Kriteria Menteri Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024 Inilah Kriteria Menteri Yang Harus Mengisi Kabinet Versi KIARA
Siaran Pers
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
www.kiara.or.id
Jakarta, 22 Oktober 2019 – Usai pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo memanggil sejumlah orang yang terindikasi akan dipilih sebagai menteri yang akan membantunya selama periode 2019-2024. Setelah proses pemanggilan ini, pelantikan menteri rencananya akan dilaksanakan pada Rabu (23/10/2019) pagi.
Menyikapi hal tersebut, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyampaikan sejumlah kriteria yang harus dipenuhi oleh para menteri yang akan bekerja selama lima tahun ke depan.
Pembentukan kabinet yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo ini harus diletakkan dalam kerangka mewujudkan tujuan bernegara, sebagaimana direkam dalam pembukaan UUD 1945, yaitu: melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
“Supaya kinerja Pemerintahan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin mampu mewujudkan mandat Konstitusi, maka para menteri yang dipilih harus memiliki kriteria atau kualifikasi yang sangat ketat, khususnya pada Menteri Kelautan dan Perikanan yang menjadi rumah bagi 2,7 juta nelayan tradisional Indonesia dan 3,9 juta perempuan nelayan,” tegas Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati.
Adapun kriteria Menteri Kelautan dan Perikanan yang diusung oleh KIARA adalah sebagai berikut: pertama, memiliki visi sekaligus komitmen kebaharian; kedua, bukan pelaku atau terlibat dalam praktik korupsi; ketiga, bukan pelaku atau terlibat dalam praktik perusakan lingkungan; keempat, bukan pelaku atau terlibat dalam praktik pelanggaran HAM; kelima, bukan pelaku pelecehan terhadap perempuan; keenam, tidak memiliki konflik kepentingan (conflict of interest) dengan institusi lainnya; ketujuh, bukan pengurus aktif partai politik; dan kedelapan, memiliki komitmen untuk menjaga kedaulatan bahari Indonesia.
Dalam pemilihan menteri kali ini juga sebagai syarat pemenuhan kriteria tersebut, idealnya Presiden melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi, Komnas HAM, Komnas Perempuan dan PPATK untuk menelusuri rekam jejak para kandidat menteri dan rekomendasi dari lembaga-lembaga tersebut meski di pertimbangkan oleh Presiden.
“Visi sekaligus komitmen kebaharian adalah harga yang tak bisa ditawar-tawar, mengingat negara Indonesia merupakan negara laut, negara bahari. Negara bahari adalah negara yang seluruh bangunan kebangsaannya berakar pada wawasan bahari. Bangunan kebangsaan yang dibangun diantaranya adalah ekonomi, budaya, pertahanan, dan lain sebagainya,” ungkap Susan Herawati.
Selama lima tahun terakhir, Presiden Joko Widodo telah menegaskan akan membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia. Namun, dalam praktiknya, poros maritim dunia tidak pernah terwujud, karena tidak berhasil menjadikan nelayan sebagai pilar utama. Selain itu, konsep ini telah keliru sejak awal, Indonesia adalah negara bahari, dimana aktivitas ekonomi dan perdagangan merupakan bagian dari kebaharian.
Jika Presiden dan Wakil Presiden Indonesia serius ingin membangun Indonesia menjadi negara maju, maka yang harus diutamakan bukan memberikan karpet merah untuk kepentingan investasi, tetapi membangun kembali kekuatan bahari Indonesia. “Kunci kemajuan Indonesia ada di laut. Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia terpilih harus melihat laut bukan sebagai objek investasi belaka, melainkan modal kekuatan kemajuan dengan cara membangun kekuatan masyarakatnya,” pungkas Susan. (*)
Informasi lebih lanjut:
Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA di 082111727050