Pemerintah Putuskan Akan Impor 3,07 Juta Ton Garam, PPGI: Pemerintah Terbukti tak Berpihak pada Petambak Garam Indonesia

Siaran Pers Bersama

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

Persatuan Petambak Garam Indonesia (PPGI)

 

Jakarta, 22 Maret 2021 – Pemerintah Indonesia melalui rapat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 25 Januari 2021 lalu memutuskan untuk melakukan impor garam sebanyak 3,07 ton. Angka impor garam ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2020 yang tercatat sebanyak 2,7 juta ton.

Menanggapi hal ini, Amin Abdullah, Dewan Presidium Persatuan Petambak Garam Indonesia (PPGI), menyatakan bahwa pemerintah Indonesia sejak lama tidak pernah serius menunjukkan keberpihakan kepada petambak garam di Indonesia yang telah berjasa memproduksi garam. Pada saat yang sama, pemerintah Indonesia tidak memiliki peta jalan yang komprehensif dan bersifat jangka panjang untuk membangun kedaulatan pergaraman.

“Impor garam yang terus berulang setiap tahun membuktikan Pemerintah Indonesia tak berpihak kepada petambak garam nasional. Sebaliknya, hal ini menunjukkan keberpihakan Pemerintah Indonesia ditujukan hanya untuk para importir besar garam dan negara asing seperti Australia, China dan India,” tegas Amin Abdullah.

Amin Abdullah menyebut, pada tahun 2017 Indonesia mengimpor garam dari Australia mencapai 2,29 juta ton. Pada tahun 2018, impor garam dari Australia mengalami peningkatan menjadi 2,6 juta ton. Adapun pada tahun 2020, impor garam dari Australia tercatat sebanyak 2,22 juta ton.

Adapun dari China, pada tahun 2019, garam diimpor sebanyak 568 ton. Pada tahun 2020 impor garam dari China meningkat menjadi 1,32 ribu ton. Sementara itu, impor garam dari India tercatat sebanyak 719,55 ribu ton pada 2019. Pada tahun 2020 tercatat hanya 373,93 ribu ton.

“Angka-angka impor itu akan semakin besar jika datanya kita tarik semakin jauh ke belakang. Poin utamanya, sejak lama pemerintah Indonesia siapapun Presidennya tidak pernah serius membangun kedaulatan garam nasional,” ungkapnya.

Amin membantah klaim pemerintah yang menyebut produksi garam nasional tidak memadai untuk menjawab kebutuhan garam industri. Baginya, para petambak garam Indonesia telah mampu membuat garam berkualitas tinggi untuk kebutuhan industri. Bahkan pada saat musim hujan, mereka bisa memproduksi garam dengan jumlah ratusan ton.

“Seharusnya pemerintah membangun kekuatan petambak garam nasional supaya Indonesia berdaulat. Namun fakta menunjukkan sebaliknya, pemerintah Indonesia selalu mengambil jalan pintas daripada membangun kekuatan garam nasional dalam jangka panjang,” imbuhnya. 

Di tempat yang berbeda, Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati mengaku tidak aneh dengan kebijakan impor garam tahun 2021 yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.

“PP ini tidak berpihak terhadap kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan petambak garam Indonesia. Sebaliknya PP tersebut semakin mempermudah impor komoditas perikanan dan pergaraman yang selama ini hanya menguntungkan segelintir orang yakni pengimpor,” jelas Susan.

Selanjutnya, kata Susan, impor garam ini semakin dipermudah dengan disahkannya UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pada pasal 37 ayat 1 UU Cipta Kerja disebut bahwa Pemerintah Pusat mengendalikan impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman. Lalu, pasal ini dijabarkan dalam PP No. 27 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perikanan dan Kelautan dan  Perikanan pasal 289 yang menyebut tidak ada batasan waktu impor garam.

Menurut Susan, UU Cipta Kerja dan PP 27 tahun 2021 tetap mengizinkan impor garam, meskipun di Indonesia sedang musim panen garam. Pemerintah tinggal menyusun neraca pergaraman nasional di tingkat Kementerian Perekonomian,” ungkap Susan.

“Dengan UU Cipta Kerja dan PP 27 tahun 2021 lengkap sudah nasib buruk petambak garam nasional sekaligus masa depan pergaraman Indonesia. Indonesia akan menjadi negara importir garam terbesar dan tergantung kepada negara lain,” pungkas Susan. (*)

 

Informasi lebih lanjut:

Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA, +62 821-1172-7050