta. Bahkan dalam Perpres tersebut disebutkan bahwa percepatan persiapan Giant Sea Wall sebagai bentuk pengamanan terpadu wilayah perkotaan yang terintegrasi dengan rencana pengembangan kawasan.
“Akan tetapi, percepatan megaproyek Giant Sea Wall tersebut tidak didukung dengan kajian-kajian ilmiah terutama dalam konteks dua hal, yaitu: 1) bagaimana dampak pembangunan Giant Sea Wall terhadap akses dan ruang tangkap nelayan tradisional disepanjang pantura; 2) bagaimana dampak pembangunan Giant Sea Wall terhadap sumber daya perikanan dan ekosistem esensial wilayah laut disepanjang pantura; dan 3) apakah pembangunan Giant Sea Wall akan mengatasi permasalahan penurunan muka tanah pesisir pantura dan meningkatnya intensitas banjir rob di pesisir pantura. Kajian-kajian ilmiah tersebut sesuai dengan prinsip penting dalam pembangunan berkelanjutan, yaitu precautionary principle atau prinsip kehati-hatian di mana menekankan pada bagaimana melakukan pencegahan dini agar tidak terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup akibat pembangunan Giant Sea Wall, serta mengatur mengenai langkah-langkah pencegahan agar tidak terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup akibat pembangunan Giant Sea Wall,” jelas Susan.
Susan menambahkan bahwa precautionary principle sejalan dengan asas keberlanjutan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 pada Pasal 3 huruf a, di mana dalam asas keberlanjutan diterapkan agar pemanfaatan sumber daya yang belum diketahui dampaknya harus dilakukan secara hati-hati dan didukung oleh penelitian ilmiah yang memadai. “Disepanjang pantura yang akan dibebankan megaproyek Giant Sea Wall yang terbentang di pesisir Kabupaten Tangerang hingga Kabupaten Gresik, terdapat sekitar 189.377 jiwa nelayan tradisional yang hidup dan memanfaatkan wilayah perairan tersebut. Giant Sea Wall berpotensi berdampak buruk terhadap lingkungan, bahkan berpotensi tidak dapat dipulihkan kembali (irreversible), dan menyebabkan kerugian baik materiil maupun immateriil. Akan tetapi jika proyek GSW tersebut tetap dipaksakan, maka konsekuensinya adalah rusaknya ekosistem pesisir seperti mangrove, padang lamun, dan terumbu karang, punahnya keanekaragaman hayati, serta hilangnya mata pencaharian dari masyarakat pesisir, khususnya nelayan tradisional yang hidup di pantura, bahkan ekosistem pesisir pantura tidak dapat dipulihkan kembali. Puncaknya adalah hancurnya wilayah pesisir pantai utara jawa dan semakin cepatnya penurunan muka tanah di pantai utara jawa!” pungkas Susan.(*)
Informasi Lebih Lanjut
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, +62-857-1017-0502
[1] https://media.kemenkeu.go.id/getmedia/c4cc1854-96f4-42f4-95b8-94cf49a46f10/Informasi-APBN-Tahun-Anggaran-2025.pdf?ext=.pdf
[2] https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/5586/mengulas-tuntas-giant-sea-wall-menko-airlangga-ungkap-pentingnya-gsw-bagi-perlindungan-perekonomian-dan-kelangsungan-hidup-50-juta-penduduk-pantai-utara-jawa