Kiara: Sail Komodo Boroskan Negara dan Rugikan Nelayan
Kiara: Sail Komodo Boroskan Negara dan Rugikan Nelayan
JAKARTA, KOMPAS.com — Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menilai bahwa pelaksanaan Sail Komodo 2013 telah merugikan nelayan. Sejak 24 Agustus hingga 14 September 2013, para nelayan sekitar dilarang melakukan aktivitas perikanan di perairan tempat mereka mencari ikan selama ini.
Praktik ini merupakan bentuk pengulangan dari penyelenggaraan ajang promosi wisata bahari di Indonesia atau yang lazim disebut sail. “Kegiatan promosi wisata bahari semestinya melibatkan masyarakat nelayan dan adat yang tersebar di sepanjang pesisir Indonesia. Bukan justru membatasi hak konstitusional mereka untuk pergi ke laut. Berkaca pada penyelenggaraan Sail Bunaken hingga Sail Komodo, praktik pembatasan pelaksanaan hak konstitusional warga negara banyak terjadi,” kata Sekretaris Jenderal Kiara, Abdul Halim, melalui siaran pers yang diterima wartawan, Kamis (19/9/2013).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2012, kerugian yang diderita 194.684 nelayan NTT karena tidak melaut selama 22 hari bisa mencapai Rp 857 miliar. Para nelayan tersebut, kata Abdul, kemudian harus berutang untuk memenuhi kehidupan sehari-hari mereka.
“Termasuk biaya pendidikan dan kesehatan anggota keluarganya,” tambahnya.
Selain itu, menurut Kiara, pelaksanaan Sail Komodo 2013 itu telah membebani keungan negara sekitar Rp 3,06 triliun. Untuk prosesi acara puncak Sail Komodo 2013 yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pejabat negara lainnya, misalnya, telah dikeluarkan dana sebesar Rp 60 miliar.
“Lebih ironis lagi, pemerintah daerah juga harus menanggung utang miliaran rupiah setelah acara berakhir. Hal ini terjadi pada Sail Banda di Maluku,” kata Abdul.
Padahal, menurut Abdul, dana yang dikeluarkan untuk promosi wisata bahari ini semestinya dapat digunakan untuk program yang menyejahterakan dan melindungi nelayan, seperti pemberian jaminan perlindungan jiwa, pendidikan dan kesehatan nelayan dan keluarganya, penyediaan akses dan fasilitas BBM bersubsidi, perlindungan dan penguatan kapasitas nelayan di wilayah perbatasan, serta insentif pendaratan ikan di TPI.
Kiara mencatat, total dana yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan lima sail mulai dari 2009 hingga 2013 mencapai Rp 4,461 triliun. Rinciannya, Rp 3,06 triliun untuk Sail Komodo 2013, Rp 200 miliar untuk Sail Morotai 2012, Rp 1 triliun untuk Sail Wakatobi-Belitong 2011, Rp 160 miliar untuk Sail Banda pada 2010, serta Rp 41 miliar untuk Sail Bunaken pada 2009.
“Indonesia sudah sangat dikenal masyarakat dunia berkat anugerah sumber daya lautnya, tanpa biaya besar pun, promosi wisata bahari dapat dilakukan secara swadaya bersama masyarakat nelayan tradisional,” kata Abdul.
Dia juga mengungkapkan, Sail Komodo 2013 bukanlah ajang penyejahteraan masyarakat nelayan tradisional, melainkan alat eksploitasi sumber daya pesisir dan laut di balik Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Alih-alih menyejahterakan nelayan tradisional yang tersebar di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, katanya, kegiatan berbiaya besar ini lebih dijadikan sebagai ajang pencitraan elite-elite politik.
Sementara menurut Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Sail Komodo 2013 bertujuan mempercepat pembangunan NTT karena merupakan salah satu destinasi utama pariwisata dunia. Dampak dari penyelenggaraan Sail Komodo 2013 adalah pembangunan dermaga kapal yang bagus sehingga bisa menampung kapal-kapal wisatawan.
Selain itu, Sail Komodo ini pun diklaim dapat mendorong berkembangnya pembangunan hotel-hotel berbintang di Labuan Bajo, serta pembangunan infrastruktur yang mempermudah akses para turis. Bukan hanya itu, menurut Agung, Sail Komodo diharapkan dapat mempercepat program pembangunan NTT di bidang perkebunan, pertanian, kehutanan, dan peternakan.