Terdampak Perubahan Iklim, Ribuan Nelayan Demak Alami Kerugian Ekonomi
KIARA, Jakarta, 31 Januari 2019 – Krisis iklim yang ditandai dengan berbagai bencana alam di berbagai wilayah di Indonesia terus terjadi. Di kawasan pesisir dan pulau- pulau kecil, dampak buruk krisis iklim sangat dirasakan nelayan dan masyarakat pesisir lainnya, dalam bentuk cuaca buruk dan gelombang tinggi. Dampaknya, tak sedikit nelayan yang harus berhenti melaut demi menghindari bahaya yang lebih besar. Pusat Data dan Informasi KIARA (2019) mencatat, ribuan nelayan di Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah telah berhenti melaut sepanjang tiga pekan ini. Berdasarkan data Bada Pusat Statistik Jawa Tengah tahun 2017, jumlah nelayan tangkap di Kabupaten Demak itu ada 3.486 keluarga. “Dari angka itu, sebanyak 1.336 nelayan tangkap di Kecamatan Wedung tidak bisa melaut sejak tanggal 10 Januari 2019. Dampaknya, kehidupan perekonomian ribuan keluarga nelayan pun terancam,” ungkap Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA).
Selain persoalan tak bisa melaut akibat krisis iklim, ribuan nelayan di Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak juga menghadapi permasalahan abrasi pantai. KIARA menemukan fakta-fakta di lapangan menunjukkan setiap tahun 1 hektar tanah di kawasan pantai di Kecamatan Wedung hilang akibat krisis iklim. “KIARA mencatat abrasi telah mengancam ruang hidup nelayan,” tambah Susan.
Dalam kondisi ini, Susan mendesak Pemerintah Republik Indonesia, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk segera melaksanakan mandat Undang- Undang No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. “Salah satu mandat penting dari UU No. 7 Tahun 2016 adalah melindungi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam dari risiko bencana alam, perubahan iklim, serta pencemaran,” katanya.
Susan menambahkan, UU No. 7 Tahun 2016 dengan sangat jelas menyebutkan persoalan perubahan iklim sebagai salah satu tantangan utama nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam. Berdasarkan hal itu, UU ini memandatkan pemerintah untuk menyediakan informasi penting terkait dampak perubahan iklim, seperti cuaca buruk, gelombang tinggi, dan bencana alam lainnya. “Jika satu orang nelayan mengalami kerugian akibat tidak melaut, paling sedikit 300 ribu rupiah, maka berapa ratus juta kerugian ekonomi nelayan dalam tiga pekan ke belakang? Persoalan ini harus segera disikapi oleh pemerintah dengan memberikan asuransi sebagaimana dimandatkan oleh pasal 30 ayat 1-6,” tegas Susan.
Menurut catatan KIARA, selama ini asuransi yang dimandatkan UU No. 7 tahun 2016 tidak diberikan kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam yang berhak. “Skema pemberian asuransi ini masih bersifat top-down. Kami mencatat, asuransi yang diberikan pemerintah tidak diberikan kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam yang jelas-jelas terdampak perubahan iklim,” tutur Susan.
Susan meminta Pemerintah, khususnya KKP untuk segera turun ke Kabupaten Demak, khususnya Kecamatan Wedung, untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh nelayan dan pembudiaya ikan. “Pemerintah harus hadir untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh nelayan Demak,” pungkasnya. (*)
Informasi lebih lanjut: Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA, +62 821-1172-7050