Siaran pers KIARA 22092016: Merespons Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2016
Siaran Pers Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan www.kiara.or.id
KIARA: Kemandirian Usaha Perikanan dan Pergaraman Nasional
Mesti Memanusiakan Nelayan, Perempuan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam
Jakarta, 22 September 2016. Terbitnya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional menerbitkan harapan baru bagi pelaku usaha perikanan nasional.
Pusat Data dan Informasi KIARA (September 2016) mencatat, sejumlah permasalahan mendasar dihadapi oleh pelaku usaha perikanan nasional (nelayan, awak kapal perikanan, pemilik kapal hingga pengusaha), mulai dari perizinan kapal perikanan yang memakan waktu selama 37 hari, maju mundurnya penegakan hukum di sektor perikanan tangkap, dan importasi garam yang dibuka lebar dan berdampak buruk terhadap petambak garam nasional. Ditambah lagi, alur perdagangan garam dari produsen ke konsumen akhir yang melibatkan dua hingga delapan fungsi kelembagaan usaha perdagangan (BPS, Januari 2015).
Abdul Halim, Sekretaris Jenderal KIARA menegaskan, “Pengabaian ego-sektoral merupakan kunci sukses kerja sama 4 kementerian koordinator, 12 kementerian, 7 kepala lembaga negara, dan pemerintah daerah, dalam pencapaian target Inpres No. 7 Tahun 2016, yakni pembangunan industri perikanan nasional guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik nelayan, pembudidaya, pengolah maupun pemasar hasil perikanan, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dan meningkatkan devisa negara”.
Untuk itulah, diperlukan perbaikan-perbaikan kinerja di kementerian/lembaga negara terkait untuk mengatasi permasalahan mendasar yang dihadapi oleh pelaku usaha nasional dengan jalan: (1) memperbaiki kelembagaan perizinan kapal perikanan secara terpadu dan transparan; (2) memfasilitasi nelayan, perempuan nelayan, dan pembudidaya ikan untuk meningkatkan nilai tambah produk perikanan dan olahannya; (3) memberikan perlindungan secara berkala kepada awak kapal perikanan, baik yang bekerja di atas kapal perikanan dalam negeri maupun kapal asing; (4) memprioritaskan penyerapan panen garam rakyat dan menutup kran impor garam industri dengan melakukan perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 125 Tahun 2015 Tentang Ketentuan Impor Garam; dan (5) menyegerakan penyusunan peraturan pelaksana Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.
Tabel 1. Daftar Peraturan Pelaksana UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam
No | Peraturan Pelaksana | Penjelasan |
1 | Peraturan Presiden | Tata Cara Pemberian Subsidi kepada Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam |
2 | Peraturan Menteri | Jenis Risiko Lain yang dihadapi Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam |
3 | Peraturan Menteri | Mekanisme Perlindungan atas Risiko yang dihadapi Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam |
4 | Peraturan Pemerintah | Pengawasan terhadap Kinerja Perencanaan dan Pelaksanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam |
Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (Agustus 2016), dianalisis dari Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam
“Tanpa kesungguhan pemerintah pusat dan daerah memastikan kelima rekomendasi di atas dengan melibatkan partisipasi aktif nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2016 bakal berhenti sebatas wacana,” tutup Halim.***
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi: Abdul Halim, Sekretaris Jenderal KIARA : +62 815 53100 259