Ke Mana Arah Pembangunan Sektor Kemaritiman Jokowi?

Siaran Pers
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
www.kiara.or.id

 

Jakarta, 24 Oktober 2019 – Pengumuman struktur kabinet yang akan membantu kerja Presiden Joko Widodo mengisyaratkan karpet merah sebesar-besarnya pada investasi. Hal ini tersirat pada penamaan (nomenklatur) kementerian yang sekarang ditambah menjadi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi.

Penambahan nomenklatur ini tentu memiliki implikasi hukum, karena kementerian yang dijabat oleh Luhut Binsar Panjaitan ini memiliki kewenangan mengkoordinasikan serta mengurus berbagai kepentingan investasi.

Merespon hal tersebut, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mempertanyakan kepentingan penamaan (nomenklatur) Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi. “Bagaimana mungkin kedaulatan Indonesia yang ditandai dengan kedaulatan di laut, disandingkan dengan kepentingan investasi?” tanya Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati.

Menurut Susan, melalui nomeklatur ini, Pemerintahan Jokowi tak ubahnya mengirimkan pesan kepada masyarakat Indonesia, khususnya kepada masyarakat bahari, bahwa dalam waktu lima tahun kepemimpinannya laut akan dijadikan sebagai objek investasi skala besar.

“Investasinya mulai dari industri pariwisata skala besar seperti yang ditunjukkan melalui proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), Kawasan Perdagangan Bebas (KPB), dan Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN). Semuanya akan dibangun di kawasan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. Semuanya akan merampas ruang hidup masyarakat bahari, yang terdiri lebih dari delapan juta rumah tangga perikanan. Salah satu korban pariwisata adalah Poro Duka dari Sumba yang ditembak karena melawan tanahnya dirampas oleh pariwisata” tutur Susan.

Ia menambahkan, investasi bukan hal yang harus antipati, tetapi kecenderungan eksploitatif dan abai pada ruang hidup masyarakat kecil di wilayah pesisir dan pulau pulau kecil adalah ancaman bagi masyarakat bahari yang saat ini bahkan masih dalam jurang kemiskinan parah.

“Hal ini merupakan ancaman yang sangat serius bagi ruang hidup masyarakat pada masa-masa yang akan datang. Sebab selama ini investasi selalu dalam andaian bisnis an sich. Memenangkan kepentingan modal di atas agenda kesejahteraan masyarakat bahari.” Tegasnya.

Dengan nomenklatur Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Pemerintahan Joko Widodo telah berpotensi keliru dalam melihat Oceanscape dan paradigma pembangunan di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.
“Pemerintahan Joko Widodo hanya melihat pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil hanya sebagai objek investasi. Lebih jauh, hanya sebagai objek eksploitasi,” tegas Susan.

Padahal seharusnya laut dipandang sebagai kekayaan bersama yang harus dikelola dengan pendekatan demokrasi ekonomi, yaitu dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk sebesar-besar kemakmuran masyarakat bahari. “Laut adalah induk kehidupan. Jika laut rusak, maka kehidupan akan ikut hancur. Ekonomi masyarakat bahari adalah ekonomi yang berbasis pada gotong royong dan kekeluargaan sekaligus berpijak pada keberlanjutan lingkungan. Tidak ada praktik eksploitasi alam, yang ada adalah memuliakan alam,” ungkap Susan.

Susan mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengganti nomenklatur Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi menjadi Kementerian Koordinator Sumberdaya Alam dan Kebaharian. “Kementerian Koordinator Sumberdaya Alam dan Kebaharian bertugas untuk memastikan konsep dan praktik pembangunan yang dijalankan adalan pembanguan yang berpusat pada manusia, dalam hal ini masyarakat bahari sekaligus berpusat pada keberlanjutan ekologis atau ekosistem laut, nelayan dan perempuan nelayan adalah tuan dan puan di lautnya sendiri. Masyarakat bahari menolak menjadi turis di lautnya sendiri” pungkasnya. (*)

Informasi lebih lanjut:
Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA, 082111727050