Kiara: Perdagangan Global Belum Memihak Pihak Kecil

Jumat, 25 September 2015

Jakarta, (Antara) – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan rantai perdagangan global masih belum memihak kepada pelaku perikanan skala kecil, khususnya perempuan nelayan tradisional termasuk di Indonesia.

“Dewasa ini rantai perdagangan ikan dunia belum memihak masyarakat pelaku perikanan skala kecil, khususnya di negara-negara berkembang,” kata Sekretaris Jenderal Kiara, Abdul Halim, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat.

Abdul Halim mengingatkan bahwa pangan sektor perikanan adalah sumber pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat dunia dengan kontribusi sebesar 40 persen atau senilai 135 miliar dolar AS pada tahun 2014.

Sedangkan Pusat Data dan Informasi Kiara, ujar dia, mencatat bahwa sejumlah produk perikanan yang paling banyak diperdagangkan adalah udang, salmon, tuna, cumi-cumi, gurita, dan kepiting.

“Dalam konteks rantai perdagangan ikan, mestinya pelaku perikanan skala kecil, khususnya perempuan nelayan, mendapatkan pengakuan atas peran dan kesejahteraannya,” kata Abdul Halim yang baru mengikuti Konferensi Internasional tentang Pembangunan Sosial Dalam Industri Perikanan yang digelar di Amerika Serikat.

Ia berpendapat, pelaku pasar makanan laut masih setengah hati dalam memihak pelaku perikanan skala kecil, apalagi banyak pemerintah negara berkembang juga dinilai belum sungguh-sungguh berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh nelayan tradisional, perempuan nelayan, dan pembudidaya ikan kecil.

Abdul Halim memaparkan, kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat perikanan skala kecil untuk terlibat dalam sistem perdagangan ikan di tingkat nasional dan internasional antara lain ongkos produksi sangat tinggi, intervensi teknologi minim, dan harga jual ikan rendah.

Selain itu, lanjutnya, permasalahan lainnya adalah ketidakpastian status wilayah tangkap dan tambak/lahan budidaya, serta keterbatasan dalam pendokumentasian hasil tangkapan/budidaya yang bisa diakses konsumen.

Dalam situasi inilah, tegas Sekjen Kiara dibutuhkan peran besar negara untuk memfasilitasi pelaku perikanan skala kecil mengatasi permasalahannya, khususnya perempuan nelayan.

“Negara harus hadir di tengah kompetisi perdagangan ikan dan permintaan pasar terkait standar-standar baru, seperti keamanan pangan, bebas dari aktivitas merusak dan pelanggaran HAM yang kian ketat,” kata Abdul Halim yang juga menjabat Koordinator Jaringan Keadilan Perikanan Asia Tenggara (SEAFish for Justice).

Dengan kehadiran negara, menurut dia, maka nelayan tradisional, perempuan nelayan, dan pembudidaya ikan kecil akan sanggup bersaing dengan pelaku ekonomi di bidang makanan laut lainnya, bahkan memotong panjangnya rantai perdagangan ikan sehingga kualitas ikan lebih segar dengan harga lebih tinggi. (*)

Pewarta : Muhammad Razi Rahman

Editor : Mukhlisun
COPYRIGHT © ANTARASUMBAR 2015

Sumber: http://www.antarasumbar.com/berita/158503/kiara-perdagangan-global-belum-memihak-pihak-kecil.html

Perdagangan Global Belum Sentuh Nelayan Tradisional

Jum’at, 25/09/2015

Bisnis.com, JAKARTA–Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan rantai perdagangan global masih belum memihak kepada pelaku perikanan skala kecil, khususnya perempuan nelayan tradisional termasuk di Indonesia.

“Dewasa ini rantai perdagangan ikan dunia belum memihak masyarakat pelaku perikanan skala kecil, khususnya di negara-negara berkembang,” kata Sekretaris Jenderal Kiara, Abdul Halim, Jumat (25/9/2015).

Abdul Halim mengingatkan bahwa pangan sektor perikanan adalah sumber pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat dunia dengan kontribusi sebesar 40% atau senilai US$135 miliar pada tahun 2014.

Sedangkan Pusat Data dan Informasi Kiara, ujar dia, mencatat bahwa sejumlah produk perikanan yang paling banyak diperdagangkan adalah udang, salmon, tuna, cumi-cumi, gurita, dan kepiting.

“Dalam konteks rantai perdagangan ikan, mestinya pelaku perikanan skala kecil, khususnya perempuan nelayan, mendapatkan pengakuan atas peran dan kesejahteraannya,” kata Abdul Halim yang baru mengikuti Konferensi Internasional tentang Pembangunan Sosial Dalam Industri Perikanan yang digelar di Amerika Serikat.

Ia berpendapat, pelaku pasar makanan laut masih setengah hati dalam memihak pelaku perikanan skala kecil, apalagi banyak pemerintah negara berkembang juga dinilai belum sungguh-sungguh berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh nelayan tradisional, perempuan nelayan, dan pembudidaya ikan kecil.

Abdul Halim memaparkan, kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat perikanan skala kecil untuk terlibat dalam sistem perdagangan ikan di tingkat nasional dan internasional antara lain ongkos produksi sangat tinggi, intervensi teknologi minim, dan harga jual ikan rendah.

Selain itu, lanjutnya, permasalahan lainnya adalah ketidakpastian status wilayah tangkap dan tambak/lahan budidaya, serta keterbatasan dalam pendokumentasian hasil tangkapan/budidaya yang bisa diakses konsumen.

Dalam situasi inilah, tegas Sekjen Kiara dibutuhkan peran besar negara untuk memfasilitasi pelaku perikanan skala kecil mengatasi permasalahannya, khususnya perempuan nelayan.

“Negara harus hadir di tengah kompetisi perdagangan ikan dan permintaan pasar terkait standar-standar baru, seperti keamanan pangan, bebas dari aktivitas merusak dan pelanggaran HAM yang kian ketat,” kata Abdul Halim yang juga menjabat Koordinator Jaringan Keadilan Perikanan Asia Tenggara (SEAFish for Justice).

Dengan kehadiran negara, menurut dia, maka nelayan tradisional, perempuan nelayan, dan pembudidaya ikan kecil akan sanggup bersaing dengan pelaku ekonomi di bidang makanan laut lainnya, bahkan memotong panjangnya rantai perdagangan ikan sehingga kualitas ikan lebih segar dengan harga lebih tinggi.

Sumber: http://surabaya.bisnis.com/read/20150925/10/83558/perdagangan-global-belum-sentuh-nelayan-tradisional