Kiara: RUU Nelayan Harus Hapus Mispersepsi

Kamis, 18 Juni 2015

WE Online, Jakarta – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan, Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan (RUU Nelayan) harus ditujukan untuk menghapus mispersepsi atau kesalahpahaman terkait nelayan tradisional.

“RUU ini merupakan tantangan pemerintah untuk menghapus tiga misperspesi yang dialamatkan kepada nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya dan petambak garam,” kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim dalam siaran pers bersama di Jakarta, Rabu (17/6/2015).

Menurut Abdul Halim, tiga mispersepsi itu adalah dalam tingkatan pendapatan, nelayan bukanlah kelompok yang termiskin di dalam masyarakat. Ia mengemukakan bahwa kemiskinan nelayan karena adanya tengkulak yang memanfaatkan peluang itu dari absennya negara dalam memastikan pelayanan hak-hak dasar dan program peningkatan kesejahteraan nelayan tepat sasaran.

Mispersepsi kedua, ujar dia, adalah kerentanan nelayan semakin besar akibat ketidakpastian sistem produksi (melaut, mengolah hasil tangkapan, dan memasarkannya) dan perlindungan terhadap wilayah tangkapnya.

Di Indonesia, lanjut Abdul Halim, Menteri Kelautan dan Perikanan dimandatkan oleh Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan untuk menjalankan usaha perikanan dalam sistem bisnis perikanan, meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran. “Ketidakmampuan pemangku kebijakan mengejawantahkan mandat UU inilah yang berujung pada tingginya resiko kegagalan ekonomi, kebijakan dan institusi masyarakat nelayan,” katanya.

Sekjen Kiara juga mengatakan, mispersepsi ketiga adalah terkait marjinalisasi sosial dan politik oleh kekuasaan berimbas kepada minimnya akses masyarakat nelayan terhadap pelayanan hak-hak dasar, misalnya kesehatan, pendidikan, akses air bersih, sanitasi, serta pemberdayaan ekonomi.

Ia memaparkan, tiga mispersepsi di atas adalah pekerjaan rumah pemerintah yang bekerja sama dengan masyarakat kelautan dan perikanan untuk diselesaikan.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Budi Laksana mengatakan, RUU itu harus melihat kekhususan hak yang dimiliki oleh nelayan, baik sebagai warga negara maupun pelaku perikanan skala kecil.

“Jika hal ini terumuskan dengan baik, maka UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan akan menjadi pintu masuk sejarah bangsa Indonesia dalam upaya mengakui dan menyejahterakan nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya dan petambak garam,” kata Budi Laksana. (Ant)

Editor: Cahyo Prayogo

Foto: Sufri Yuliardi

Sumber: http://wartaekonomi.co.id/berita61288/kiara-ruu-nelayan-harus-hapus-mispersepsi.html