Rilis Kelompok Masyarakat Sipil Indonesia Perundingan ASEAN RCEP ke-23 di Bangkok, Thailand 20-24 July 2018
RCEP Hanya Muluskan Agenda Korporasi dan Investor Bukan Agenda Kesejahteraan Ekonomi Rakyat
Bangkok, 23 July 2018-Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ekonomi merupakan gabungan dari Civil Society Organization(CSOs) Indonesia ikut menyoroti perundingan RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) ke-23 di Bangkok, Thailand. Beberapa perwakilan CSOs yang ikut ke Bangkok, Thailand diantaranya, Indonesia for Global Justice (IGJ), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Solidaritas Perempuan, Serikat Petani Indonesia (SPI), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), GRAIN, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Sementara perwakilan CSOs yang melakukan intervensi dalam pertemuan dengan para negosiator RCEP tanggal 23 Juli 2018, yakni Rachmi Hertanti dariIndonesia for Global Justice (IGJ), Dinda Nuur Annisaa Yuradari Solidaritas Perempuan, dan Nibras Fadhlillahdari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA). Beberapa tuntutan kelompok masyarakat sipil mengarah pada isu hangat yang menjadi masalah dan kekhawatiran masyarakat terhadap perundingan RCEP, diantaranya: isu partisipasi publik dalam perundingan perdagangan bebas, isu ancaman kedaulatan pangan, isu investasi kaitannya dengan mekanisme ISDS dan perampasan ruang/lahan akibat investasi, isu gender, isu sustainable development. Bab Investasi Ancam Kehidupan Rakyat dan Kedaulatan Negara Pembahasan mengenai bab investasi dalam RCEP mengarah pada perlindungan terhadap investor yang berlebihan, sehingga memungkinkan investor untuk menggugat negara dengan mekanisme ISDS (investor state dispute settlement). Selain itu, terbuka nya investasi asing di sektor vital bisa berujung pada ruang eksploitasi sumber daya di Indonesia. Karena nya, dalam negosiasi perundingan RCEP ini para negosiator tidak boleh memuat aturan-aturan yang merugikan rakyat dan negara terkait dengan bab investasi. Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice, Rachmi Hertanti menyampaikan bahwa ada beberapa catatan merah yang harus diperhatikan oleh negosiator terkait dengan perundingan bab investasi di dalam RCEP. “3 isu investasi yang menjadi garis merah untuk para negosiator, sepereti aturan ISDS, performance requirements, dan Export Taxes terkait dengan unprocessed materials. Hal-hal tersebut tidak boleh dimuat di dalam RCEP. Jika negosiator tetap memasukan aturan-aturan redlines tersebut, maka RCEP harus ditolak”, tegas Rachmi. Rachmi menjelaskan mekanisme gugatan investor asing terhadap negara atau dikenal dengan Investor-State Dispute Settlement (ISDS) hanya akan bertentangan dengan Konstitusi dan peraturan nasional, serta akan meningkatkan risiko fungsi pengaturan Negara untuk melindungi kepentingan nasional dan kemunduran untuk promosi dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. “Kami mendesak pada negosiator Indonesia untuk tetap pada komitmenya untuk mereview ISDS yang mengedepankan perlindungan hak rakyat ketimbang hak investor asing. Indonesia sudah punya pengalaman di gugat investor asing sebanyak 8 kali dengan mekanisme ISDS. Dan Pemerintah Indonesia sudah menyadari bahwa ISDS ini akan menghilangkan ruang kebijakan negara serta mengesampingkan Konstitusi. Sehingga, jika RCEP tetap memasukan aturan perlindungan investor dan ISDS maka ini akan menjadi kemunduran bagi proses progresif yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sejak 2012 dalam mereview aturan ISDS”, terang Rachmi. Point performance requirements dalam bab investasi juga menjadi catatan penting dari IGJ kepada negosiator RCEP. Dimana, aturan ini sangat penting bagi strategi pengembangan industrialisasi nasional di Indonesia. IGJ mendesak negosiator RCEP untuk menghormati hak negara berkembang, khususnya Indonesia, untuk tetap dapat menerapkan kebijakan batasan pada kepemilikan (mayoritas) asing, pembatasan penggunaan pekerja asing di beberapa posisi kunci, menerapkan persyaratan konten lokal (seperti penggunaan sumber daya lokal dan pekerja), dan menetapkan pembatasan ekspor atas bahan mentah dalam komoditas mineral. “peraturan-peraturan tersebut merupakan instrumen penting untuk memastikan bahwa investasi yang masuk akan secara efektif berkontribusi terhadap pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing, nilai tambah industri lokal, dan meningkatkan lapangan kerja lokal di Indonesia”, tutup Rachmi. Wujudkan Perdagangan Yang Adil dan Setara Masyarakat sipil Indonesia juga mendesak agar mew
